(Cerita Rakyat Daerah Bengkulu)
Di kalangan orang Serawai ada sebuah cerita berjudul Putri Kemang. Sang Putri dikisahkan memiliki sifat seperti seorang laki-laki. Hobinya berburu dan memancing ikan di sungai-sungai yang berada jauh di dalam hutan. Hal ini tentu tidak sesuai dengan statusnya sebagai putri seorang raja yang umumnya dituntut harus tampil anggun dan lemah lembut di hadapan orang banyak.
Sifat kelaki-lakian Sang putri justru membuat Baginda Raja senang. Dia bahkan mendidik layaknya seorang prajurit dengan berlatih pedang, memanah, serta menombak. Walhasil, Sang Putri pun tumbuh menjadi seorang perempuan yang mandiri, kuat, pantang menyerah, dan bermental baja.
Suatu hari dia ingin berburu rusa. Berbekal sebilah pedang, sebatang tombak, dan seekor anjing buru dia masuk ke hutan saat matahari mulai bersinar. Namun karena binatang yang dicari sulit ditemukan, area perburuan pun semakin jauh ke tengah hutan melewati rimbunan pepohonan, perbukitan, dan bahkan menyeberangi sungai-sungai besar. Baru menjelang petang dia berjumpa dengan seekor binatang besar dengan tanda belang di kakinya. Binatang tadi lalu dipanah tetapi meleset dan malah melarikan diri hingga dia harus bersusah payah mengejarnya.
Setelah sekian lama berkejaran, tiba-tiba si binatang berhenti di dekat sebatang pohon kemang berukuran besar. Ketika didekati dan akan ditombak ada sebuah suara yang mengatakan agar tidak membunuhnya karena binatang itu adalah harimau penjaga hutan. Sang suara bukanlah berasal dari manusia melainkan pohon kemang tempat si harimau berhenti berlari.
Walau bingung sekaligus penasaran dengan apa yang didengar, Sang putri tetap melanjutkan niat membunuhnya. Pikirnya, daripada mencari binatang lain lebih baik memburu apa yang sudah ada di depan mata. Oleh karena itu, dia lalu memanjat pohon kemang tadi untuk membidik si harimau. Sejurus kemudian, melesatlah sebuah anak panah tepat mengenai jantung si harimau hingga mati seketika.
Namun, ketika akan dikuliti tiba-tiba saja terjadi suatu keanehan. Pohon kemang yang tadi berbicara secara ajaib beralih wujud menjadi seorang pemuda gagah dan tampan. Dia lalu mendekati Sang putri dan mengatakan hal yang sama sewaktu masih berwujud sebatang pohon. Sang putri tidak mengindahkan perkataan pemuda tadi dan bahkan malah mengajaknya ikut berburu.
Sebagai mahkluk penunggu hutan tentu dia tidak dapat pergi begitu saja karena terikat wujud dan lokasi dimana dia berada. Sementara untuk beralih wujud menjadi manusia terlebih dahulu dia harus meubah lingkungan yang dijaganya menjadi sebuah negeri beserta sekumpulan orang di dalamnya. Oleh karena itu, dia tidak dapat menemani Sang Putri mencari pergi ke wilayah lain untuk berburu binatang.
Sang Putri hanya mengangguk-angguk sambil tetap menguliti harimau yang baru saja dipanahnya. Selesai menguliti, dia bergegas pergi. Di lain tempat, dia bertemu seekor kucing hutan. Sang anjing yang mengendus keberadaannya segera berlari mengejar. Namun, secara ajaib kucing hutan tadi membesar hingga belasan kali lipat dari pengejarnya. Akibatnya, anjing Sang Putri balik dikejar, diterkam, dan langsung menjadi santapan.
Melihat kejadian itu tahulah Sang Putri bahwa telah memasuki wilayah terlarang yang biasa dihuni para siluman. Dia kemudian memutuskan mengakhiri perburuan dan kembali ke kerajaan. Agar cepat sampai, dalam perjalanan pulang dia mengambil rute terdekat dengan menyeberang sungai. Tetapi ketika akan menyeberang, datanglah sekumpulan buaya lapar dengan jumlah puluhan ekor. Salah seekor di antaranya kemudian mendekat dan berkata akan memangsa Sang Putri.
Tidak gentar terhadap ancaman buaya, Sang putri menggunakan “siasat Si kancil” dengan mengatakan bahwa tubuhnya cukup untuk seluruh buaya yang ada di sungai itu. Selanjutnya, dia menyuruh para buaya berbaris hingga ke sebarang sungai agar seluruhnya mendapat bagian. Saat buaya berbaris, mulailah Sang Putri melompati mereka satu persatu. Ketika berada pada punggung buaya terakhir dia lalu melompat ke darat dan pergi begitu saja.
Tahun berikutnya Sang Putri kembali lagi ke tempat pertemuannya dengan Putra Kemang. Sesampai di lokasi yang dilihat bukanlah hutan belantara dengan pohon kemang besar sebagai pusatnya, melainkan sebuah negeri nan indah. Heran akan apa yang dilihat, dia bertanya pada salah satu penduduk di sana dan mendapat penjelasan bahwa negeri itu dahulu adalah kerajaan gaib diperintah oleh dewa yang dikutuk menjadi pohon kemang. Sang dewa baru akan terbebas dari kutukan dan menjadi manusia biasa apabila ada orang yang bisa berbicara dengannya.
Mendengar penjelasan tersebut tahulah Sang Putri bahwa pohon kemang yang dulu berbicara dengannya adalah seorang dewa. Oleh karena itu, dia bergegas menuju istana untuk berjumpa dengannya. Singkat cerita, mereka pun bertemu, saling jatuh hati, dan kemudian menikah. Adapun adat yang mereka pilih adalah semendo rajo-rajo atau adat menetap yang memberi kebebasan kedua pasangan untuk memilih tempat tinggal setelah menikah.
Diceritakan kembali oleh Gufron