Alkisah, ada sepasang suami istri yang telah lama menikah namun belum juga dikaruniai anak. Tidak putus asa dengan keadaan yang dialami, setiap malam mereka selalu berdoa kepada dewa agar dikaruniai momongan. Dan, setelah sekian tahun, entah bagaiman Sang istri berdoa meminta dikaruniai momongan walaupun hanya berupa seekor udang.
Cilakanya, doa tadi dikabulkan dan tidak berapa lama kemudian dia mengandung. Setelah sembilan bulan lahirlah bayi laki-laki dari rahimnya. Sang bayi berbentuk dan berkulit layaknya udang sehingga diberi nama sebagai I Laurang. Sang bayi bukan hanya memiliki bentuk aneh, dia ternyata juga memiliki kelebihan tersendiri yaitu dapat hidup di darat maupun air.
Oleh karena itu, mereka merawatnya dalam sebuah tempayan besar berisi air. Namun karena kian hari kian bertambah besar, beberapa tahun kemudian dia dikeluarkan dari dalam tempayan dan hidup di darat layaknya manusia normal. Sayangnya dia hanya bisa berada di dalam rumah sebab seluruh kakinya masih terbungkus kulit udang. Segala seluk beluk kejadian di luar rumah hanya didapat dari cerita yang disampaikan oleh sang ibu.
Suatu hari Sang ibu bercerita bahwa junjungan mereka memiliki tujuh orang putri cantik jelita. Cerita Sang ibu rupanya selalu terngiang dalam ingatan I Laurang. Dia sering membayangkan dan mereka-reka bagaimana paras para putri itu walaupun belum pernah melihat. Bahkan, saking seringnya membayangkan dia berkeinginan mengawini salah seorang dari mereka.
Keinginan itu disampaikan pada Sang ibu. Awalnya Sang ibu kaget dan tidak menyangka bahwa ceritanya tentang para putri raja akan berpengaruh pada diri I Laurang. Dia lalu menasihati bahwa mereka hanyalah orang kebanyakan dan tidak mungkin dapat bersanding dengan kaum bangsawan. Tanpa mengatakan bahwa tubuh Sang anak berbeda dengan manusia pada umumnya, dia menyarankan agar I Laurang mengurungkan niat mengawini putri raja.
Tetapi I Laurang tetap keukeuh mempertahankan niatnya. Setiap hari dia meminta agar diizinkan pergi ke istana menemui raja. Dan, setelah sekian kali merengek akhirnya Sang ibu mengizinkan sambil berwejang agar bila ditolak atau bahkan diusir janganlah sakit hati. Alasannya bukan karena tubuhnya yang aneh, melainkan mungkin karena sudah ada para pangeran yang datang melamar.
Setelah mendapat izin esok harinya I Laurang pergi ke istana. Sampai di istana dia langsung menemui Raja dan menyampaikan keinginan meminang salah seorang putrinya. Sang Raja yang terkenal arif dan bijaksana tidak serta merta mengusirnya. Dia hanya mengangguk sambil tersenyum simpul dan berkata bahwa keputusan bergantung pada para putrinya bersedia atau tidak menerima pinangan I Laurang.
Agar tidak semakin penasaran, dia lalu memerintah ajudan memanggil ketujuh putrinya yang masih berada di taman kerajaan. Setelah kumpul, satu per satu ditanya apakah bersedia menjadi istri I Laurang. Ternyata sebagian besar menjawab tidak bersedia dengan berbagai alasan, seperti: bentuk fisiknya yang menyerupai udang, buruk rupa, pakaiannya tidak mencerminkan status seorang bangsawan, belum pernah bertemu muka, hingga banyak pangeran tampan yang sudah menaruh hati.
Hanya ada satu orang yang memiliki jawaban berbeda, yaitu Si putri bungsu. Entah mengapa dia bersedia menerima pinangan I Laurang. Sang Raja yang sebenarnya terkejut terpaksa menyetujui karena sebelumnya berkata bahwa keputusan ada di tangan para putrinya. Pernikahan pun dijadwalkan selang beberapa hari setelahnya.
Jawaban Sang Raja yang mengizinkan salah seorang putrinya dinikahi tentu saja membuat I Laurang sangat gembira. Dia segera undur diri untuk memberitahu orang tuanya. Sampai di rumah dia lalu menceritakan pada Sang ibu bahwa pinangannya diterima oleh salah seorang putri raja. Dan, entah bagaimana, setelah bercerita secara ajaib kulit udang yang menyelimuti tubuh terkelupas dan tampaklah sosok seorang pemuda gagah dengan wajah yang sangat tampan.
Ketampanan I Laurang membuat takjub siapa saja yang melihatnya. Ketika bersama dengan orang tuanya berangkat menuju istana guna melangsungkan pernikahan, hampir semua perempuan tidak berkedip saat menatapnya. Begitu juga ketika mereka telah berada di istana, para putri raja terpana akan ketampanan I Laurang. Mereka tidak menyangka jika wujud asli I Laurang sangatlah sempurna.
Kondisi inilah yang kemudian membuat keenam kakak Putri bungsu menjadi iri dan dengki. Mereka menyusun permufakatan jahat untuk merebut I Laurang. Adapun caranya adalah dengan mencoba mencelakai Si bungsu. Tetapi hal itu sulit dilaksanakan karena ke mana pun Si bungsu pergi selalu ada I Laurang di sisinya.
Kesempatan mencelakai baru ada saat I Laurang diperintah oleh Sang Raja ke negeri seberang. Sebelum pergi I Laurang membekali Sang istri dengan buah pinang dan telur untuk selalu dibawa bila keluar rumah. Tujuannya adalah sebagai penjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan selama ditinggal pergi.
Beberapa hari sepeninggal I Laurang para kakak Si bungsu datang dan mengajaknya ke pantai. Mereka berpura-pura menghibur Si bungsu agar tidak merasa kesepian. Di pantai keenam putri itu bersenda gurau sembari bermain ayunan. Tiba giliran Si bungsu ayunan didorong beramai-ramai dengan sangat kencang hingga tubuhnya terlempar ke laut dan tenggelam.
Sampai di dasar laut dia menanam buah pinang yang disimpan di salah satu saku pakaiannya. Selanjutnya dipecahkanlah ujung telur pemberian I Laurang yang secara ajaib membesar layaknya sebuah pelampung. Sang putri lalu berlindung di dalamnya sembari menunggu buah pinang yang juga secara ajaib tumbuh menjadi sebuah pohon tinggi.
Seiring dengan menjulangnya pohon pinang hingga keluar dari permukaan air laut, secara ajaib pula Sang putri beralih wujud menjadi seekor ayam. Dia lantas keluar dari cangkang telur dan bertengger di atas pohon pinang. Selanjutnya dia hidup di sana sambil menunggu ada perahu lewat. Dan, setiap ada perahu di sekitar pohon dia akan berkokok sambil menanyakan keberadaan I Laurang.
Begitu seterusnya selama berhari-hari hingga suatu saat ada sebuah perahu besar mendekat. Setelah perahu berada dalam jangkauan dia berkokok meneriakkan nama I Laurang. Mendengar ada kokokan menyerupai suara manusia, dari dalam perahu keluarlah I Laurang yang telah kembali dari negeri seberang.
Sang putri lantas berkokok lagi dan menyatakan diri sebagai istrinya. Dia lalu meloncat ke geladak perahu menuju I Laurang yang kemudian mengelusnya sambil membacakan mantera. Sejurus setelahnya si ayam beralih wujud menjadi Si bungsu. Mereka pun berpelukan sembari melepas rindu setelah berhari-hari tidak bertemu.
Sang istri lantas menceritakan segala hal yang dialaminya hingga menjadi seekor ayam di tengah lautan. I Laurang hanya mengangguk dan berjanji akan membuat keenam kakak Si bungsu jera serta tidak akan mengulangi perbuatannya. Caranya adalah menyembunyikan Si bungsu dalam sebuah peti. Apabila ada orang yang berusaha mengangkatnya, maka dia harus menusuk pundak orang itu menggunakan sebuah jarum besar yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Sampai di pelabuhan I Laurang disambut oleh seluruh keluarga istana, tidak terkecuali keenam kakak S bungsu. Mereka saling berusaha tebar pesona agar dilirik oleh I Laurang dengan harapan siapa tahu dipilih menjadi istri. Tidak ada seorang pun yang menyadari kalau Si bungsu ada di dalam salah satu peti milik I Laurang.
Sadar akan gelagat para putri raja, I Laurang tiba-tiba bersayembara bahwa apabila ada yang berhasil membawa salah satu peti yang ditunjukkan, maka akan dipilih menjadi istri menggantikan Si bungsu. Sayembara dilakukan dengan alasan karena dari sejak perahu bersandar hingga I Laurang berada di darat Si Putri bungsu belum juga menampakkan batang hidungnya.
Dan, seperti telah diduga sebelumnya, sayembara disambut dengan sangat antusias oleh keenam kakak Si bungsu. Secara bergiliran mereka mulai mengangkat peti yang ditunjuk I Laurang. Namun tidak ada seorang pun yang sanggup. Mereka hanya dapat bertahan sejauh beberapa meter sebelum pundak terasa sakit karena ditusuk jarum oleh Si bungsu. Mereka akhirnya gagal menjadi istri I Laurang.
Singkat cerita, peti kemudian diangkut menuju istana menggunakan tali yang disangkutkan pada dua batang bambu. Sampai di istana I Laurang mulai menceritakan mengapa peti itu dijadikan sebagai bahan sayembara. Usai bercerita dia langsung membuka peti dan keluarlah Si bungsu yang tampak segar bugar.
Melihat kehadiran Si bungsu di istana sebagian besar orang merasa bersuka cita. Si bungsu yang dilaporkan oleh kakak-kakaknya telah tenggelam di laut ternyata masih hidup dan kembali bersama suaminya. Sementara sebagian orang lagi yaitu para kakak Si bungsu tentu terkejut bukan kepalang dan lari tunggang langgang ke segala penjuru. Putri sulung berlari menuju pintu, putri kedua dan ketiga ke arah dapur, sementara putri keempat dan kelima keluar dari istana, dan putri keenam melarikan diri ke arah sumur.
Ke arah mana para putri tersebut melarikan diri di kemudian hari menjadi tempat mereka mengabdi sebagai penebusan dosa. Setelah raja mangkat dan Si Bungsu ditunjuk sebagai suksesornya, Putri sulung dijadikannya sebagai pelayan pembuka dan penutup pintu gerbang istana, Putri kedua dan ketiga sebagai tukang masak di dapur, Putri keempat dan kelima sebagai penumbuk padi di luar istana, sedangkan Putri keenam ditunjuk sebagai tukang cuci yang wilayah kerjanya hanya di sekitar sumur.
Diceritakan kembali oleh ali gufron