(Cerita Rakyat Daerah Kalimantan Timur)
Alkisah, ada sebuah desa yang dipimpin oleh seorang bernama Jalung Sigau Belawan. Dia hanya memiliki seorang adik perempuan bernama Bungan Sigau Belawan. Parasnya sangat cantik jelita sehingga banyak laki-laki yang melihat akan langsung terpana. Mereka berusaha memilikinya walau dengan cara yang tidak semestinya.
Hal ini terjadi ketika Jalung sedang tidak berada di rumah. Bungan yang ditinggal seorang diri diculik oleh dua orang pemuda tanpa ada seorang pun warga desa yang mengetahuinya. Dia dibawa ke sebuah pondok di tengah hutan lalu diperkosa oleh salah seorang di antaranya. Usai melampiaskan hasrat bejatnya mereka meninggalkan Bungan begitu saja di dalam pondok.
Begitu pulang ke rumah, Jalung segera menginterogasinya. Dan, setelah Bungan menceritakan secara detial apa yang dialami, Jalung marah bukan kepalang. Dia segera mencari kedua pemuda itu guna membalas dendam. Namun sayang, tidak ada yang mengenalnya. Bahkan, Bungan sendiri juga tidak mengenal pemuda yang telah memperkosanya.
Jalung yang tidak mau namanya tercoreng kemudian membuat sebuah keputusan berat bagi adik semata wayangnya itu. Di depan orang banyak, walau dengan berat hati, dia mengusir Bungan Sigau Belawan keluar dari desa. Adapun alasannya adalah agar kesucian desa tetap terjaga. Apabila Bungan tetap berada di desa, dikhawatirkan akan terjadi malapetaka bagi warga.
Setelah diusir, Bungan pergi menuju hutan belantara. Dia berjalan tak tentu arah hingga menjelang malam. Oleh karena hari sudah mulai gelap dan tidak dapat melihat jelas dia memutuskan beristirahat di bawah sebuah pohon tua nan rindang. Tidak lama berselang Bungan tertidur hingga matahari terbit di ufuk timur.
Ketika bangun, dia dikejutkan oleh seorang tua berambut putih dan berjengot tebal yang berdiri di hadapannya. Sang kakek menanyakan apa yang sedang dilakukan Bungan di hutan belantara ini. Mengapa dia hanya seorang diri tanpa ada orang lain yang menemani. Apakah dia tidak tahu kalau hutan ditinggali banyak binatang buas.
Rentetan pertanyaan kakek yang tampak baik hati membuat keterkejutan serta ketakutan Bungan menjadi sirna. Dia kemudian menceritakan bagaimana kisahnya hingga sampai berada di dalam hutan seorang diri. Dia tidak tahu harus ke mana dan berbuat apa karena selama hidup tidak pernah berada dalam situasi semacam ini.
Mendengar penjelasan Bungan, Sang kakek terdiam sejenak. Tidak lama setelahnya, entah dari mana, dia memberikan seekor siput pada Bungan Sigau Belawan. Dia mengatakan bahwa siput itu harus dijaga baik-baik karena akan menolong Bungan. Selain siput, dia juga mengatakan bahwa Bungan akan selalu dilindungi oleh Dewa Bungan Malam.
Setelah menerima siput Bungan meminta izin pada Sang Kakek meneruskan perjalanan mencari tempat yang sesuai guna melanjutkan hidupnya. Dia berjalan menuju arah barat menempuh bukit dan lembah hingga tiba di sebuah padang rumput yang sangat luas. Namun, ketika hendak beristirahat di salah satu pohon rindang yang berada di sana tiba-tiba datang seekor ular sanca hendak membelitnya.
Merasa tidak dapat melarikan diri karena tubuhnya terlalu letih, Bungan diam saja. Dia hanya mengeluarkan siput pemberian Sang Kakek sebagai usaha terakhir menghalau sang ular. Ajaibnya, setelah siput di keluarkan sejurus setelahnya ada seekor burung enggang terbang rendah mengitari Bungan.
Sambil terbang, burung enggang mengatakan bahwa dia diutus oleh Dewa Bungan Malam guna menolong Bungan. Dia lalu meminta Bungan agar naik dan duduk di atas batu besar yang ada di hadapannya. Setelah Bungan duduk tiba-tiba saja batu itu bergerak meninggi sehingga sang ular tidak dapat menggapainya dan berlalu dari hadapan Bungan.
Setelah ular berlalu batu besar yang diduduki Bungan secara perlahan kembali seperti semula. Bungan berterima kasih pada burung enggang karena telah menolongnya dari ancaman lilitan ular. Dia lalu meminta izin melanjutkan perjalanan dengan tujuan yang tidak ditentukan. Hanya mengikuti kemana kaki melangkah.
Beberapa hari kemudian, Bungan tiba di sebuah anak sungai yang berair sangat jernih sehingga batu-batu yang berada di dasarnya dapat terlihat jelas. Dia mengikuti aliran sungai itu ke arah hilir hingga menjumpai sebuah pondok kecil yang sudah agak rusak. Pemiliknya adalah seorang laki-laki tua.
Sang lelaki tua yang melihat Bungan teramat letih mempersilahkannya masuk ke pondok. Setelah terlihat agak pulih barulah lelaki tua itu bertanya mengapa Bungan sampai di daerah terpencil ini dan mengapa dia hanya seorang diri. Apakah dia sedang melarikan diri karena terlibat suatu masalah.
Pertanyaan Sang lelaki tua dijawab sama seperti dia menjawab Sang kakek berjenggot pemberi siput. Dia memulai ceritanya mulai dari dibawa oleh dua orang pemuda tidak dikenal, diperkosa, dan akhirnya diusir oleh kakaknya sendiri karena dianggap suatu aib dan dapat mengakibatkan malapetaka bagi warga desa.
Penjelasan tadi membuat Sang lelaki tua trenyuh. Dia mempersilahkan Bungan untuk tinggal di rumahnya. Tetapi dia tidak menjanjikan sesuatu yang mewah selama Bungan tinggal di rumahnya. Sebab, dia sendiri serba kekurangan. Untuk makan pun dia hanya bergantung pada kemurahan alam di sekitarnya.
Bungan menerimanya dengan senang hati. Pikirnya, daripada hidup tak tentu arah, lebih baik tinggal bersama Sang lelaki tua yang terlihat baik hati. Untuk makan sehari-hari dia dapat membantu mencarinya di sekitar hutan. Selain itu, sungai yang tadi disusurinya juga terlihat memiliki banyak sekali ikan guna memenuhi kebutuhan protein mereka.
Tidak lama Bungan tinggal di pondok itu perutnya menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Beberapa bulan setelahnya dia melahirkan seorang bayi laki-laki. Dia diberi nama Lencan Mepan Uyan Turan yang berarti tidak memiliki ayah. Selama tinggal di pondok, hanya Sang lelaki tua yang mengetahui keberadaan Bungan dan anaknya. Berkat siput ajaib yang dimiliki, mereka dapat menghilang bila ada orang yang datang ke pondok. Begitu seterusnya hingga Sang bayi tumbuh menjadi anak yang ceria, lincah dan mandiri.
Suatu hari dia pamit pada Sang ibu untuk mandi di sungai. Penasaran dengan apa yang akan diperbuat Sang Anak, Bungan mengikutinya ke sungai. Sampai di sungai dia melihat dua orang pemuda yang sedang menjala ikan mendekati Lencan. Namun, ketika mereka akan mengajaknya bicara Lencan bergegas lari menuju pondok.
Melihat Lencan lari menuju pondok mereka lalu mengikutinya. Mereka heran bagaimana mungkin Sang lelaki tua memiliki cucu. Padahal, selama bertahun-tahun dia hidup seorang diri. Tidak ada sanak kerabatnya yang tinggal di sekitar pondok. Apabila ada seorang anak di dalam pondok pastilah ada ibunya.
Saat bertemu Sang lelaki tua mereka langsung menanyakan keberadaan Lencan. Sang lelaki tua tentu saja menjawab bahwa tidak ada orang di dalam pondok kecuali dirinya. Bila tidak percaya, dia mempersilahkan kedua pemuda pencari ikan untuk mencarinya di dalam pondok. Dia tahu kalau Lencan dan ibunya telah menghilang berkat bantuan siput ajaib.
Penjelasan lelaki tua itu tidak begitu saja mereka terima. Tetapi untuk menghormatinya, mereka hanya mengangguk-angguk kemudian pamit. Malam harinya, dengan mengendap-endap mereka mendatangi lagi pondok guna menyelidiki dan membuktikan keberadaan Lencan. Menjelang subuh barulah ada tanda-tanda pergerakan orang di dalam pondok. Dari celah-celah dinding anyaman bambu mereka melihat Bungan dan Lencan sedang berada di dapur. Bungan menanak nasi sedangkan Lencan duduk di samping menemani.
Tanpa basa-basi kedua pemuda tadi langsung membuka pintu dapur yang tidak pernah dikunci. Mereka langsung menginterogasi anak-beranak itu. Disaksikan oleh Sang lelaki tua yang juga terbangun mendengar suara berisik dari arah dapur, Bungan kemudian menceritakan semua hal yang dialaminya.
Terkejut akan pengakuan Bungan, salah seorang dari mereka lalu mengakui bahwa dialah orang yang telah memperkosanya. Pemuda itu kemudian bersujud memohon maaf atas perbuatannya. Bila Bungan memaafkan dia bersedia bertanggung jawab menjadi suami sekaligus ayah Lencan.
Bungan rupanya mau memaafkan Sang pemuda. Tetapi permintaan maaf juga harus ditujukan pada Jalung Sigau Belawan agar kedudukannya pulih dan ketenteraman desa kembali seperti semula. Apabila Sang pemuda benar-benar tulus, maka dia akan berani datang dan menemui Jalung Sigau Belawan.
Sang lelaki tua yang dari tadi diam saja mulai angkat bicara. Dia bersedia menjadi mediator antara Sang pemuda dengan Jalung Sigau Belawan. Apabila Sang pemuda sendiri yang datang dikhawatirkan akan terjadi perkelahian sebab dialah yang menjadi penyebab diusirnya Bungan Sigau Belawan dan merendahkan martabat Jalung Sigau Belawan.
Singkat cerita, Bungan dan Sang pemuda setuju dimediasi oleh Sang lelaki tua. Keesokan harinya mereka berangkat menemui Jalung Sigau Belawan. Ketika bertemu rupanya kemarahan Jalung sudah reda tergantikan oleh rasa rindu yang teramat sangat pada Bungan. Oleh sebab itu, ketika dimediasi oleh Sang lelaki tua dia menerima permintaan maaf Sang pemuda dengan ikhlas. Selanjutnya, pernikahan pun dilangsungkan dengan sangat meriah. Bungan, Sang pemuda, dan Lencan Mepan Uyan Turan hidup bahagia bersama sanak kerabatnya.
Diceritakan kembali oleh gufron