Kisah Ayam Hutan

(Cerita Rakyat Daerah Jawa Timur)

Alkisah, di sebuah kampung ada seekor ayam betina yang bertelur banyak. Beberapa minggu setelah dierami telur-telur menetas menjadi belasan ekor anak ayam. Ajaibnya, seluruh telur yang menetas berjenis kelamin jantan. Hal ini membuat dia menjadi sedih. Mengapa komposisi jenis kelamin seluruhnya jantan. Tidak ada seekor pun betina yang menetas dari telurnya.

Selang beberapa minggu kemudian seekor anaknya bertanya mengapa Sang ibu selalu murung. Bukankah seharusnya dia senang karena anak-anak akan menjadi jago semua. Apabila mereka besar dapat menjadi pelindung Sang ibu bila ada manusia atau binatang lain yang datang mengganggu.

Pertanyaan tadi dijawab Sang induk ayam dengan berkata sebaliknya. Oleh karena seluruh anak terlahir jantan, dia khawatir apabila nanti sudah besar akan dijadikan sebagai ayam jago aduan oleh pemiliknya. Kaki mereka akan dipasangi pisau sebagai senjata untuk bertarung, baik itu dengan ayam milik orang lain ataupun dengan saudara-saudaranya sendiri. Dan, apabila sudah dipertarungkan, umumnya akan ada salah satu ayam yang harus mati.

Mendengar penjelasan Sang ibu, anak ayam yang lain pun bertanya apakah semua ayam jantan akan menjadi jago aduan. Sebab, ada ayam jantan yang tidak bisa berkelahi. Selain itu, ada pula yang penampilannya tidak sempurna dan tidak layak dijadikan sebagai jago aduan. Bagi kategori ayam yang seperti itu kemungkinan akan dibiarkan saja berkeliaran hingga mati dengan sendirinya.

Sang ibu tertawa kecut (ayam bisa ketawa gitu?) mendengar pertanyaan sekaligus terawangan anaknya. Dia pun menjelaskan bahwa apabila ada ayam jantan yang takut berkelahi atau bentuk fisiknya tidak mencerminkan sebagai jago aduan, maka tidak akan dibiarkan bebas berkeliaran begitu saja. Nasibnya bahkan bisa lebih menyedihkan ketimbang diadu dengan jago lain, yaitu dijadikan hidangan oleh pemiliknya.

Anak-anak ayam yang semula ribut menjadi terdiam mendengar penjelasan Sang ibu. Mereka merasa seperti makan buah simalakama. Apabila tumbuh dewasa dan menunjukkan kejantanan sebagai ayam jago, sudah pasti nantinya akan diadukan dalam pertarungan hidup-mati dengan jago lain. Sementara bila menjadi ayam jago lemah, maka perjalanan hidup akan berakhir di penggorengan.

Di tengah keheningan suasana, tiba-tiba ada seekor anak menyeletuk keluarkan sebuah ide. Dia berusul agar tidak menjadi hidangan atau benda aduan, alangkah baiknya bila menyingkir dari kehidupan manusia. Hidup mandiri tanpa bergantung pada manusia mungkin lebih bahagia walau makanan tidak selalu tersedia. Hutan merupakan tempat paling sesuai karena relatif bebas jangkauan manusia.

Walau terkesan sembarangan, usulan anak ayam ternyata masuk akal bagi Sang ibu dan saudara-saudaranya. Mereka juga berpikiran lebih baik hidup merdeka ketimbang bergantung pada manusia. Oleh karena itu, mereka kemudian bermusyawarah menentukan waktu yang cocok guna meloloskan diri dari kandang tanpa diketahui pemiliknya.

Setelah terjadi kesepakatan, tepat tengah malam ketika Sang pemilik dan sebagian besar warga kampung tertidur lelap, anak-beranak ayam itu menyelinap keluar kandang menuju hutan. Sampai di tengah hutan lalu berpencar mencari makan sendiri-sendiri. Dan, hingga sekarang keturunan mereka tetap hidup di hutan yang oleh masyarakat disebut “ayam hutan”.

Diceritakan kembali oleh Gufron
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pocong Gemoy

Archive