Si Paga

(Cerita Rakyat Daerah Bangka Belitung)

Alkisah, ada seorang laki-laki muda bernama Si Paga. Dia bertubuh relatif kecil dibanding laki-laki lain seusia dengannya. Tetapi dibalik tubuh kecil itu tersimpan nyali yang luar biasa. Suatu hari dia datang ke Desa Penyak di Pulau Bangka dan memutuskan menetap walau situasinya tidak mendukung. Desa Penyak kerap disatroni kawanan perampok yang membuat warga hidup dalam ketakutan.

Ketakutan bukan hanya berasal dari kawanan perampok. Warga Desa Penyak juga takut pada sebuah hutan yang berada tidak jauh dari pemukiman. Hutan itu dipercaya sangat angker tempat hunian hantu, jin, dedemit, kalongwewe, dan sebangsanya. Siapa pun yang berani masuk akan berakhir dengan kematian di tangan makhluk-makhluk gaib tersebut.

Sebagai warga baru Si Paga tentu diberi peringatan oleh penduduk tempatan akan keadaan Desa Penyak. Namun, entah mengapa, dia malah berniat masuk hutan dan hendak membuka lahan garapan. Padahal, sejatinya masih banyak lahan kosong di sekitar kampung yang dapat dia garap menjadi lahan pertanian tanah kering.

Setelah semua peralatan pembuka lahan dan perbekalan disiapkan Paga mulai aksinya dengan memasuki hutan. Sampai di bagian landai di tengah hutan dia mulai menebang pepohonan. Beberapa minggu kemudian, setelah pepohonan besar berhasil ditebang, giliran sebam belukar dibersikan, ditumpuk, dan dibakar sebagai pupuk. Selama masa tanam berminggu-minggu Paga tidur di sekitar ladang dengan membangun sebuah pondok kecil.

Semasa berada di ladang inilah warga masyarakat Desa Penyak heboh. Kehebohan bukan lantaran Si Paga yang masuk hutan angker dan belum kembali, melainkan ada kabar angin yang menyatakan bahwa kawanan perampok sadis akan menyatroni desa. Mereka dikenal tidak hanya merampas harta benda, melainkan juga menculik orang-orang tertentu untuk dijadikan budak belian.

Penduduk yang tidak mau menjadi korban segera mengungsi ke tempat aman. Berbondong-bondong mereka pergi membawa harta benda, baik berupa barang maupun hewan ternak. Hanya harta benda yang tidak dapat dibawa, diangkat, atau telah rusak saja yang ditinggalkan dan dibiarkan begitu saja.

Beberapa minggu setelah seluruh penduduk mengungsi datanglah kawanan perampok yang dipimpin oleh seorang bengis bernama Si Biru. Baru juga sampai dia langsung mencak-mencak karena tidak menemukan seorang pun penduduk beserta harta benda berharga mereka. Desa Penyak telah kosong layaknya desa mati terbengkalai. Sambil bersungut-sungut Si Biru memerintahkan anak buahnya membumi hanguskan Desa Penyak sebelum mereka kembali ke perahu. Adapun letak perahunya berada di sungai besar di dalam hutan angker.

Ketika masuk hutan, secara tak sengaja mereka dilihat oleh Si Paga yang sedang menjaga ladangnya. Curiga akan kedatangan orang-orang tak dikenal dia lalu membuntuti hingga ke tempat perahu ditambatkan. Sebelum para perompak naik perahu tiba-tiba dia berteriak lantang mencoba menghentikan mereka.

Melihat si penantang hanyalah seorang pemuda kurus kecil, Si Biru hanya tersenyum simpul meremehkan. Dia lantas memerintah anak buahnya berbaris membentuk sebuah lingkaran besar mengelilingi Si Paga. Selanjutnya, dia masuk ke dalam lingkaran sambil membawa sebilah pedang panjang dan langsung menyerang.

Tanpa disangka serangan Si Biru dapat ditangkis dengan mudah. Sebaliknya, serangan balik Si Paga dengan hanya menggunakan tangan kosong bersarang di ulu hati hingga pemimpin perampok itu jatuh terjerembab dan pingsan seketika.

Para perompak hanya dapat melongo melihat sang pemimpin tidak berkutik di tangan Si Paga. Mereka sadar bahwa Si Paga bukanlah orang sembarangan. Oleh karena itu, mereka lantas meletakkan senjata dan menyatakan tunduk pada Si Paga. Sang pemimpin yang kemudian disadarkan juga akhirnya tunduk serta bertobat tidak akan melakukan kejahatan lagi.

Diceritakan kembali oleh Gufron
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pijat Susu

Archive