Tadu lada (bahasa Sahu) dapat diartikan sebagai “tanduk di bawah”. Permainan ini diberi nama demikian karena seakan-akan pemain akan saling menanduk lawan mainnya. Permainan tadu lada terdapat di Pulau Halmahera, tepatnya di Kecamatan Sahu, Propinsi Maluku Utara, Indonesia. Asal usul permainan ini sudah tidak dapat diketahui lagi. Namun, menurut penuturan para orang-orang tua di sana permainan itu sudah ada sebelum terjadinya perang Benua dan perang Jailolo pada tahun 1914.
Pemain
Permainan Tadu lada hanya dikhususkan bagi kaum pria, dengan ketentuan bahwa ia harus mengetahui syarat-syarat bagi seorang pemain dan tidak membahayakan teman/lawan mainnya. Pemain tidak ditentukan harus dari dalam desa, melainkan juga boleh dari desa-desa tetangga atau dari daerah lain. Jumlah pemainnya 2 orang (satu pasang). Dalam satu permainan dapat diikuti oleh dua atau tiga pasang sekaligus. Selain adanya pemain, ada pula seorang wasit dan seorang pembantu wasit (yang diambil dari para penonton) yang akan mengawasi jalannya permainan agar permainan berjalan sesuai dengan peraturan dan tidak ada pemain yang cedera.
Tempat dan Peralatan Permainan
Arena permainan tadu lada berbentuk persegi empat, dengan luas sekitar 8x10 meter. Dengan ukuran yang relatif kecil, maka tadu lada dapat dimainkan di halaman rumah, halaman rumah adat, ataupun di tanah kosong yang agak lapang. Dahulu, permainan ini biasanya diadakan pada malam hari pada waktu bulan purnama. Namun, dewasa ini dapat dimainkan pada waktu siang atau sore hari. Tadu lada tidak memerlukan peralatan penunjang permainan, karena hanya menggunakan tangan dan kekuatan fisik pemain untuk dapat membanting atau menanduk lawan mainnya.
Aturan dan Proses Permainan
Aturan permainan ini hanya satu, yaitu seorang harus membanting atau menanduk lawan mainnya hingga terjatuh dan tidak berdaya lagi. Seseorang dianggap menang jika dapat membanting lawannya dua kali dalam tiga ronde berturut-turut, satu rondenya sekitar 3 menit. Sedangkan, jalannya permainan itu sendiri adalah sebagai berikut: pertama-tama dua orang akan saling duduk berhadapan dengan posisi duduk dengan kaki dilipat dan kaki kiri dimasukkan diantara kedua kaki (lutut) lawannya. Sementara itu, kedua tangan pemain akan berpegangan bersilang di bawah lipatan kaki lawannya. Setelah siap, wasit akan memberi aba-aba agar pertandingan dimulai. Masing-masing pemain akan berusaha sekuat tenaga untuk membanting/menanduk lawannya ke kiri agar lawannya terbanting atau terjatuh. Jika posisi kaki dan tangan pemain berubah dari tempatnya semula maka wasit akan menghentikan pertandingan untuk membetulkan posisi anggota tubuh tersebut sebelum permainan dimulai kembali. Bagi pemain yang dapat menjatuhkan lawannya dan si jatuh tidak bereaksi dalam hitungan 1 hingga 10, maka ia dinyatakan menang. Permainan kemudian diulangi kembali sebanyak dua kali. Pemain yang dapat menjatuhkan lawannya dua kali, maka ia dinyatakan sebagai pemenang.
Nilai Budaya
Nilai yang terkandung dalam permainan yang disebut sebagai tadu lada ini adalah kerja keras dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari usaha pemain untuk membanting atau menanduk lawannya hingga terjatuh dan memperoleh angka. Dan, nilai sportivitas tercermin dari sikap dan perilaku yang sportif. Dalam hal ini, pihak yang dikalahkan akan mengakui kekalahannya dengan lapang dada.
Sumber:
Suradi Hp, dkk. 1981. Permainan Rakyat Maluku. Ambon: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.