Pengantar
Nuaulu adalah salah satu etnik yang terdapat di Provinsi Maluku, Indonesia. Di kalangan mereka ada sebuah upacara tradisional yang sangat erat kaitannya dengan daur hidup (lingkaran individu), khususnya upacara masa peralihan bagi seorang perempuan dari masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan kedatang-bulanannya (menstruasi) yang pertama. Tradisi ini oleh mereka disebut sebagai “Pinamuo” yang dalam bahasa Indonesia berarti “gadis bisu”. Walaupun demikian, bukan berarti bahwa upacara itu hanya ditujukan kepada perempuan yang menyandang tunarungu, melainkan suatu penyebutan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh perempuan yang diupacarai. Dalam hal ini, ketika prosesi berlangsung, perempuan yang sedang menjalani upacara tidak diperbolehkan mengeluarkan sepatah kata pun. Keadaan itu menyerupai gadis yang bisu. Oleh karena itu, upacara ini disebut sebagai pinamou. Upacara yang sama, tetapi untuk laki-laki (lihat Upacara Rujena).
Seorang perempuan yang telah melalui upacara ini berarti sudah dianggap sebagai orang dewasa (bukan kanak-kanak lagi) dan karenanya yang bersangkutan diperbolehkan untuk membentuk sebuah keluarga. Dengan upacara ini juga, yang bersangkutan pada gilirannya mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan anggota masyarakat lainnya.
Waktu, Tempat, Pemimpin dan Pihak-pihak yang Terlibat dalam Upacara
Sebagaimana upacara pada umunya, upacara pinamou ini juga dilakukan secara bertahap. Lamanya bergantung pada penyelesaian setiap tahapnya. Jadi, bisa satu minggu atau lebih. Bahkan, lebih dari satu bulan. Tahap-tahap yang harus dilalui oleh seseorang dalam upacara ini adalah sebagai berikut: (1) memasukkan si gadis ke dalam posuno/tikosuno; (2) meratakan gigi (papar gigi); (3) pelumuran wajah dan badan dengan becek (balabor peci); (4) membersihkan diri (karisa pinamou); (5) pemberian pakaian dan suguhan sirih- pinang (apapua); (6) pesta pinamou; dan (7) pemandian terakhir. Seluruh rentetan upacara ini biasanya dilakukan dari pagi sampai sore hari (sebelum terbenamnya matahari), kecuali acara pesta pinamou yang biasanya diselenggarakan pada malam hari. Sebagian besar tahapan upacara tidak boleh dilaksanakan pada malam hari karena dipercaya roh-roh jahat akan bergentayangan dan berakibat buruk bagi diri si gadis (pinamou) dan para laki-laki yang ada di dalam negeri (desa).
Tempat pelaksanaan upacara pinamou tergantung dari tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh si gadis. Untuk prosesi papar gigi dan pelumuran dengan becek diadakan di dalam posune/tikosune. Upacara kirasa pinamou diadakan di hutan dekat dengan hulu sungai (di daerah Nuaulu ada sebuah sungai yang bernama Sungai You). Apapua dan pesta pinamou diadakan di rumah soa dari kerabat ibu si gadis. Sedangkan, pemandian terakhir diadakan di Sungai You (bukan di hulu sungai, melainkan di suatu tempat yang jaraknya tidak jauh dari tempat kediaman si gadis).
Pemimpin upacara bergantung dari tahapan-tahapan yang ada dalam upacara pinamou, diantaranya adalah: (1) saudara perempuan ibu (kakak perempuan ibu) yang akan memimpin prosesi memasukkan anak perempuan ke dalam posuno/tikosuno; (2) seorang dukun desa perempuan yang akan memimpin prosesi papar gigi; (3) isteri kepala soa pihak ibu yang akan memimpin prosesi karisa pinamou atau pemberian pakaian serta perhiasan pada si gadis; dan (4) isteri dari penjaga rumah soa kelompok kerabat dari pihak ibu (jou onate) yang akan memimpin prosesi apapua atau penyuguhan sirih-pinang dan penyuapan beberapa jenis makanan.
Selain keluarga dan para pemimpin upacara, pihak-pihak yang terlibat dalam upacara pinamou adalah anggota kelompok kerabat dari pihak ayah dan ibu si gadis dan warga masyarakat beserta tokoh-tokoh adatnya. Keterlibatan para anggota kelompok kerabat adalah sebagai pelaksana kegiatan upacara dan penyedia bahan-bahan makanan untuk pesta pinamou. Sedangkan, warga masyarakat dan juga tokoh-tokoh adat terlibat dalam acara pesta pinamou. Pesta adat yang diadakan dalam upacara pinamou merupakan pernyataan bahwa di dalam masyarakat telah bertambah seorang perempuan dewasa yang telah siap untuk berumah tangga.
Peralatan
Peralatan yang perlu dipersiapkan dalam upacara pinamou ini adalah: (1) posuno/tikosune, yaitu sebuah bangunan khusus yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat pengasingan sementara bagi perempuan yang sedang haid, tetapi juga sebagai tempat pelaksanaan upacara; (2) arang untuk melabur wajah dan tubuh sebelum memasuki posuno; (3) sebuah batu kali (koral) yang digunakan untuk menggosok gigi Si gadis agar menjadi rata dalam prosesi papar gigi; (4) becek untuk melumuri wajah dan tubuh sebelum dibawa ke Sungai You; (5) 10 ruas bambu yang diisi air yang akan digunakan untuk memandikan Si gadis pada acara membersihkan diri (karisa pinamou); (6) kunyit dan minyak kelapa untuk mengoleskan tubuh Si gadis setelah dimandikan (7) daun sirih; (8) kain sebagai pakaian Si gadis; dan (9) manik-manik yang digunakan sebagai perhiasan. Sedangkan, peralatan yang perlu disiapkan dalam pesta pinamou adalah beberapa jenis makanan yang dibuat dari sagu (tutupola, alu-alu, sagu tumbu, dan papeda), daging babi dan kusu (kus-kus), buah pisang, air putih dan teh.
Jalannya Upacara
Ketika seorang perempuan mengetahui bahwa ia telah mendapat haid untuk pertama kalinya (nibae hitae), maka ia segera memberitahukan hal itu kepada salah seorang keluarganya yang perempuan (perempuan dewasa) atau langsung kepada ibunya. Setelah itu, ia akan melarikan diri dan bersembunyi di semak-semak yang ada di sekitar rumahnya. Perempuan yang tadi telah diberitahu oleh Si gadis, kemudian akan mengumpulkan seluruh perempuan anggota kerabat dari pihak ibu Si gadis untuk secara bersama-sama membersihkan posuno yang pada gilirannya dijadikan sebagai tempat pengasingan sementara bagi Si gadis. Posuno sebenarnya bukan hanya tempat untuk perempuan yang baru pertama kali haid, melainkan juga untuk seluruh perempuan Nuaulu yang sedang haid. Letak posuno biasanya berada di dalam hutan yang agak jauh dari desa. Daerah di sekitar posuno tersebut adalah daerah terlarang bagi kaum pria karena dianggap mengandung banyak kekuatan gaib yang bersifat destruktif. Kekuatan gaib yang destruktif itu disebabkan oleh darah yang dikeluarkan oleh perempuan selama masa haidnya. Itulah sebabnya mengapa isteri seorang pria Nuaulu ketika mendapat haid atau telah dekat waktunya untuk melahirkan harus diasingkan dari rumah tempat kediamannya ke posuno.
Setelah posuno siap digunakan, rombongan kerabat yang dipimpin oleh kakak perempuan ibu akan menuju ke semak-semak tempat persembunyian. Sebelum dibawa berjalan meninggalkan semak-semak menuju ke posuno, pemimpin rombongan melaburi seluruh wajah dan badan gadis tersebut dengan arang. Tujuan dari pelaburan tersebut adalah agar Si gadis terhindar dari pengaruh roh-roh jahat yang dapat merasuki dirinya. Dalam perjalanan ke posuno, Si gadis sedapat mungkin tidak berpapasan dengan seorang pria karena dapat berakibat buruk bagi pria tersebut.
Begitu sampai di depan pintu posuno, kakak perempuan ibu membuat semacam api unggun kecil (hamasa). Tujuannya adalah sebagai tanda permulaan masa kedewasaan Sang gadis. Api mempunyai arti dan peranan penting dalam kehidupan perempuan Nuaulu, khususnya bagi kaum perempuan yaitu untuk mengolah semua hasil yang diperoleh suami menjadi makanan. Setelah hamasa padam, Si gadis kemudian dibimbing dan diantarkan masuk ke dalam posuno. Selama berada dalam posuno Si gadis harus mematuhi beberapa aturan yang tidak boleh dilanggar, yaitu: (1) harus memakan makanan yang diolah dengan cara dibakar; (2) harus meminum air yang telah direbus dalam periuk yang terbuat dari tanah liat (seluruh makanan dan minuman tersebut dipersiapkan oleh ibu dan saudara-saudara perempuan ibu); (3) tidak diperkenankan berada di luar, kecuali bila hendak diupacarakan; (3) sebelum semua persiapan di posuno tersedia, Si gadis tidak diperkenankan meninggalkannya, walaupun masa haidnya telah lama berakhir.
Dalam mengisi waktu-waktu luangnya di posuno, biasanya si gadis akan membuat bakul-bakul dari anyaman nyiru yang nantinya akan digunakan sebagai tempat meletakkan makanan pada acara pesta pinamou. Bakul-bakul tersebut juga digunakan untuk membuktikan bahwa Si gadis telah mencapai tingkat kedewasaan secara fisik dan mental, dan dapat membentuk sebuah rumah tangga.
Setelah Si gadis berada dalam posuno, barulah seluruh anggota kelompok kerabat dari ayah dan kerabat laki-laki pihak ibu si gadis diberitahukan. Pemberitahuan kepada seluruh kerabat perlu dilakukan karena mereka inilah yang akan mempersiapkan bahan-bahan makanan yang diperlukan dalam pesta pinamou. Kaum pria dari kerabat ayah dan ibu akan pergi ke hutan untuk berburu babi hutan dan kusu (kuskus). Sedangkan, kaum perempuan yang berasal dari kerabat ayah akan mengumpulkan sagu dan memetik buah pisang. Bahan-bahan makanan tersebut pada saatnya akan diolah menjadi jenis-jenis makanan tertentu. Yang lazim disajikan adalah tutupola, alu-alu, papeda (diolah dari tepung sagu), pisang masak serta daging babi dan kusu (hasil perburuan). Untuk mengumpulkan dan mengolah bahan-bahan tersebut memerlukan waktu yang lama, sehingga mempengaruhi lamanya proses upacara pinamou bagi seorang gadis.
Selain anggota kerabat, pemberitahuan mengenai akan diadakannya upacara pinamou juga dilakukan kepada para dukun desa dan tokoh-tokoh adat setempat. Pemberitahuan kepada para dukun, terutama dukun perempuan, dilakukan oleh ibu pinomau (Si gadis) agar para dukun tersebut bersedia menetapkan waktu yang dianggap baik bagi pelaksanaan upacara dan menjadi pemimpin pada beberapa tahapan upacara. Sedangkan para tokoh adat diberitahukan agar mereka menghadiri acara pesta pinamou dan sebagian juga menjadi pemimpin pada beberapa tahapan upacara pinamou.
Upacara diawali dengan pelaksanaan papar gigi atau meratakan gigi, yang dipimpin oleh seorang dukun perempun dan disaksikan oleh kerabat perempuan dari pihak ibu dan ayah di dalam posuno. Dalam hal ini permukaan gigi Si gadis digosok dengan batu kali (koral), sampai seluruhnya dianggap rata. Kemudian, Si gadis diharuskan untuk menggigit sepotong uha di antara gigi gerahamnya agar gigi-gigi yang terasa nyeri akibat digosok tidak sampai mengigit lidah. Selesai papar gigi, rombongan meninggalkan posuno dan kembali ke desa. Arti simbolik dari papar gigi adalah kedewasaan karena, menurut orang Nuaulu, seorang perempuan baru dianggap dewasa jika giginya sudah diratakan (papar gigi).
Keesokan harinya rombongan yang masih dipimpin oleh seorang dukun perempuan tersebut akan kembali lagi ke posuno. Setelah berada di posuno, Si gadis (pinamou) akan dilabur seluruh wajah dan badannya dengan becek. Tujuannya sama dengan pelumuran arang, yaitu melindungi Si gadis dari pengaruh roh-roh jahat karena perempuan yang dalam masa peralihan (dari anak-anak ke dewasa) dianggap kondisinya lemah (baik fisik maupun non-fisik) dan karenanya mudah dipengaruhi oleh roh-roh jahat.
Karisa pinamou dilakukan di hulu Sungai You yang letaknya di tengah hutan dan jaraknya agak jauh dari perkampungan orang Nuaulu. Lokasi tersebut dipilih karena mempunyai sebuah batu besar yang khusus diperuntukkan bagi prosesi upacara kirasa pinamou, yaitu hatu pinamou (batu Si gadis bisu). Daerah di sekitar hulu sungai ini adalah daerah yang tidak boleh didekati oleh kaum laki-laki, karena mengandung kekuatan gaib yang dapat dapat mencelakainya. Si gadis didudukkan di atasnya (batu besar) kemudian dimandikan oleh seluruh rombongan dengan menggunakan 10 ruas bambu yang berisikan air Sungai You. Tujuan karisa pinamou adalah untuk membersihkan diri Si gadis karena ia dianggap “kotor” selama masa haidnya, sehingga mudah dipengaruhi oleh roh-roh jahat.
Kegiatan dilanjutkan dengan acara menggosok seluruh tubuh Si gadis dengan minyak kelapa dan kunyit yang telah dihaluskan. Setelah itu, Si gadis digosok wajahnya dengan sisa-sisa kunyit dan kelapa oleh dukun dan anggota kelompok kerabatanya. Selanjutnya, adalah pemakaian pakaian yang dipimpin oleh isteri kepala soa dari soa Si gadis. Pakaian yang dikenakan adalah semacam pakaian adat yang dinamakan kaeng timor yang berasal dari daerah Timor atau kain dari daerah Kisar, Maluku Tenggara. Dahulu pakaian yang dikenakannya hanya sebuah “kain” yang dibuat dari anyaman daun-daun midan yang diberi motif orang-orangan dengan warna hitam, merah dan kuning. Adapun perhiasan yang dikenakan adalah seraie (konde) yang dibuat dari rangkaian manik-manik (warna-warni) dan rangkaian kulit bias kecil (jenis kulit siput tertentu). Manik-manik tersebut dirangkai dan disusun sedemikian rupa pada sebatang lidi yang dibuat dari bambu, sehingga menyerupai sebatang pohon yang berdaun lebat. Pada lehernya dikenakan pula manik-manik yang dirangkai sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh dadanya. Sedangkan, tangan dan kakinya diberi gelang manik-manik yang jika digerakkan akan mengeluarkan suara. Setelah acara pemberian pakaian dan perhiasan selesai, Si gadis diantarkan menuju ke rumah soa oleh peserta upacara sambil berkapata (bernyanyi sambil berpantun), yang liriknya sebagai berikut:
Pinamou ita tani
Nusa yamana ninia sou
Heilete nunu sala heilalo
Hia-hia, hoe-hoe salu-salu yaniholo lete yai sioo
Terjemahan bebasnya adalah sebagai berikut:
Gadis bisu menangis
Desa berbicara banyak
Musuh jatuh, salah dan tidak mati
Anak-anak, mari-mari sampai di sini kita berhenti.
Setelah rombongan tiba di rumah soa (numaonate), Si gadis diterima oleh isteri jou onate (isteri penjaga rumah soa). Isteri jou onate tersebut kemudian menyuguhkan sirih pinang (apapua) untuk diambil dan dikunyah oleh Si gadis. Selesai acara makan sirih (apapua), sang gadis kemudian disuapi oleh isteri jou onate dengan jenis-jenis makanan yang telah dipersiapkan di dalam nyiru. Semua jenis makanan yang disuapi itu harus dimakan sedikit-sedikit saja. Makna dari acara makan sirih dan penyuapan beberapa jenis makanan oleh isteri jou onate adalah bahwa Si gadis telah diakui oleh masyarakat sebagai orang dewasa, karena kegiatan makan sirih di Nuaulu hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa. Setelah acara suapan ini selesai, semua peserta upacara diundang untuk ambil bagian dalam acara makan bersama.
Pada malam harinya semua peserta upacara kembali lagi ke rumah soa (numaonate) untuk mengambil bagian dalam pesta pinamou. Dalam pesta tersebut, selain sajian berupa makanan tradisional dan minuman, juga diramaikan dengan tarian mako-mako yang dimainkan oleh para peserta upacara sendiri. Pesta pinamou baru berakhir menjelang terbitnya matahari. Pesta pinamou pada dasarnya merupakan pernyataan bahwa di dalam masarakat telah bertambah seorang wanita dewasa yang telah siap untuk berumah tangga. Dalam hal ini, orang tua dari Si gadis secara tidak langsung telah mempersiapkan diri untuk menghadapai kenyataan bahwa setelah anak gadisnya melalui upacara pinamou, akan segera datang pinangan yang dilakukan oleh seorang matakan (pemuda). Dikatakan demikian, sebab tidak lama setelah upacara pinamu usai biasanya akan ada lamaran yang ditujukan kepada orang tua Si gadis.
Pada pagi harinya Si gadis (pinamou) akan diantarkan ke kembali jalur lintasan Sungai You yang berada di sekitar tempat tinggalnya (bukan ke hulu Sungai You lagi) untuk mengadakan acara pemandian terakhir. Lokasi yang dipilih untuk melaksanakan prosesi tersebut adalah di tepi sungai yang di sekitarnya terdapat batu-batu besar dan ditumbuhi oleh pohon-pohon yang berukuran besar. Setelah menemukan lokasi yang cocok, Si gadis kemudian didudukkan di atas sebuah batu di tepi sungai untuk dimandikan oleh isteri kepala soa. Upacara pemandian terakhir yang dipimpin oleh isteri kepala soa ini disaksikan oleh kelompok kerabat perempuan dari pihak ayah dan ibu pinamou. Mereka berdoa kepada Upu kuanahatana dan roh-roh para leluhur agar gadis yang diupacarai selamat. Pemandian terakhir dalam rentetan upacara pinamou bagi seorang gadis merupakan acara pengesahan si gadis sebagai perempuan yang telah dewasa dan telah dapat bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan diakui haknya untuk menikah. Dengan berakhirnya upacara pemandian terakhir ini, berakhirlah seluruh rentetan upacara pinamou.
Pada masa haid berikutnya tidak diadakan lagi upacara pinamou. Dalam hal ini, Si gadis hanya diharuskan mengasingkan diri ke posuno selama berlangsungnya masa haid. Sesudah masa haidnya berakhir, Si gadis baru diperbolehkan meninggalkan posuno, dan kembali ke tengah-tengah masyarakat ramai tanpa harus diadakan upacara lagi.
Nilai Budaya
Ada beberapa nilai yang terkandung dalam upacara pinamou. Nilai-nilai itu antara lain adalah: kebersamaan, ketelitian, gotong royong, keselamatan, dan religius. Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya sebagian besar anggota masyarakat dalam suatu tempat (pada saat acara pesta pinamou), makan bersama dan doa bersama demi keselamatan bersama pula. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup bersama di dalam lingkungannya (dalam arti luas). Oleh karena itu, upacara ini mengandung pula nilai kebersamaan. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai wilayah, adat-istiadat dan budaya yang sama.
Nilai ketelitian tercermin dari proses upacara itu sendiri. Sebagai suatu proses, upacara memerlukan persiapan, baik sebelum upacara, pada saat prosesi, maupun sesudahnya. Persiapan-persiapan itu, tidak hanya menyangkut peralatan upacara, tetapi juga tempat, waktu, pemimpin, dan peserta. Semuanya itu harus dipersiapkan dengan baik dan seksama, sehingga upacara dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu, dibutuhkan ketelitian.
Nilai kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak dalam penyelenggaraan upacara. Mereka saling bantu demi terlaksananya upacara. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan makanan dan minuman, menjadi pemimpin upacara, menghadiri pesta pinamou, dan lain sebagainya.
Nilai keselamatan tercermin dalam adanya kepercayaan bahwa peralihan kehidupan seorang individu dari satu masa ke masa yang lain penuh dengan ancaman (bahaya) dan tantangan. Untuk mengatasi krisis dalam daur kehidupan seorang manusia itu, maka perlu diadakan suatu upacara. Pinamou merupakan salah satu upacara yang bertujuan untuk mencari keselamatan pada tahap peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa.
Nilai religius tercermin dalam doa bersama yang dilakukan oleh kelompok kerabat perempuan Si gadis, pada acara pemandian terakhir yang merupakan bagian akhir dari serentetan tahapan dalam upacara pinamou. Tujuannya adalah agar si gadis mendapatkan perlindungan dari upu kuanahatana dan roh-roh para leluhur, sebelum disahkan menjadi seorang perempuan dewasa. (Pepeng)
Sumber:
Suradi Hp, dkk. 1982. Upacara Tradisional Daerah Maluku. Ambon: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nuaulu adalah salah satu etnik yang terdapat di Provinsi Maluku, Indonesia. Di kalangan mereka ada sebuah upacara tradisional yang sangat erat kaitannya dengan daur hidup (lingkaran individu), khususnya upacara masa peralihan bagi seorang perempuan dari masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan kedatang-bulanannya (menstruasi) yang pertama. Tradisi ini oleh mereka disebut sebagai “Pinamuo” yang dalam bahasa Indonesia berarti “gadis bisu”. Walaupun demikian, bukan berarti bahwa upacara itu hanya ditujukan kepada perempuan yang menyandang tunarungu, melainkan suatu penyebutan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh perempuan yang diupacarai. Dalam hal ini, ketika prosesi berlangsung, perempuan yang sedang menjalani upacara tidak diperbolehkan mengeluarkan sepatah kata pun. Keadaan itu menyerupai gadis yang bisu. Oleh karena itu, upacara ini disebut sebagai pinamou. Upacara yang sama, tetapi untuk laki-laki (lihat Upacara Rujena).
Seorang perempuan yang telah melalui upacara ini berarti sudah dianggap sebagai orang dewasa (bukan kanak-kanak lagi) dan karenanya yang bersangkutan diperbolehkan untuk membentuk sebuah keluarga. Dengan upacara ini juga, yang bersangkutan pada gilirannya mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan anggota masyarakat lainnya.
Waktu, Tempat, Pemimpin dan Pihak-pihak yang Terlibat dalam Upacara
Sebagaimana upacara pada umunya, upacara pinamou ini juga dilakukan secara bertahap. Lamanya bergantung pada penyelesaian setiap tahapnya. Jadi, bisa satu minggu atau lebih. Bahkan, lebih dari satu bulan. Tahap-tahap yang harus dilalui oleh seseorang dalam upacara ini adalah sebagai berikut: (1) memasukkan si gadis ke dalam posuno/tikosuno; (2) meratakan gigi (papar gigi); (3) pelumuran wajah dan badan dengan becek (balabor peci); (4) membersihkan diri (karisa pinamou); (5) pemberian pakaian dan suguhan sirih- pinang (apapua); (6) pesta pinamou; dan (7) pemandian terakhir. Seluruh rentetan upacara ini biasanya dilakukan dari pagi sampai sore hari (sebelum terbenamnya matahari), kecuali acara pesta pinamou yang biasanya diselenggarakan pada malam hari. Sebagian besar tahapan upacara tidak boleh dilaksanakan pada malam hari karena dipercaya roh-roh jahat akan bergentayangan dan berakibat buruk bagi diri si gadis (pinamou) dan para laki-laki yang ada di dalam negeri (desa).
Tempat pelaksanaan upacara pinamou tergantung dari tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh si gadis. Untuk prosesi papar gigi dan pelumuran dengan becek diadakan di dalam posune/tikosune. Upacara kirasa pinamou diadakan di hutan dekat dengan hulu sungai (di daerah Nuaulu ada sebuah sungai yang bernama Sungai You). Apapua dan pesta pinamou diadakan di rumah soa dari kerabat ibu si gadis. Sedangkan, pemandian terakhir diadakan di Sungai You (bukan di hulu sungai, melainkan di suatu tempat yang jaraknya tidak jauh dari tempat kediaman si gadis).
Pemimpin upacara bergantung dari tahapan-tahapan yang ada dalam upacara pinamou, diantaranya adalah: (1) saudara perempuan ibu (kakak perempuan ibu) yang akan memimpin prosesi memasukkan anak perempuan ke dalam posuno/tikosuno; (2) seorang dukun desa perempuan yang akan memimpin prosesi papar gigi; (3) isteri kepala soa pihak ibu yang akan memimpin prosesi karisa pinamou atau pemberian pakaian serta perhiasan pada si gadis; dan (4) isteri dari penjaga rumah soa kelompok kerabat dari pihak ibu (jou onate) yang akan memimpin prosesi apapua atau penyuguhan sirih-pinang dan penyuapan beberapa jenis makanan.
Selain keluarga dan para pemimpin upacara, pihak-pihak yang terlibat dalam upacara pinamou adalah anggota kelompok kerabat dari pihak ayah dan ibu si gadis dan warga masyarakat beserta tokoh-tokoh adatnya. Keterlibatan para anggota kelompok kerabat adalah sebagai pelaksana kegiatan upacara dan penyedia bahan-bahan makanan untuk pesta pinamou. Sedangkan, warga masyarakat dan juga tokoh-tokoh adat terlibat dalam acara pesta pinamou. Pesta adat yang diadakan dalam upacara pinamou merupakan pernyataan bahwa di dalam masyarakat telah bertambah seorang perempuan dewasa yang telah siap untuk berumah tangga.
Peralatan
Peralatan yang perlu dipersiapkan dalam upacara pinamou ini adalah: (1) posuno/tikosune, yaitu sebuah bangunan khusus yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat pengasingan sementara bagi perempuan yang sedang haid, tetapi juga sebagai tempat pelaksanaan upacara; (2) arang untuk melabur wajah dan tubuh sebelum memasuki posuno; (3) sebuah batu kali (koral) yang digunakan untuk menggosok gigi Si gadis agar menjadi rata dalam prosesi papar gigi; (4) becek untuk melumuri wajah dan tubuh sebelum dibawa ke Sungai You; (5) 10 ruas bambu yang diisi air yang akan digunakan untuk memandikan Si gadis pada acara membersihkan diri (karisa pinamou); (6) kunyit dan minyak kelapa untuk mengoleskan tubuh Si gadis setelah dimandikan (7) daun sirih; (8) kain sebagai pakaian Si gadis; dan (9) manik-manik yang digunakan sebagai perhiasan. Sedangkan, peralatan yang perlu disiapkan dalam pesta pinamou adalah beberapa jenis makanan yang dibuat dari sagu (tutupola, alu-alu, sagu tumbu, dan papeda), daging babi dan kusu (kus-kus), buah pisang, air putih dan teh.
Jalannya Upacara
Ketika seorang perempuan mengetahui bahwa ia telah mendapat haid untuk pertama kalinya (nibae hitae), maka ia segera memberitahukan hal itu kepada salah seorang keluarganya yang perempuan (perempuan dewasa) atau langsung kepada ibunya. Setelah itu, ia akan melarikan diri dan bersembunyi di semak-semak yang ada di sekitar rumahnya. Perempuan yang tadi telah diberitahu oleh Si gadis, kemudian akan mengumpulkan seluruh perempuan anggota kerabat dari pihak ibu Si gadis untuk secara bersama-sama membersihkan posuno yang pada gilirannya dijadikan sebagai tempat pengasingan sementara bagi Si gadis. Posuno sebenarnya bukan hanya tempat untuk perempuan yang baru pertama kali haid, melainkan juga untuk seluruh perempuan Nuaulu yang sedang haid. Letak posuno biasanya berada di dalam hutan yang agak jauh dari desa. Daerah di sekitar posuno tersebut adalah daerah terlarang bagi kaum pria karena dianggap mengandung banyak kekuatan gaib yang bersifat destruktif. Kekuatan gaib yang destruktif itu disebabkan oleh darah yang dikeluarkan oleh perempuan selama masa haidnya. Itulah sebabnya mengapa isteri seorang pria Nuaulu ketika mendapat haid atau telah dekat waktunya untuk melahirkan harus diasingkan dari rumah tempat kediamannya ke posuno.
Setelah posuno siap digunakan, rombongan kerabat yang dipimpin oleh kakak perempuan ibu akan menuju ke semak-semak tempat persembunyian. Sebelum dibawa berjalan meninggalkan semak-semak menuju ke posuno, pemimpin rombongan melaburi seluruh wajah dan badan gadis tersebut dengan arang. Tujuan dari pelaburan tersebut adalah agar Si gadis terhindar dari pengaruh roh-roh jahat yang dapat merasuki dirinya. Dalam perjalanan ke posuno, Si gadis sedapat mungkin tidak berpapasan dengan seorang pria karena dapat berakibat buruk bagi pria tersebut.
Begitu sampai di depan pintu posuno, kakak perempuan ibu membuat semacam api unggun kecil (hamasa). Tujuannya adalah sebagai tanda permulaan masa kedewasaan Sang gadis. Api mempunyai arti dan peranan penting dalam kehidupan perempuan Nuaulu, khususnya bagi kaum perempuan yaitu untuk mengolah semua hasil yang diperoleh suami menjadi makanan. Setelah hamasa padam, Si gadis kemudian dibimbing dan diantarkan masuk ke dalam posuno. Selama berada dalam posuno Si gadis harus mematuhi beberapa aturan yang tidak boleh dilanggar, yaitu: (1) harus memakan makanan yang diolah dengan cara dibakar; (2) harus meminum air yang telah direbus dalam periuk yang terbuat dari tanah liat (seluruh makanan dan minuman tersebut dipersiapkan oleh ibu dan saudara-saudara perempuan ibu); (3) tidak diperkenankan berada di luar, kecuali bila hendak diupacarakan; (3) sebelum semua persiapan di posuno tersedia, Si gadis tidak diperkenankan meninggalkannya, walaupun masa haidnya telah lama berakhir.
Dalam mengisi waktu-waktu luangnya di posuno, biasanya si gadis akan membuat bakul-bakul dari anyaman nyiru yang nantinya akan digunakan sebagai tempat meletakkan makanan pada acara pesta pinamou. Bakul-bakul tersebut juga digunakan untuk membuktikan bahwa Si gadis telah mencapai tingkat kedewasaan secara fisik dan mental, dan dapat membentuk sebuah rumah tangga.
Setelah Si gadis berada dalam posuno, barulah seluruh anggota kelompok kerabat dari ayah dan kerabat laki-laki pihak ibu si gadis diberitahukan. Pemberitahuan kepada seluruh kerabat perlu dilakukan karena mereka inilah yang akan mempersiapkan bahan-bahan makanan yang diperlukan dalam pesta pinamou. Kaum pria dari kerabat ayah dan ibu akan pergi ke hutan untuk berburu babi hutan dan kusu (kuskus). Sedangkan, kaum perempuan yang berasal dari kerabat ayah akan mengumpulkan sagu dan memetik buah pisang. Bahan-bahan makanan tersebut pada saatnya akan diolah menjadi jenis-jenis makanan tertentu. Yang lazim disajikan adalah tutupola, alu-alu, papeda (diolah dari tepung sagu), pisang masak serta daging babi dan kusu (hasil perburuan). Untuk mengumpulkan dan mengolah bahan-bahan tersebut memerlukan waktu yang lama, sehingga mempengaruhi lamanya proses upacara pinamou bagi seorang gadis.
Selain anggota kerabat, pemberitahuan mengenai akan diadakannya upacara pinamou juga dilakukan kepada para dukun desa dan tokoh-tokoh adat setempat. Pemberitahuan kepada para dukun, terutama dukun perempuan, dilakukan oleh ibu pinomau (Si gadis) agar para dukun tersebut bersedia menetapkan waktu yang dianggap baik bagi pelaksanaan upacara dan menjadi pemimpin pada beberapa tahapan upacara. Sedangkan para tokoh adat diberitahukan agar mereka menghadiri acara pesta pinamou dan sebagian juga menjadi pemimpin pada beberapa tahapan upacara pinamou.
Upacara diawali dengan pelaksanaan papar gigi atau meratakan gigi, yang dipimpin oleh seorang dukun perempun dan disaksikan oleh kerabat perempuan dari pihak ibu dan ayah di dalam posuno. Dalam hal ini permukaan gigi Si gadis digosok dengan batu kali (koral), sampai seluruhnya dianggap rata. Kemudian, Si gadis diharuskan untuk menggigit sepotong uha di antara gigi gerahamnya agar gigi-gigi yang terasa nyeri akibat digosok tidak sampai mengigit lidah. Selesai papar gigi, rombongan meninggalkan posuno dan kembali ke desa. Arti simbolik dari papar gigi adalah kedewasaan karena, menurut orang Nuaulu, seorang perempuan baru dianggap dewasa jika giginya sudah diratakan (papar gigi).
Keesokan harinya rombongan yang masih dipimpin oleh seorang dukun perempuan tersebut akan kembali lagi ke posuno. Setelah berada di posuno, Si gadis (pinamou) akan dilabur seluruh wajah dan badannya dengan becek. Tujuannya sama dengan pelumuran arang, yaitu melindungi Si gadis dari pengaruh roh-roh jahat karena perempuan yang dalam masa peralihan (dari anak-anak ke dewasa) dianggap kondisinya lemah (baik fisik maupun non-fisik) dan karenanya mudah dipengaruhi oleh roh-roh jahat.
Karisa pinamou dilakukan di hulu Sungai You yang letaknya di tengah hutan dan jaraknya agak jauh dari perkampungan orang Nuaulu. Lokasi tersebut dipilih karena mempunyai sebuah batu besar yang khusus diperuntukkan bagi prosesi upacara kirasa pinamou, yaitu hatu pinamou (batu Si gadis bisu). Daerah di sekitar hulu sungai ini adalah daerah yang tidak boleh didekati oleh kaum laki-laki, karena mengandung kekuatan gaib yang dapat dapat mencelakainya. Si gadis didudukkan di atasnya (batu besar) kemudian dimandikan oleh seluruh rombongan dengan menggunakan 10 ruas bambu yang berisikan air Sungai You. Tujuan karisa pinamou adalah untuk membersihkan diri Si gadis karena ia dianggap “kotor” selama masa haidnya, sehingga mudah dipengaruhi oleh roh-roh jahat.
Kegiatan dilanjutkan dengan acara menggosok seluruh tubuh Si gadis dengan minyak kelapa dan kunyit yang telah dihaluskan. Setelah itu, Si gadis digosok wajahnya dengan sisa-sisa kunyit dan kelapa oleh dukun dan anggota kelompok kerabatanya. Selanjutnya, adalah pemakaian pakaian yang dipimpin oleh isteri kepala soa dari soa Si gadis. Pakaian yang dikenakan adalah semacam pakaian adat yang dinamakan kaeng timor yang berasal dari daerah Timor atau kain dari daerah Kisar, Maluku Tenggara. Dahulu pakaian yang dikenakannya hanya sebuah “kain” yang dibuat dari anyaman daun-daun midan yang diberi motif orang-orangan dengan warna hitam, merah dan kuning. Adapun perhiasan yang dikenakan adalah seraie (konde) yang dibuat dari rangkaian manik-manik (warna-warni) dan rangkaian kulit bias kecil (jenis kulit siput tertentu). Manik-manik tersebut dirangkai dan disusun sedemikian rupa pada sebatang lidi yang dibuat dari bambu, sehingga menyerupai sebatang pohon yang berdaun lebat. Pada lehernya dikenakan pula manik-manik yang dirangkai sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh dadanya. Sedangkan, tangan dan kakinya diberi gelang manik-manik yang jika digerakkan akan mengeluarkan suara. Setelah acara pemberian pakaian dan perhiasan selesai, Si gadis diantarkan menuju ke rumah soa oleh peserta upacara sambil berkapata (bernyanyi sambil berpantun), yang liriknya sebagai berikut:
Pinamou ita tani
Nusa yamana ninia sou
Heilete nunu sala heilalo
Hia-hia, hoe-hoe salu-salu yaniholo lete yai sioo
Terjemahan bebasnya adalah sebagai berikut:
Gadis bisu menangis
Desa berbicara banyak
Musuh jatuh, salah dan tidak mati
Anak-anak, mari-mari sampai di sini kita berhenti.
Setelah rombongan tiba di rumah soa (numaonate), Si gadis diterima oleh isteri jou onate (isteri penjaga rumah soa). Isteri jou onate tersebut kemudian menyuguhkan sirih pinang (apapua) untuk diambil dan dikunyah oleh Si gadis. Selesai acara makan sirih (apapua), sang gadis kemudian disuapi oleh isteri jou onate dengan jenis-jenis makanan yang telah dipersiapkan di dalam nyiru. Semua jenis makanan yang disuapi itu harus dimakan sedikit-sedikit saja. Makna dari acara makan sirih dan penyuapan beberapa jenis makanan oleh isteri jou onate adalah bahwa Si gadis telah diakui oleh masyarakat sebagai orang dewasa, karena kegiatan makan sirih di Nuaulu hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa. Setelah acara suapan ini selesai, semua peserta upacara diundang untuk ambil bagian dalam acara makan bersama.
Pada malam harinya semua peserta upacara kembali lagi ke rumah soa (numaonate) untuk mengambil bagian dalam pesta pinamou. Dalam pesta tersebut, selain sajian berupa makanan tradisional dan minuman, juga diramaikan dengan tarian mako-mako yang dimainkan oleh para peserta upacara sendiri. Pesta pinamou baru berakhir menjelang terbitnya matahari. Pesta pinamou pada dasarnya merupakan pernyataan bahwa di dalam masarakat telah bertambah seorang wanita dewasa yang telah siap untuk berumah tangga. Dalam hal ini, orang tua dari Si gadis secara tidak langsung telah mempersiapkan diri untuk menghadapai kenyataan bahwa setelah anak gadisnya melalui upacara pinamou, akan segera datang pinangan yang dilakukan oleh seorang matakan (pemuda). Dikatakan demikian, sebab tidak lama setelah upacara pinamu usai biasanya akan ada lamaran yang ditujukan kepada orang tua Si gadis.
Pada pagi harinya Si gadis (pinamou) akan diantarkan ke kembali jalur lintasan Sungai You yang berada di sekitar tempat tinggalnya (bukan ke hulu Sungai You lagi) untuk mengadakan acara pemandian terakhir. Lokasi yang dipilih untuk melaksanakan prosesi tersebut adalah di tepi sungai yang di sekitarnya terdapat batu-batu besar dan ditumbuhi oleh pohon-pohon yang berukuran besar. Setelah menemukan lokasi yang cocok, Si gadis kemudian didudukkan di atas sebuah batu di tepi sungai untuk dimandikan oleh isteri kepala soa. Upacara pemandian terakhir yang dipimpin oleh isteri kepala soa ini disaksikan oleh kelompok kerabat perempuan dari pihak ayah dan ibu pinamou. Mereka berdoa kepada Upu kuanahatana dan roh-roh para leluhur agar gadis yang diupacarai selamat. Pemandian terakhir dalam rentetan upacara pinamou bagi seorang gadis merupakan acara pengesahan si gadis sebagai perempuan yang telah dewasa dan telah dapat bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan diakui haknya untuk menikah. Dengan berakhirnya upacara pemandian terakhir ini, berakhirlah seluruh rentetan upacara pinamou.
Pada masa haid berikutnya tidak diadakan lagi upacara pinamou. Dalam hal ini, Si gadis hanya diharuskan mengasingkan diri ke posuno selama berlangsungnya masa haid. Sesudah masa haidnya berakhir, Si gadis baru diperbolehkan meninggalkan posuno, dan kembali ke tengah-tengah masyarakat ramai tanpa harus diadakan upacara lagi.
Nilai Budaya
Ada beberapa nilai yang terkandung dalam upacara pinamou. Nilai-nilai itu antara lain adalah: kebersamaan, ketelitian, gotong royong, keselamatan, dan religius. Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya sebagian besar anggota masyarakat dalam suatu tempat (pada saat acara pesta pinamou), makan bersama dan doa bersama demi keselamatan bersama pula. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup bersama di dalam lingkungannya (dalam arti luas). Oleh karena itu, upacara ini mengandung pula nilai kebersamaan. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai wilayah, adat-istiadat dan budaya yang sama.
Nilai ketelitian tercermin dari proses upacara itu sendiri. Sebagai suatu proses, upacara memerlukan persiapan, baik sebelum upacara, pada saat prosesi, maupun sesudahnya. Persiapan-persiapan itu, tidak hanya menyangkut peralatan upacara, tetapi juga tempat, waktu, pemimpin, dan peserta. Semuanya itu harus dipersiapkan dengan baik dan seksama, sehingga upacara dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu, dibutuhkan ketelitian.
Nilai kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak dalam penyelenggaraan upacara. Mereka saling bantu demi terlaksananya upacara. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan makanan dan minuman, menjadi pemimpin upacara, menghadiri pesta pinamou, dan lain sebagainya.
Nilai keselamatan tercermin dalam adanya kepercayaan bahwa peralihan kehidupan seorang individu dari satu masa ke masa yang lain penuh dengan ancaman (bahaya) dan tantangan. Untuk mengatasi krisis dalam daur kehidupan seorang manusia itu, maka perlu diadakan suatu upacara. Pinamou merupakan salah satu upacara yang bertujuan untuk mencari keselamatan pada tahap peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa.
Nilai religius tercermin dalam doa bersama yang dilakukan oleh kelompok kerabat perempuan Si gadis, pada acara pemandian terakhir yang merupakan bagian akhir dari serentetan tahapan dalam upacara pinamou. Tujuannya adalah agar si gadis mendapatkan perlindungan dari upu kuanahatana dan roh-roh para leluhur, sebelum disahkan menjadi seorang perempuan dewasa. (Pepeng)
Sumber:
Suradi Hp, dkk. 1982. Upacara Tradisional Daerah Maluku. Ambon: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.