Naga Sabang dan Raksasa Seulawah

(Cerita Rakyat Daerah Nanggroe Aceh Darussalam)

Alkisah, pada zaman dahulu Andalas masih berbentuk dua buah pulau (barat-timur) yang dipisahkan oleh sebuah selat sempit yang dihuni oleh seekor naga besar bernama Sabang. Pulau bagian timur dikuasai oleh Kerajaan Daru dengan rajanya bernama Sultan Daru, sementara pulau bagian barat oleh Kerajaan Alam dengan rajanya bernama Sultan Alam. Kedua sultan mempunyai sifat bertolak belakang. Sultan Alam adalah raja yang adil dan bijaksana sehingga rakyat di wilayah kerajaannya menjadi maju, makmur, dan sejahtera. Sebaliknya, Sultan Daru adalah seorang kejam yang lalim pada rakyat sendiri serta serakah alias tamak dan tidak puas dengan apa yang telah dimiliki. Dia tidak segan-segan memerintahkan prajuritnya merompak perahu-perahu saudagar hanya untuk mendapatkan harta mereka. Bahkan, untuk memperluas daerah kekuasaan, berkali-kali dia berusaha menyerang Kerajaan Alam namun selalu gagal karena harus berhadapan dengan Naga Sabang yang menguasai selat.

Suatu hari, Sultan Daru memanggil penasihat kerajaan guna mencari orang sakti yang mampu mengalahkan Naga Sabang sehingga dia dapat menyerang Kerajaan Alam. Sang penasihat terkejut mendengar perintah Sultan Daru dan menjelaskan bahwa Naga Sabang adalah penyangga sekaligus perawat pulau yang apabila dibunuh dapat membuat selat menghilang dan kedua pulau menyatu.

Penjelasan dari penasihat tadi rupanya tidak diindahkan. Sultan Daru tetap memintanya mencari siapa saja yang mampu menaklukkan Naga Sabang. Oleh karena itu, Sang penasihat terpaksa memberitahu bahwa ada dua orang raksasa sangat sakti bernama Seulawah Agam dan Seulawah Inong. Dia menganggap kedua raksasa tadi mampu mengalahkan Naga Sabang karena ukuran mereka yang relatif sama.

Penjelasan Sang Penasihat langsung di “follow up” oleh Sultan Daru dengan memerintahkan beberapa orang pengawal memanggil Seulawah Agam dan Seulawah Inong. Setelah datang Sultan Daru membujuk mereka agar mau membunuh Naga Sabang dengan iming-iming imbalan sejumlah uang dan harta benda lainnya. Ketika mereka setuju, dikirimlah seorang utusan lagi menemui Naga Sabang menyampaikan tantangan bertarung melawan Seulawah Agam dan Seulawah Inong.

Naga Sabang tidak langsung menyambut tantangan tersebut. Dia meminta waktu selama beberapa hari untuk menjawabnya. Sebelum waktu yang diminta habis, Naga Sabang sempat menceritakan tantangan Seulawah Agam dan Seulawah Inong kepada Sultan Alam. Di hadapan Sultan dia menyatakan bahwa kedua raksasa itu sangatlah sakti dan mustahil dikalahkan. Sang Naga berpesan apabila nanti dia bertarung dan mati, rakyat Kerajaan Alam harus segera melarikan diri ke dataran tinggi. Sebab, bumi akan berguncang keras akibat bersatunya kedua pulau yang kemudian diikuti oleh surutnya air laut. Tidak lama setelah air laut surut datang gelombang sangat besar yang akan menyapu daratan.

Singkat cerita, tantangan pun disetujui. Pada hari yang telah ditentukan mereka bertarung disaksikan oleh seluruh penduduk Kerajaan Daru dan Alam. Dan benar saja, hanya dalam waktu tidak terlalu lama Naga Sabang dapat ditaklukkan. Seulawah Inong berhasil menebaskan pedangnya ke arah leher Sang Naga, sementara Seulawah Agam mengangkat dan melemparkannya ke laut lepas.

Sejurus setelah Naga Sabang mati, kedua pulau bergerak saling mendekat dan akhirnya berbenturan sehingga menimbulkan gempa hebat selama beberapa saat. Usai gempa air laut tiba-tiba menyurut dan ribuan ikan mulai menggelepar di sepanjang bibir pantai. Penduduk Kerajaan Daru yang tidak mendapat pesan Naga Sabang segera berebut menangkap ikan-ikan tersebut. Sementara rakyat Kerajaan Alam secara berbondong-bondong berlari menuju dataran tinggi.

Ketika penduduk Kerajaan Daru sedang asyik menangkap dan memasukkan ikan dalam wadah-wadah seadanya dari arah laut lepas tiba-tiba muncul gelombang sangat besar dengan kecepatan tinggi. Mereka langsung dihantam gelombang tanpa dapat menyelamatkan diri. Bahkan, gelombang itu juga menyapu seluruh rumah beserta hewan-hewan ternak sehingga Kerajaan Daru luluh lantak dan hampir tanpa bekas. Sedangkan penduduk Kerajaan Alam berhasil selamat karena berada di daerah yang tidak dapat dijangkau gelombang.

Setelah surut, dibawah komando Sultan Alam mereka kembali ke kerajaan yang juga hancur lebur diterjang gelombang. Sultan yang wilayah kekuasaannya menjadi luas kemudian memerintah sebagian rakyatnya membangun kerajaan baru di lokasi Naga Sabang bertarung. Ketika selesai kota diberi nama Koeta Radja dan pantai tepat naga tergeletak dinamakan Ulee Leue atau kepala ular. Selain itu, ada pula tempat lain yang diberi nama baru, yaitu Seulawah Agam dan Seulawah Inong sesuai dengan lokasi kedua raksasa Seulawah terkubur lumpur. Sedangkan lokasi terlemparnya Naga Sabang yang kemudian menjadi sebuah pulau dinamakan Weh sesuai dengan teriakan Seulawah Agam ketika melemparkan tubuh Naga Sabang ke tengah laut.

Diceritakan kembali oleh Gufron
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive