Desa Sarwodadi

Letak dan Keadaan Alam
Sarwodadi adalah sebuah desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Dari ibukota kecamatan jaraknya kurang lebih 3 Kilometer ke arah utara; sedangkan dari ibukota kabupaten jaraknya kurang lebih 20 Kilometer ke arah timur. Desa ini sebelah utara berbatasan dengan Desa Pandek, sebelah timur berbatasan dengan Desa Gandu, sebelah barat berbatasan dengan Desa Susukan, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gintung.

Desa Sarwodadi merupakan gabugan dari tiga buah desa, yaitu: Kaso Kulon, Kaso Wetan, dan Bengkelung. Sarwodadi merupakan kata jadian (gabungan) antara sarwo dan dadi yang berasal dari bahasa Jawa. Sarwo berarti “serba” dan dadi berarti “jadi”. Jadi, dengan nama itu apa saja yang diharapkan atau dicita-citakan oleh masyarakatnya menjadi kenyataan.

Desa Sarwodadi yang luasnya mencapai 200.105 hektar ini berada di dataran rendah (kurang lebih 7 kilometer dari pantai Laut Jawa). Dari luas tersebut sebagian besar (116.838 hektar atau 58,39%) berupa persawahan; selebihnya (83.267 hektar atau 41,61%) berupa pekarangan. Sedangkan, suhu udara yang menyelimutinya berkisar antara 25--31 Celsius. Sementara, curah hujannya rata-rata 2.500 Milimeter pertahun. Desa ini dilalui oleh saluran sekunder Kaliwadas yang membentang dari arah selatan ke utara. Saluran ini sangat berperan dalam kehidupan masyarakat Desa Sarwodadi, khususnya bagi petani.

Administrasi Pemerintahan dan Kependudukan
Sebagai satuan wilayah yang bernama desa, Sarwodadi dipimpin oleh seorang kepala desa (kades). Namun demikian, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat menyebut dan atau menyapanya sebagai lurah (bukan kades). Jabatan lurah bukan didasarkan atas penunjukkan atau penempatan pejabat di atasnya (camat atau bupati), tetapi melalui pemilihan warganya yang oleh masyarakat setempat disebut “kodrah”.

Tugas seorang lurah pada dasarnya adalah ngayomi warganya agar kehidupannya aman, tenteram, damai, maju, dan sejahtera. Untuk mewujudkan kehidupan yang demikian, lurah dibantu oleh jajarannya yang terdiri atas: carik (sekretaris desa), kepala urusan pemerintahan, bau (kepala urusan pembangunan), kepala urusan kesejahteraan rakyat, kepala urusan umum, dan kepala urusan keuangan. Lurah beserta stafnya bukan termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS). Oleh karena itu, mereka tidak digaji oleh pemerintah. Namun demikian, mereka memperoleh tanah garapan (sawah) milik desa yang oleh masyarakat setempat disebut bengkok. Oleh karena bengkok merupakan tanah (sawah) milik desa, maka ketika seseorang tidak menjadi perangkat desa lagi, tanah tersebut dikembalikan kepada desa untuk diserahkan kepada penggantinya.

Selain perangkat-perangkat desa sebagaimana disebutkan di atas, juga ada perangkat-perangkat yang membawahi wilayah pedukuhan. Desa Sarwodadi terbagi dalam 3 wilayah pedukuhan, yakni: (1) Kasowetan, (2) Kasokulon, dan (3) Bengkelung. Masing-masing dukuh membawahi 2 dusun. Dukuh Kasowetan membawadi Dusun I dan II (RT 1—13); Dukuh Karokulon membawahi Dusun III dan IV (RT 14—26); dan Dukuh Bengkelung membawahi Dusun V dan VI (RT 27—33). Jadi, Desa Sarwodadi terdiri atas 3 pedukuhan, 6 dusun (RW), dan 33 RT.

Penduduk Desa Sarwodadi berjumlah 5.471 jiwa dengan rincian 2.780 jiwa (50,10%) laki-laki dan 2.691 jiwa (49,90%) perempuan. Daerah permukiman mereka berada di bagian barat-laut desa. Bagian lainnya (timur dan selatan desa) diperuntukan sebagai persawahan. Areal yang diperuntukkan bagi persawahan, sebagaimana telah disinggung, merupakan bagian terbesar dari penggunaan tanah yang ada di Desa Sarwodadi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika sebagian penduduknya bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani pemilik maupun buruh tani.

Berdasarkan monografi Desa Sarwodadi tahun 2012 tercatat bahwa penduduk yang bekerja secara keseluruhan berjumlah 3.639 jiwa. Selebihnya, yaitu 1.832 jiwa belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Mereka terdiri atas anak-anak balita dan usia sekolah. Penduduk Desa Sarwodadi yang bekerja di sektor pertanian persentasinya lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang bekerja di sektor lain. Penduduk yang bekerja sebagai buruh tani saja jumlahnya mencapai 1.896 orang atau 52,0%. Apalagi, jika ditambahkan dengan petani pemilik yang jumlahnya mencapai 728 orang atau 20,1%, maka secara keseluruhan penduduk yang bekerja di sektor pertanian jumlahnya mencapai 2.624 orang atau 72,1%). Adapun pertanian yang mereka usahakan adalah sawah dengan sistem irigasi.

Penduduk Desa Sarwodadi sebagian besar (1761 orang atau 4420%) hanya berpendidikan SD/sederajat. Penduduk yang bependidikan SLTP/sederajat juga jumlahnya relatif besar, yaitu mencapai 1.315 orang atau 33,00%. Kemudian, penduduk yang berpendidikan SLTA/sederajat berjumlah 827 orang (20,76%). Hanya sebagian kecil yang berpendidikan S1 (32 orang atau 0,80%) dan S2 (12 orang atau 0,30%). Ini artinya tingkat pendidikan masyarakat Desa Sarwodadi dapat dikatakan rendah. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Desa Sarwodadi adalah ekonomi. Sebab, untuk mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi (SLTA dan Perguruan Tinggi) mereka harus keluar dari desanya, yang tentunya membutuhkan dana relatif banyak. Oleh karena itu, penduduk yang berpendidikan tinggi jumlahnya hanya puluhan orang.

Latar Belakang Sosial-budaya
1. Bahasa
Secara etnik masyarakat Desa Sarwodadi adalah Jawa. Walaupun pada hakekatnya sama, yaitu sama-sama pendukung budaya Jawa, namun faktor geografis pada gilirannya membuat budaya mereka berbeda dengan budaya Jawa yang ada di pusatnya (Yogyakarta dan Surakarta), khususnya dalam segi bahasa. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Desa Sarwodadi memang bahasa Jawa, namun demikian dialeknya berbeda. Jika orang Yogyakarta dan Surakarta dalam beberapa kata yang diakhiri dengan huruf “k” pengucapannya tidak sejelas orang Sarwodadi yang berada di Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang. Oleh karena itu, orang Pemalang, termasuk orang Sarwodadi, sering disebut sebagai “wong ngapak” karena dialek yang digunakan termasuk dalam kategori “Banyumasan”1. Selain dialek, juga ada perbedaan-perbedaan nama suatu benda dan atau sikap dan tingkah laku. Sebagai contoh, apa yang disebut orang Yogyakarta sebagai “tape”, orang Sarwodadi menyebutnya “kenyas”. Kemudian, apa yang disebut orang Yogyakarta sebagai “ndhableg”, orang Sarwodadi menyebutnya “mblekesunu”, dan masih banyak lagi istilah-istilah yang berbeda penyebutannya, baik itu benda maupun kerabat.

2. Agama dan Kepercayaan
Masyarakat Desa Sarwodadi semuanya beragama Islam. Setiap pedukuhan memiliki langgar (tempat peribadatan) tersendiri. Selain langgar yang tersebar di setiap pedukuhan, desa memiliki sebuah masjid yang tidak hanya digunakan untuk melakukan sholat lima waktu dan jumatan (sholat Jumat) juga pengajian dan kegiatan-kegiatan lainnya dalam rangka memperingati hari-hari besar agama Islam, muludan, Nuzulul Quran, Isra Mi'rojd, dan sebagainya.

Meskipun masyarakat Desa Sarwodadi semuanya menganut agama Islam, namun dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya mereka masih mempercayai adanya mahkluk-makhluk halus yang menempati tempat-tempat tertentu, seperti: sumur mati, sawah, dan pesisir laut. Konon, di daerah Sigeseng (pesisir) ada kerajaan makhluk halus. Di daerah tersebut pernah ada kapal yang terdampar karena nahkodanya mengira pelabuhan. Oleh karena itu, para orang tua berpesan kepada anak-anaknya agar tidak mendekati tempat itu. Kalaupun sampai di tempat itu jangan mengambil sesuatu yang bukan menjadi miliknya. Sebab, pernah ada kejadian ada orang yang “iseng” (mengambil sesuatu), lalu jatuh sakit. Untung ada orang “tua” yang menyarankan agar apa yang diambilnya dikembalikan. Setelah dikembalikan, maka yang bersangkutan sembuh seperti sediakala. (Sindu Galba)
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive