(Cerita Rakyat Daerah Jawa Tengah)
Alkisah, di Kerajaan Jenggala ada seorang putra mahkota bernama Raden Putra. Dia memiliki seorang istri bernama Candra Kirana yang terkenal di seantero kerajaan memiliki paras sangat cantik. Namun, kehidupan harmonis suami-istri ini rupanya tidak berlangsung lama yang disebabkan oleh kehendak Sang Raja agar Raden Putra menggantikan kedudukannya. Bukannya senang, dia malah menolak dan pergi begitu saja dari istana.
Candra Kirana yang tidak diajak tentu menjadi sedih. Dia pun memutuskan meninggalkan istana juga guna mencari Raden Putra. Di perjalanan dia bertemu seorang janda kaya bernama Mbok Randa Kawulusan yang telah memiliki tiga orang anak perempuan bernama Kleting Abang, Kleting Wungu, dan Kleting Biru.
Oleh karena merasa kasihan melihat Candra Kirana seperti orang bingung yang tidak tahu harus berbuat apa, dia lalu mengajaknya pulang ke rumah. Selang beberapa waktu, Mbok Randa Kawulusan mengangkatnya menjadi anak keempat. Setelah diangkat anak Candra Kirana diberi nama baru yaitu Kleting Kuning.
Pengangkatan anak ini tentu saja membuat anak-anak kandung Mbok Randa Kawulusan menjadi iri. Rasa iri bukan disebabkan takut Kleting Kuning akan mendapat waris seperti mereka, melainkan karena kecantikannya yang luar biasa. Mereka takut kalau para pemuda akan selalu tertuju pada Kleting Kuning.
Walhasil, Kleting Kuning jadi bahan bulian saudara-saudara angkatnya. Dia diberi pakaian kumal alias lusuh layaknya seorang gelandangan. Selain itu, dia juga diharuskan mengerjakan seluruh pekerjaan rumah mulai dari menyapu hingga mencuci pakaian saudara-saudaranya. Semua ini tidak diketahui oleh Mbok Randa Kawulusan karena sibuk mengurusi bisnisnya.
Suatu hari Mbok Randa Kawulusan berniat menjodohkan salah satu anak mereka dengan anak angkat Mbok Randa Dadapan yang bernama Ande Ande Lumut. Di Desa Dadapan dia terkenal sebagai seorang pemuda gagah dan sangat tampan. Sudah banyak para orang tua datang ke Mbok Randa Dadapan guna menjodohkan putri mereka namun belum ada satu pun yang diterima.
Agar mengena di hati Mbok Randa Dadapan, Mbok Randa Kawulusan menerapkan strategi berbeda. Dia memerintahkan ketiga anaknya pergi menemui Mbok Randa Dadapan. Sebelum pergi, Kleting Abang, Kleting Wungu, dan Kleting Biru diharuskan mengenakan pakaian yang terindah agar dapat menarik perhatian Mbok Randa Dadapan dan Ande Ande Lumut.
Namun, sebelum sampai di rumah Mbok Randa Dadapan rupanya ada sebuah sungai besar, lebar, dan dalam yang harus mereka lewati. Ketiganya bingung bagaimana cara menyeberanginya. Tidak ada satu sampan pun yang dapat mereka gunakan untuk sampai ke Desa Dadapan.
Di tengah kebingungan itu, tiba-tiba muncul seekor kepiting raksasa bernama Yuyu Kangkang dari tengah sungai. Dia menghampiri ketiga gadis itu dan menawarkan bantuan guna menyeberang. Tetapi bantuan yang akan diberikan tidaklah bersifat cuma-cuma, melainkan ada syaratnya, yaitu mereka harus mau mencium dan dicium oleh Yuyu Kangkang.
Oleh karena sudah tidak ada jalan lain, ketiga adik-beradik itu menyetujui syarat yang diminta Yuyu Kangkang. Sampai di seberang mereka lalu mencium dan dicium oleh Yuyu Kangkang. Mereka tidak sadar kalau Ande Ande Lumut yang sedang memancing ikan melihat hal tersebut. Akibatnya, sampai di rumah Mbok Randa Dadapan ketiganya pun ditolak dengan alasan tidak dapat menjaga kehormatan karena mau mencium dan dicium Yuyu Kangkang.
Di lain tempat, Kleting Kuning yang mengetahui ketiga kakaknya pergi untuk bertemu Ande Ande Lumut lantas memohon izin pada ibu angkatnya guna menyusul mereka. Pikirnya siapa tahu Anda Ande Lumut adalah Raden Putra. Sebab, ciri-ciri yang dibicarakan orang mirip dengan suaminya tersebut.
Melihat penampilan Kleting Kuning yang tampak lusuh dan berbau tidak sedap, bukannya merestui Mbok Randa Kawulusan malah mencibirnya. Dia mengatakan bahwa Kleting Kuning tidak layak bersaing dengan ketiga kakaknya. Walau kalah cantik, mereka memiliki penampilan yang meyakinkan karena ditunjang oleh perhiasan dan pakaian yang mahal dan indah.
Cibiran Mbok Randa Kawalusan tidak dihiraukan Kleting Kuning. Dia tetap merengek ingin menyusul Kleting Abang, Kleting Wungu, dan Kleting Biru. Mbok Randa pun akhirnya mengizinkan walau dalam hati tertawa melihat perempuan lusuh ingin bersaing dengan kakak-kakaknya yang didandani moncer.
Sampai di tepi sungai dia juga menemui hal sama seperti ketiga kakaknya. Pertama, tidak menemukan satu pun alat transportasi yang dapat dipakai menuju Desa Dadapan. Kedua, didatangi Yuyu Kangkang yang menawarkan jasa “penyeberangan” dengan “bayaran” dicium dan mencium. Kepiting raksasa itu tidak peduli bagaimana bentuk fisik perempuan yang akan diciumnya.
Tanpa disangka, Kleting Kuning menolak tawaran Yuyu Kangkang. Dia mengusir Sang kepiting agar kembali ke tengah sungai lalu mengeluarkan jimat sakti berupa sebuah lidi. Selanjutnya, lidi itu dipukulkan pada air sungai yang membuatnya mendadak menjadi surut.
Yuyu Kangkang yang tidak bisa hidup tanpa air tentu saja kelabakan. Dia memohon agar Kleting Kuning mengembalikan kondisi air sungai seperti semula. Sebagai imbalannya dia akan menyeberangkan Kleting Kinung tanpa meminta dicium dan mencium.
Singkat cerita, volume air sungai dikembalikan seperti semula dan Kleting Kuning dapat menyeberang dengan selamat. Sesampai di Desa Dadapan dia mendapati ketiga kakaknya sedang bermurung muka karena ditolak mentah-mentah oleh Ande Ande Lumut. Padahal, ketiganya sudah tampil habis-habisan guna menggaet hati Ande Ande Lumut.
Di saat yang sama Ande Ande Lumut langsung menghampiri Kleting Kuning ketika sedang berhadapan dengan para kakaknya. Entah mengapa dia merasa ada “sesuatu” pada diri perempuan lusuh dan berbau tidak sedap itu. Dalam benaknya, pasti perempuan itu sangat tangguh berpendirian. Jadi, kecil kemungkinan bila mau dicium oleh Yuyu Kangkang.
Setelah berhadapan dan menelisik ciri-ciri fisik Ande Ande Lumut, yakinlah Kleting Kuning bahwa dia adalah Raden Putra. Kleting Kuning pun kemudian membuka penyamarannya dan menyatakan bahwa dia adalah Candra Kirana. Demikian pula Ande Ande Lumut. Mengetahui bahwa dihadapannya adalah Sang istri Candra Kirana, dia juga membuka penyamaran dengan menyatakan diri sebagai Raden Putra, Sang Pangeran Kerajaan Jenggala. Mereka pun kemudian berkumpul kembali sebagai suami-istri dan hidup bahagia hingga akhir hayat.
Diceritakan kembali oleh Gufron