Putri Pandan Berduri

(Cerita Rakyat Daerah Kepulauan Riau)

Alkisah, di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, dahulu ada seorang gagah perkasa yang menjadi pemimpin orang laut atau suku laut bernama Batin Lagoi. Suatu hari ketika sedang menyusur pantai mencari tempat berlindung bagi kelompoknya tiba-tiba dia dikejutkan oleh adanya suara tangisan. Setelah dicari, sumber suara berasal dari seorang bayi perempuan yang diletakkan di tengah rimbunan semak pandan berduri.

Oleh karena telah ditunggu sekian lama tidak ada yang datang mengambil, Batin Lagoi berinisiatif membawa bayi merah itu pulang ke rumahnya yang berupa sebuah sampan bercadik ukuran kecil. Sang bayi kemudian diberi nama sesuai dengan tempat dia ditemukan, yaitu Putri Pandan Berduri.

Seiring berjalannya waktu, Putri Pandan Berduri tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik jelita dengan tubuh tinggi semampai layaknya bidadari kahyangan. Selain itu, dia juga menjadi seorang yang berbudi pekerti luhur karena sejak dini telah diajari oleh Batin Lagoi.

Namun walau cantik jelita tidak ada seorang pun pemuda yang berani mendekati dan meminangnya. Hal ini disebabkan karena mereka tahu Batin Lagoi menginginkan Sang Putri menjadi istri seorang anak raja (pangeran) yang dalam bahasa orang laut disebut “anak megat”.

Sayangnya, di sekitar daerah peredaran orang Laut kelompok Batin Lagoi hanya ada dua orang laki-laki bersaudara yang berstatus sebagai anak Megat. Mereka bernama Julela dan Jenang Perkasa yang tinggal di Pulau Galang. Keduanya merupakan adik-beradik yang saling tolong-menolong tetapi kemudian berseberangan.

Pemicunya adalah ketika ayah mereka memutuskan untuk mengkader Julela sebagai batin di Pulau Galang. Pengkaderan tadi membuat Julela menjadi jumawa. Dia merasa akan menjadi pemimpin Galang sehingga harus dihormati dan disanjung oleh siapa saja, termasuk oleh sang adik Jenang Perkasa. Walhasil, hubungan kekeluargaan pun menjadi retak dan mereka memilih hidup secara terpisah.

Puncak keretakan hubungan terjadi ketika Julela memaksa Sang adik mematuhi segala perintahnya dengan ancaman bila ingkar akan diusir dari Pulau Galang. Ancaman itu membuat Jenang Perkasa gusar dan merasa sudah menjadi orang asing dalam keluarganya sendiri. Dia lalu memutuskan pergi meninggalkan Galang secara diam-diam menuju Pulau Bintan karena beranggapan sudah tidak diperlukan lagi.

Di Bintan dia membaur dengan masyarakat setempat dan hidup layaknya orang kebanyakan. Oleh karena memiliki perangai baik, dalam waktu singkat sudah dikenal oleh sebagian besar penduduk Bintan. Perangai baik dalam bertindak dan bertutur kata ini rupa menarik perhatian Batin Lagoi. Dia pun mengundangnya mengikuti perjamuan makan bersama orang laut lainnya di salah satu muara sungai di Bintan.

Selama perjamuan, Batin Lagoi selalu memperhatikan tindak takduk Jenang Perkasa. Walau di Bintan tidak pernah mengaku sebagai anak Megat, Jenang Perkasa tetap saja menunjukkan bahwa dia bukanlah keturunan orang kebanyakan. Perilaku serta tutur katanya yang santun sangat dikagumi oleh Batin Lagoi.

Usai perjamuan makan dia langsung mendatangi Jenang Perkasa dan memintanya menikah dengan Puti Pandan Berduri. Batin Lagoi lupa kalau cita-citanya adalah mengawinkan anak kesayangan dengan anak Megat. Baginya, budi pekerti Jenang Perkasa sudah menunjukkan bahwa dia setara dengan anak seorang Megat.

Tawaran menggiurkan dari Batin Lagoi tentu tidak mungkin ditolak oleh Jenang Perkasa. Satu minggu setelahnya dia menikahi Putri Pandang Berduri dalam sebuah perhelatan yang sangat meriah. Berbagai makanan, minuman, serta pergelaran seni tradisi Orang Laut disajikan pada para tamu undangan.

Selang beberapa tahun menikah, Batin Lagoi mengangkat Jenang Perkasa sebagai Batin di Pulau Bintan. Pengangkatan sebagai batin rupanya terdengar pula oleh penduduk Pulau Galang yang merasa tertindas oleh kepemimpinan Julela. Mereka kemudian mendatangi Jenang Perkasa dan meminta agar menggantikan Sang kakak menjadi batin di Pulau Galang. Namun, permintaan itu ditolak Jenang Perkasa sehingga mereka terpaksa pulang dengan tangan hampa.

Jenang Perkasa lebih memilih tinggal di Bintan dan hibup bahagia bersama Putri Pandan Berduri. Buah dari hubungan mereka menghasilkan tiga orang anak laki-laki bernama Mantang, Mapoi, dan Kelong. Setelah dewasa ketiganya menjadi batin di beberapa bagian Pulau Bintan. Mantang memerintah bagian utara, Mapoi bagian barat, dan Kelong di bagian timur Pulau Bintan. Dari keturunan mereka inilah orang-orang suku laut berkembang dan eksis hingga sekarang.

Diceritakan kembali oleh ali gufron
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pocong Gemoy

Archive