Putri Kaca Mayang

(Cerita Rakyat Daerah Riau)

Alkisah, dahulu di sekitar tepian Sungai Siak berdiri sebuah kerajaan bernama Gasib. Kerajaan ini sangat disegani oleh kerajaan lain di sekitarnya karena memiliki seorang panglima gagah perkasa sakti mandraguna bernama Gimpam. Dia ahli diplomasi dan strategi dalam berperang sehingga tidak ada satu pun kerajaan yang berani menginvasi.

Disamping panglima gagah perkasa, Kerajaan Gasib juga memiliki “maskot” lain yang tidak kalah tenarnya. Dia adalah sang putri raja bernama Putri Kaca Mayang yang memiliki postur tubuh aduhai dengan wajah luar biasa cantik. Namun, tidak ada yang berani meminang karena merasa tidak selevel dengannya.

Ketika beranjak dewasa barulah ada orang yang mencoba meminang. Dia adalah raja dari daerah Aceh yang terpesona akan kemolekan tubuh serta paras Putri Kaca Mayang. Agar tujuannya tercapai, Raja Aceh mengutus dua orang panglimanya untuk menemui Raja Gasib. Tetapi pinangan ternyata ditolak dengan alasan Putri Kaca Mayang belum bersedia menikah.

Penolakan itu dianggap sebagai sebuah penghinaan sehingga membuat Raja Aceh marah. Tanpa berpikir panjang dia lalu mengerahkan pasukan guna menyerang Kerajaan Gasib. Oleh karena penjagaan wilayah Kerajaan Gasib tergolong ketat, maka mereka mencoba mencari jalan lain menuju istana. Adapun caranya adalah memanfaatkan seorang penduduk Gasib (dengan intimidasi tentu saja) sebagai petunjuk jalan.

Selama perjalanan mereka memporak-porandakan perkampung di wilayah Kerajaan Gasib. Sampai di istana Raja Gasib, satu per satu penjaga mereka lumpuhkan hingga tidak ada yang tersisa. Raja Gasib tidak dapat berbuat apa-apa ketika pasukan Raja Aceh mengepung dan membawa paksa Putri Kaca Mayang keluar dari istana.

Berita mengenai penyerangan serta penculikan Putri Kaca Mayang segera menyebar ke seantero kerajaan. Panglima Gimpam yang sedang berada di garis depan kerajaan segera datang ke istana untuk memastikan kebenaran berita tersebut. Dan, setelah dia melihat dengan kepala sendiri apa yang terjadi, maka timbullah murkanya. Dia lantas bersumpah akan mengambil kembali Putri Kaca Mayang dan memulihkan marwah Kerajaan Gasip.

Usai menyatakan sumpah Panglima Gimpam segera bertolak ke tanah Aceh. Sampai di perbatasan kerajaan Aceh dia dihadang oleh dua ekor gajah yang sengaja dilatih dan ditempatkan di situ guna membunuhnya. Tetapi karena ilmu Sang Panglima sangatlah tinggi, maka kedua ekor gajah itu dapat dijinakkannya. Bahkan, dia lalu menunggangi salah seekor di antaranya menuju istana Raja Aceh.

Kedatangan Panglima Gimpam tentu membuat Raja Aceh terkejut sekaligus takjub. Dia tidak menyangka kalau gajah yang dilatih beringas dan siap menginjak siapa saja yang menghalangi ternyata dapat dijinakkan dengan mudah. Raja Aceh pun mengakui kesaktian Panglima Gimpam dan dengan sukarela menyerahkan Putri Kaca Mayang yang waktu itu dalam keadaan sakit.

Singkat cerita, kembalilah mereka ke Kerajaan Gasib. Namun karena sakit yang diderita semakin parah, ketika berada di Sungai Kuantan Sang Putri akhirnya meninggal dunia. Sampai di istana jenazahnya kemudian dimakamkan dengan diiringi perasaan duka mendalam dari seluruh kerabat istana serta rakyat Gasib.

Sepeninggal Putri Kaca Mayang Raja Gasib menjadi murung. Dia tidak memiliki hasrat lagi untuk memimpin kerajaan. Dan, untuk menenangkan diri dia memutuskan menyepi ke Gunung Ledang di daerah Malaka. Tampuk pimpinan kerajaan diserahkan pada Panglima Gimpam.

Selama memerintah Kerajaan Gasib Panglima Gimpam bukannya gembira melainkan gelisah. Dalam hati dia merasa serba salah karena menikmati kesenangan hidup menjadi penguasa di atas penderitaan orang lain. Dalam hal ini penderitaan Raja Gasib dan keluarganya setelah ditinggal pergi Putri Kaca Mayang. Oleh karena itu, dia lalu memutuskan meninggalkan kerajaan dan membuat sebuah perkampungan baru di lain tempat. Kampung itu kemudian dinamainya Pekanbaru yang saat ini telah menjelma menjadi Ibukota Provinsi Riau.

Diceritakan kembali oleh ali gufron
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pijat Susu

Archive