Aji Putri Bidara Putih

(Cerita Rakyat Daerah Kalimantan Timur)

Alkisah, dahulu di daerah Muara Kaman ada seorang raja yang adil dan bijaksana. Dia mempunyai seorang permaisuri yang cantik jelita. Namun, walau telah menikah selama belasan tahun mereka belum juga dikaruniai momongan. Oleh karena itu, setiap tahun mereka mengadakan belian dan bedewa dengan tujuan agar dikaruniai anak oleh dewa. Setelah belasan kali berbelian dan bedewa barulah dewa mengabulkan permintaan mereka. Permaisuri mulai mengandung.

Sembilan bulan kemudian, pada saat bulan purnama Permaisuri melahirkan seorang bayi perempuan. Sebagai bentuk syukur sekaligus ucapan terima kasih pada para dewa, Sang Raja memberikan sejumlah harta bendanya kepada para pertapa serta fakir miskin yang ada di seantero kerajaan. Selain itu, dia juga mengadakan erau selama empat puluh hari empat puluh malam dengan mengundang para raja dari segenap penjuru mata angin.

Usai perayaan erau, konon karena si jabang bayi berdarah putih maka diberi nama Aji Putri Bidara Putih. Dia dirawat dengan penuh kasih sayang oleh Raja dan Permaisuri serta segenap isi istana. Sesuai dengan namanya, dia tumbuh menjadi seorang putri yang sangat cantik. Ketika dewasa, para lelaki di kerajaan terpesona bila melihatnya. Namun mereka sadar bahwa Sang Putri bukanlah orang kebanyakan sehingga hanya sebatas memandang saja tanpa bisa mendekati, apalagi meremas-remasnya ^_^.

Kecantikan paras serta kemolekan tubuh Sang Putri rupanya tidak hanya tersohor di kalangan rakyat kerajaannya saja, melainkan hingga ke kerajaan-kerajaan lain disekitar dan bahkan sampai pula ke negeri Cina. Salah seorang pangeran dari negeri tersebut kemudian datang ke Muara Kaman bersama para pengawalnya hendak menyaksikan kecantikan Sang Putri. Apabila memang benar cantik jelita, dia akan langsung melamar dengan menyerahkan harta-benda berupa empas, perak, dan intan berlian sebagai maharnya.

Sampai di pelabuhan Muara Kaman mereka disambut oleh kegemparan warga setempat yang kaget bukan kepalang melihat armada asing. Mereka mengira armada itu datang untuk berperang sebab kapal yang digunakan dilengkapi dengan senjata untuk berperang. Atas inisiatif warga, salah seorang di antara mereka segera melaporkan kedatangan armada asing itu pada Raja.

Sang Raja kemudian mengumpulkan para hulu balang agar bersiap sedia apabila armada asing itu menyerang. Ketika kapal merapat, yang turun hanya beberapa orang Cina dengan mengenakan pakaian biasa tanpa perlengkapan perang atau semacamnya. Salah seorang dari mereka lalu bertanya pada penduduk dimana letak istana raja. Oleh karena tidak menampakkan tanda-tanda permusuhan, para penduduk pun memberitahukan arah jalan menuju istana raja.

Sampai di istana salah seorang utusan dari armada Cina tadi langsung menyampaikan maksud kedatangan, bahwa pangeran mereka ingin melamar Aji Putri Bidara Putih. Sang Raja tidak menerima lamaran itu begitu saja. Dia ingin melihat siapakah gerangan si pelamar yang oleh utusannya disebut sebagai pangeran. Dia tidak ingin putri sematawayangnya jatuh pada sembarang orang. Oleh karena itu, dia memerintah para utusan Cina kembali ke armadanya untuk memberitahu pangeran mereka agar menghadap.

Tidak berapa lama kemudian datanglah sang pangeran beserta segenap rombongannya. Mereka datang membawa pundi-pundi berisi emas dan benda mewah lain sebagai persembahan. Hal ini tentu saja membuat Raja senang dan langsung menyambut Sang Pangeran dengan hangat. Begitu juga dengan Aji Putri Bidara Putih yang mengintip dari balik tirai. Dia langsung jatuh hati melihat Sang Pangeran yang sangat tampan, berkulit putih serta berperawakan “sixpack” ^_^. Pikirnya, alangkah indah hidup bila Sang Raja menerima pinangan Sang Pangeran untuk dirinya.

Perasaan senang dan gembira Raja serta Aji Putri Bidara Putih hanya berlangsung singkat. Malam hari, saat jamuan makan, perasaan itu langsung berubah akibat adanya perbedaan budaya. Ketika berbagai macam makanan mewah telah dihidangkan, Sang Raja dan segenap isi istana mengharap agar para tamu dari Cina segera memakannya dan memuji kelezatan makanan di istana Raja. Namun yang terjadi sebaliknya, Sang Pangeran menitah salah seorang pengawalnya kembali ke kapal untuk membawa perlengkapan makan yang tidak tersedia di istana.

Saat pengawal menuju kapal, segenap penghuni istana saling berpandangan. Mereka heran dan agak sedikit tersinggung karena tamu belum juga mencicipi makanan yang telah dihidangkan. Padahal, umumnya orang dijamu oleh Raja langsung menyantap makanan yang dihidangkan karena dianggap sebagai anugerah super mewah. Sebab, sangat jarang ada orang yang dijamu kecuali tamu-tamu khusus yang diundang oleh Raja.

Sekembali dari kapal, pengawal itu membawa bungkusan kain berwarna hitam. Ketika dibuka isinya berupa puluhan pasang sumpit sebagai alat makan. Dalam tradisi masyarakat Cina, makan haruslah menggunakan sumpit dan mangkuk. Oleh karena itu, mereka pun meminta mangkuk yang sebenarnya akan digunakan sebagai mencuci tangan alias kobokan. Selanjutnya, mereka makan dengan lahap tanpa merasa canggung atau risih dengan tatapan melongo penghuni istana.

Usai makan mereka berpamitan hendak kembali menuju kapal. Sebelum undur diri Sang Pangeran yang telah melihat kecantikan Aji Putri Bidara Putih mengatakan bahwa semoga Raja mengabulkan permohonan untuk meminang putrinya. Beberapa hari ke depan dia akan mengutus salah seorang pengawal untuk menanyakan apakah lamarannya diterima atau tidak. Apabila diterima, dia akan datang dengan membawa barang hantaran untuk diserahkan pada Raja.

Setelah Sang Pangeran pergi, Aji Putri Bidara Putih mendekati ayahnya lalu berkata bahwa dia malu apabila nanti berjodoh dengan Sang Pangeran. Alasannya, Sang Pangeran beserta para pengikutnya adalah orang-orang liar yang tidak tahu tata krama. Sumpit dan mangkuk kobokan yang digunakan makan merupakan bukti akan tingkah laku mereka. Bagi Aji Putri, percuma kawin dengan orang tampan perkasa namun memiliki tabiat buruk.

Senada dengan Aji Putri, Sang Raja pun menganggap tingkah laku Pangeran Cina dan anak buahnya tidak sopan. Raja dan Aji Putri Bidara Putih melihat hal itu dalam kacamata budayanya sendiri sehingga menganggapnya sebagai tidak sopan, tidak patut, dan tidak tahu diri. Mereka tidak tahu kalau adat makan orang Cina yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya mengenai tata cara makan yang benar adalah seperti itu.

Ketidaktahuan akan adanya budaya lain itulah yang kemudian menjadi malapetaka. Aji Putri Bidara Putih tidak mau berjodoh dengan Pangeran Cina. Apabila mereka tidak terima dan merasa terhina lalu menginginkan perang, Aji Putri Bidara Putih sendiri yang akan melawannya. Dia meminta Sang Raja mengumpulkan seluruh hulubalang dan segenap rakyat agar bersiap-siap apabila terjadi peperangan.

Singkat cerita pinangan ditolak sehingga Pangeran Cina marah dan memproklamirkan perang. Pagi-pagi buta mereka sudah menyerang istana menggunakan senjata tempur yang sebelumnya telah dipersiapkan di kapal. Di lain pihak, bersama rakyat dan para hulubalang Aji Putri Bidara Putih telah bersiap di dalam benteng istana. Setelah saling berhadapan, peperangan tidak dapat dihindarkan lagi. Kedua belah pihak sama-sama tidak mau mundur sehingga banyak terjadi pertumpahan darah selama beberapa hari.

Oleh karena karena kalah dalam persenjataan, walau jumlah rakyat Muara Kaman lebih banyak mereka akhirnya terkepung di dalam benteng istana. Raja yang mulai gusar kemudian masuk ke sebuah ruangan khusus tempat dia biasa bersemedi. Di ruang itu dia berdoa memohon pada dewata agar rakyatnya dapat melepaskan diri dari pasukan Pangeran Cina.

Sejurus selepas memanjatkan doa, dari arah danau di belakang istana tiba-tiba muncul ratusan ribu lipan berwarna hitam legam yang marayap cepat menuju pasukan Pangeran Cina. Mereka menggigit anggota tubuh pasukan Pangeran Cina hingga tewas menggelepar. Sementara sisa pasukan yang tersisa (termasuk Sang Pangeran Cina) lari tunggang langgang menuju kapal. Dengan demikian, terbebaslah rakyat Muara Kaman dari ancaman pemusnahan pasukan Pangeran Cina. Dan, sebagai ucapan terima kasih, lokasi “pasukan lipan” muncul oleh masyarakat kemudian dinamakan sebagai Danau Lipan.

Diceritakan kembali oleh Gufron
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pocong Gemoy

Archive