Mal adalah istilah orang Pemalang, Jawa Tengah, bagi sebuah alat yang digunakan untuk menjaga agar jarak antartanaman padi lebih beraturan ketika proses penanaman. Alat ini ada dua macam; pertama berupa bilah bambu berukutan panjang 4 meter (setiap 20 centimeter diberi tanda semacam lobang). Kedua, berupa tali terbuat dari ijuk (sekarang plastik) yang setiap 20 centimeternya diberi tanda berupa simpul. Ketika mal digunakan, penanam tinggal mengikuti tanda-tanda tersebut. Jenis mal yang digunakan bergantung pada lebar atau luas sawah yang akan ditanami. Jika tidak lebar atau luas, maka yang digunakan alat yang terbuat dari bambu, dan sebaliknya. Dalam satu bau biasanya memerlukan pe-nandur sejumlah 24 orang. Seorang memegang salah satu ujung alat tandur dan seorang lagi memegang ujung lainnya. Mereka adalah laki-laki. Sementara, selebihnya (semuanya perempuan) berperan sebagai pe-nandur. Penanaman dimulai dari salah satu tepian sawah (bagian lebar sawah). Mereka bergerak mundur mengikuti tali ijuk atau plastik yang diangkat-letakkan oleh dua orang. Seorang ada di tepian sawah (pematang) yang satu dan seorang lagi ada pematang satunya lagi.
Penggunaan mal mulai umum dilakukan oleh para petani Pemalang semenjak padi yang ditanam berupa varietas unggul yang dalam satu tahun dapat dipanen sebanyak tiga kali, seperti: C4, IR 64, IR Ciputih, IR Tegalgondo, dan Jahirang. Sebelumnya, penanaman menggunakan sistem rejeg tanpa alat ukur dan hanya menggunakan perkiraan sehingga jarak antara tanaman padi yang satu dengan lainnya tidak beraturan. Adapun padi yang ditanam berjenis padi lama seperti, Jawa, Sembyuk, Gondomanak, Sampang, Nandi, Cempa, Cinta, Klarak, Andel, Kinanti, Rase, Ketan Apu, Ketan Klomek, dan Ketan Ireng