Mantri Jero

Pengarang : R. Memed Sastrahadiprawira
Penerbit : Balai Pustaka Jakarta, Cetakan pertama 1928, kedua 1958.

Ringkasan Cerita
Raden Yogaswara oleh ayahnya dididik bekerja keras dan berbudi pekerti yang baik. Waktu belajar menulis dan membaca, ayahnya menceritakan kepadanya cerita Aji Saka tentang asal-usul huruf Jawa. Ayahnya mengapresiasi cerita itu dari segi keutamaan tingkah laku Ki Sembada dan kekuranghati-hatian Raja. Cerita itu dijadikan pelajaran ke-yakinan diri sendiri. Raden Yogaswara sangat berkeinginan untuk menjadi orang berpangkat, lebih-lebih ketika ia mendengar dari ayahnya bahwa ia keturunan orang ber-bangsa. Ayahnya yang selama ini mengaku seorang petani ternyata anak Dalem (Bupati) Suniawenang yang menyingkir karena difitnah mau merebut kekuasaan. Ia telah dua piluh tahun bersembunyi di Negara Tengah, sebuah negara tetangga Suniawenang.

Melihat keinginan yang keras dari raden Yogaswara untuk menjadi seorang priyayi, ayahnya menyuruhnya untuk pergi mengabdi kepada Dalem Negara Tengah. Akan tetapi sebelum itu, raden Yogaswara disuruh ayahnya terlebih dahulu mempelajari Agama Islam di pesantren Janggala. Kiai Abdul Mugni menerima kedatangan Yogaswara. Kemu-dian terjalin hubungan asmara antara Raden Yogaswara dengan anak perempuan Kiai yang bernama Nyi halimah. Pada waktu ia meninggalkan pesantren untuk pergi ke ibu kota Negara Tengah, mereka mengikat janji setia untuk kemudian hari menikah.

Raden Yogaswara dengan disertai oleh Ki Bulus, seorang temannya dari pesantren tiba di ibu kota yang baru pertama mereka kunjungi. Raden Yogaswara kemudian mendapatkan pekerjaan sebagai tukang kuda Dalem dan Ki Bulus sebagai tukang membersihkan kandang kuda. Peker-jaan raden Yogaswara sangat baik, kemudian ia pekerjaan-nya dipindahkan ke bagaian upacara, sebagai pembawa rokok Dalem. Karena pekerjaan demikian itu, ia banyak menyaksikan perundingan yang dilakukan di Balariung. Pada saat Dalem bersama para pembesar negeri mengadakan perundingn tentang bagaimana sikap terhadap Sutawijaya Mataram yang baru dinobatkan, diambil keputusan untuk bersikap sebagai negara yang tidak mempunyai hubungan apa pun dengan Mataram.

Raden Yogaswara kemudian diketahui oleh Dalem bahwa ia memiliki kepandaian baca tulis, suatu kepandaian yang jarang dipunyai pada masa itu. Karena kepandaiannya dan kejujurannya, kemudian raden diangkat menjadi Mantri Jero yang bertugas mengurus segala sesuatu tentang rumah tangga Dalem. Timbul iri hati dari pegawai-pegawai lain yang sudah lama bekerja, terutama dari Anggataruna yang menjadi bendaharawan Dalem yang dahulu mengangkat Raden Yogaswara jadi tukang kuda.

Timbul kejadian alam yang menggentarkan hati, yaitu tampaknya bintang kukus (bintang berasap) yang dianggap sebagai pertanda akan datang peperangan, hujan angin yang sangat besar sebagai tanda akan datang bahaya, dan beringin patah dahannya sebagai tanda penguasa akan kehilangan wibawa. Pada saat itu Sutawijaya dari Mataram sedang giat melakukan peperangan untuk menaklukan negara-negara tetangga. Diperoleh kabar tentara Mataram sudah datang ke daerah Kawasen yang berdekatan dengan Negara Tengah.

Mantri Jero mengepalai 200 orang prajurit ke medan perang. Dalam peperangan itu Mantri Jero luka parah, sedangkan prajurit hampir seluruhnya gugur. Setelah peris-tiwa itu, Dalem mengungsi ke dalam hutan rimba. Ketika akan menyeberangi sungai yang sedang banjir, rombongan pengungsi ini mendapat pertolongan dari ikan lubang yang menjadi jembatan penyeberangan, sehingga rombongan itu selamat tidak terkejar oleh musuh. Negara Tengah menjadi daerah kekuasaan Mataram. Dalem kembali ke ibu kota dan memerintah atas nama Sultan Mataram. Pada saat Dalem akan pergi ke Mataram, seluruh isi keraton diserahkan oleh Dalem kepada Mantri Jero. Hal itu menimbulkan iri hati yang makin besar pada Anggataruna.

Dalem mempunyai seorang selir bernama Ratna-wulan, asal dari Suniawenang. Dalam suatu percakapan Raden Yogaswara membuka rahasia pribadinya kepada Ratnawulan bahwa sebenarnya ia adalah anak Raden Wira-utama, kakanda Dalem Suniawenang yang sekarang ternyata bahwa Ratnawulan adalah bibi Raden Yogaswara, sebab Ratnawulan adik ibundanya. Karena sangat bergembira, Ratnawulan merangkul Raden Yogaswara sambil menangis. Hal itu diketahui oleh beberapa abdi istana, dan kemudian tersebar menjadi desas-desus bahwa Raden Yogaswara berbuat yang tidak senonoh dengan selir Dalem. Angga-taruna menggunakan hal itu untuk menjatuhkan raden Yogaswara. Ia mengirimkan surat kepada Dalem memberita-hukan peristiwa itu.

Setelah Dalem tiba di Negara Tengah, lalu diadakan pemeriksaan untuk memperoleh bukti-bukti sebab Dalem masih ragu-ragu akan kebenaran berita itu. Sementara Raden Yogaswara ditugaskan pergi ke Pasir Uncal untuk meninjau keadaan rusa yang sengaja dipelihara di bukit itu. Raden Yogaswara pergi ke sana dikawal oleh dua orang gulang-gulang. Gulang-gulang itu mendapat pula tugas rahasia dari Anggataruna untuk membunuh Raden Yogaswara. Pada suatu malam Raden Yogaswara Raden Yogaswara bercerita tentang kehidupan Sang Bidha kepada kedua pengawal itu dengan mengungkapkan bahwa hidup di nunia itu sebentar saja, dan karena itu haruslah kita bersedia untuk menghadapi kehidupan ahirat. Kedua pengawal itu sangat terpengaruh oleh isi cerita itu, lalu mereka membukakan rahasia bahwa sebenarnya mereka ditugaskan oleh Anggataruna untuk membunuh Raden Yogaswara. Sadarlah Raden Yogaswara bahwa dirinya sedang menjadi persoalan. Bulatlah hatinya untuk menerima apa pun yang terjadi, dan ia bertekad tidak akan membukakan rahasia siapa dia sebenarnya, walaupun hal itu berarti ia tidak dapat menjelaskan hubu- ngannya dengan Ratnawulan. Dalam kunjungan ke Pasir Uncal itu diketahui kecurangan Anggataruna, yaitu ia menyembunyi-kan kerbau dan domba milik Dalem di suatu perternakan dalam hutan, dan sering menyuruh menangkap rusa tanpa sepengetahuan Dalem.

Dalem disertai Patih, Jaksa, Kaliwon, Jurusimpen dan Penghulu mengadakan pemeriksaan kepada para saksi. Dari pemeriksaan itu ternyata Raden Yogaswara tidak dapat dibuktikan bersalah. Akan tetapi walaupun demikian untuk menghilangkan keragu-raguan pada hati rakyat banyak diputuskan akan dilakukan pengujian menurut kebiasaan yang lazim di Negara Tengah, yaitu Raden Yogaswara harus menyelam di sebuah lubuk, yaitu di Leuwi Panereban untuk mengetahui apakah ia bersalah atau tidak.

Raden Wirautama beserta istrinya yang mendengar berita dari Ki Bulus perihal anaknya, berangkat ke ibu kota. Dalam perjalanan mereka menemui Kiai Abdul Mugni. Ternyata bahwa Kiai Abdul Mugni itu adalah saudaranya yang juga melarikan diri dari Suniawenang karena hidupnya terancam, sebab dialah yang dahulu memberitahukan kepada Raden Wirautama bahwa Dalem Suniawenang akan menangkapnya. Mereka semua juga Nyi Halimah, lalu pergi bersama-sama ke ibu kota. Kepada Dalem Negara Tengah Raden Wirautama membukakan rahasia pribadinya. Walau-pun itu mengandung resiko tetapi demi kepentingan anaknya dilakukannya juga.

Pada hari yang telah ditetapkan, para pembesar dan rakyat Negara Tengah pergi ke lubuk tempat pembuktian dosa itu. Raden Yogaswara harus menyelam, sementara itu sebuah tempurung yang telah dilubangi diletakkan di permukaan air. Ternyata Raden Yogaswara masih tetap me-nyelam pada waktu tempurung penuh air dan dan tenggelam. Hal itu dianggap menjadi bukti bahwa ia bersih dari kejahatan yang didesas-desuskan itu. Raden Yogaswara sela-mat dari hukuman mati. Pada waktu itu juga Anggataruna yang telah menyebarkan fitnah itu ditangkap dan dipenjara-kan.

Dalem Suniawenang yang menerima kabar dari Dalem Negara Tengah datang ke Negara Tengah untuk me-njempit Raden Wiriautama. Dalem Suniawenang meminta maaf kepada kakaknya itu dan menyatakan penyesalan atas segala tindakannya yang dilakukan karena hasutan orang lain. Raden Wirautama sekeluarga, demikian pula Kiai Mugni sekeluarga pulang ke kampung halamannya di Suniawenang yang telah lama dirindukan. Anggataruna diu-sir dari Negara Tengah setelah mendapat keringanan hukum-an atas usul Mantri Jero. Raden Yogaswara dikawinkan kepada Nyi Halimah, pangkatnya naik menjadi kepala cutak dan hidup berbahagia.

Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive