Pacenan adalah salah satu jenis rumah tradisional yang ada di kalangan masyarakat Pendhalungan-Jember, Jawa Timur. Rumah pacenan bentuknya segi empat. Bagian atapnya serupa dengan omah kampung (rumah orang Jawa). Rumah pacenan yang berdiri sendiri dan ada yang bergabung (sambung) dengan lainnya, sehingga memanjang. Rumah ini memiliki sesakhah 8 buah, dengan rincian 4 buah sesakhah utama dan 4 buah sesakhah pembantu. Sesakhah utama berfungsi sebagai penyangga atap yang membentuk segi tiga. Atap yang membentuk segi tiga oleh masyarakat setempat disebut “antong-antong”. Jadi, ada antong-antong bagian depan dan antong-antong bagian belakang. Sedangkan, sesakhah pembantu berfungsi sebagai penyangga amparan, yaitu bagian atap rumah yang salah satu ujungnya bersambung dengan salah satu ujung yang membentuk segi tiga. Sebagaimana antong-antong, amparan juga ada dua, yaitu di bagian depan dan belakang. Amparan, baik yang ada di bagian depan maupun belakang, ditopang oleh kayu yang panjang yang oleh masyarakat setempat disebut plesur.
Sesakhah, baik yang utama maupun pembantu, pada umumnya terbuat dari kayu sengon. Kayu yang menghubungkan antara sesakhah utama yang satu dengan lainnya disebut lambheng pandhek. Di atas lambheng pandhek ada kayu lagi (bertumpangan) yang berfungsi sebagai alas andher (kayu yang menghubungkan antara lambheng pandhek dan atap (siku-siku atap). Di bawah lambheng pandhek ada kayu yang juga menghubungkan antara sesakhah yang satu dengan lainnya. Kayu tersebut oleh masyarakat setempat disebut “senthuk pandhek”. Pososinya kurang lebih 50 centimeter dari lambheng pandhek. Fungsinya sebagai penguat sesakhah, sehingga dapat membentuk siku-siku (sesakhah dapat berdiri secara tegak lurus).
Selain lambheng pandhek, ada juga yang disebut sebagai “lambheng panjang”, yaitu kayu yang menghubungkan antara sesakhah yang satu dengan lainnya di bagian yang panjang. Oleh karena itu, disebut “lambheng panjang”. Di bawah lambheng panjang juga ada lambheng yang menghubungkan antara sesakhah yang satu dengan lainnya. Posisi dan fungsinya sama dengan yang ada di bawah lambheng pendek, yaitu sebagai penguat sesakhah. Di bagian tengah lambheng panjang diberi lambheng yang panjang dan besarnya sama dengan lambheng pandhek.
Di bagian tengah lambheng-lambheng pandhek diberi andher, yaitu kayu tegak lurus sebagai penopang bubung. Panjang bubung sama dengan panjang lambheng panjang. Di atas senthuk panjang diberi beberapa kayu atau papan, lalu di atasnya diberi anyaman bambu. Posisinya sejajar dengan kayu atau papan penyanggah (mendatar), sehingga menyerupai plapon.
Tempat yang menyerupai plapon itu ada yang digunakan untuk menyimpan peralatan dapur, seperti: dandang, baskom, tempat makanan kecil yang terbuat dari plastik, dan barang-barang rumah tangga lainnya yang sewaktu-waktu dapat diambil dan digunakannya.
Dinding ada yang terbuat dari bambu (anyaman bambu), ada yang terbuat dari papan (kayu), dan ada yang berupa tembok. Namun demikian, pada umumnya dinding terbuat dari bambu dan atau kayu.. Pada sisi kanan dan kiri rumah diberi jendela yang terbuat dari kayu; masing-masing dua duah; demikian juga di bagian depan rumah (dua buah).
Ketinggian rumah dari permukaan tanah bervariasi; ada yang 10-30 centimeter dan ada yang 50-80 centimeter. Hal itu bergantung pada tinggi-rendahnya permukaan tanah, sehingga derasnya air hujan yang membasahi pelataran tidak masuk ke dalam rumah. Lantai rumah pacenan ada yang berupa tanah liat, ada yang berupa semen, dan ada pula yang telah dikeramik. Namun demikian, pada umumnya lantai berupa tanah liat dan atau semen. Alasannya adalah faktor ekonomi. Dalam hal ini semen, apalagi tanah, biayanya relatif lebih murah ketimbang menggunakan keramik.
Pada bagian depan rumah diberi pembatas (semacam pagar) yang tingginya kurang lebih satu meter. Pagar tersebut berfungsi sebagai penghalang (penutup) agar ternak (ayam dan atau itik) tidak dapat leluasa masuk rumah. Selain itu, juga berfungsi agar tamu tidak secara utuh terlihat dari luar. Bagi yang mampu pagar tersebut terbuat dari kayu yang berukir. Pagar yang demikian oleh masyarakat setempat disebut tabing mantheh. Sedangkan, bagi yang kurang atau tidak mampu cukup hanya dengan bambu yang dianyam.
Ruang dan Tata Ruang Pacenan Beserta Fungsinya
Pada dasarnya rumah pacenan terdiri atas 3 ruangan, yakni ruang depan, tengah, dan belakang. Ruang depan berfungsi sebagai ruang tamu. Ruangan ini bagian depannya tidak berdinding, kecuali pada bagian samping kiri dan kanannya. Jadi, jika ada orang yang bertamu akan kelihatan dari luar, walaupun tidak seratus prosen karena masih dihalangi oleh tabing mantheh atau pagar yang terbuat dari anyaman bambu yang tingginya kurang lebih satu meter.
Oleh karena fungsi utama ruang depan adalah sebagai ruang tamu, di ruangan tersebut diberi perlengkapan (mebelair) yang berkenaan dengan tamu, seperti meja dan kursi. Bagi yang mampu, ruang tamu diisi dengan dua set meja kursi; satu set ada di sebelah kiri dan satu set lagi ada di sebelah kanan ruang tamu. Sementara, bagi yang kurang mampu cukup hanya satu set meja kursi yang diletakkan pada bagian kiri ruang tamu. Sedangkan, bagian kanan ruang tamu diisi dengan tempat tidur. Tempat tidur ini tidak hanya berfungsi tempat duduk para tamu, tetapi juga sebagai tempat tidur bagi anak lelaki yang sudah dewasa yang karena satu dan lain hal tidak tidur di surau.
Ruang tengah dipergunakan sebagai tempat istirahat (tidur) dan sholat (melakukan ibadat), Ruangan ini pada umumnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kanan, kiri, dan tengah. Bagian kanan dan kiri berupa kamar tidur, sedang bagian tengah dibiarkan kosong karena berfungsi sebagai penghubung antara ruang depan dan ruang belakang. Pemilik rumah dan anak-anak balita, baik laki-laki maupun perempuan menempati salah satu kamar tidur yang ada. Sedangkan, kamar tidur lainnya diperuntukkan bagi anak-anak perempuan yang sudah menginjak dewasa. Sementara, anak laki-laki yang sudah remaja tidur di ruang tamu atau di langgar (surau).
Ruang belakang berfungsi sebagai dapur dan sekaligus ruang makan. Dalam memasak, mereka masih menggunakan “tungku” yang terbuat dari batu bata dan semen yang diaduk dengan pasir. Batu bata tersebut disusun sedemikian rupa, kemudian diberi adukan semen dan pasir, sehingga membentuk segi empat. Ketinggian tungku yang berbentuk segi empat itu kurang lebih 30 centimenter dari permukaan tanah, dengan panjang sekitar 80 centimter dan lebar sekitar 60 centimeter. Bagian depan diberi lubang dalam bentuk segi empat dengan ketinggian kurang lebih 20 centimeter. Posisi lubang tersebut berada di tengah-tengah. Kemudian, bagian atas tungku diberi lubang dua buah dengan ukuran lebih kecil ketimbang lubang yang ada di bagian depan. Fungsi lubang bagian depan sebagai untuk memasukkan kayu bakar. Sedangkan, kedua lubang yang berada di bagian atas tungku berfungsi sebagai tempat untuk menaruh peralatan menanak nasi, nggodok (mendidihkan air), dan menggoreng, seperti: dandang, kwali, teko, dan wajan.
Sumber:
Galba, Sindu. 2012. Arsitektur Tradisional Masyarakat Pendhalungan Provinsi Jawa Timur. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta.
Sesakhah, baik yang utama maupun pembantu, pada umumnya terbuat dari kayu sengon. Kayu yang menghubungkan antara sesakhah utama yang satu dengan lainnya disebut lambheng pandhek. Di atas lambheng pandhek ada kayu lagi (bertumpangan) yang berfungsi sebagai alas andher (kayu yang menghubungkan antara lambheng pandhek dan atap (siku-siku atap). Di bawah lambheng pandhek ada kayu yang juga menghubungkan antara sesakhah yang satu dengan lainnya. Kayu tersebut oleh masyarakat setempat disebut “senthuk pandhek”. Pososinya kurang lebih 50 centimeter dari lambheng pandhek. Fungsinya sebagai penguat sesakhah, sehingga dapat membentuk siku-siku (sesakhah dapat berdiri secara tegak lurus).
Selain lambheng pandhek, ada juga yang disebut sebagai “lambheng panjang”, yaitu kayu yang menghubungkan antara sesakhah yang satu dengan lainnya di bagian yang panjang. Oleh karena itu, disebut “lambheng panjang”. Di bawah lambheng panjang juga ada lambheng yang menghubungkan antara sesakhah yang satu dengan lainnya. Posisi dan fungsinya sama dengan yang ada di bawah lambheng pendek, yaitu sebagai penguat sesakhah. Di bagian tengah lambheng panjang diberi lambheng yang panjang dan besarnya sama dengan lambheng pandhek.
Di bagian tengah lambheng-lambheng pandhek diberi andher, yaitu kayu tegak lurus sebagai penopang bubung. Panjang bubung sama dengan panjang lambheng panjang. Di atas senthuk panjang diberi beberapa kayu atau papan, lalu di atasnya diberi anyaman bambu. Posisinya sejajar dengan kayu atau papan penyanggah (mendatar), sehingga menyerupai plapon.
Tempat yang menyerupai plapon itu ada yang digunakan untuk menyimpan peralatan dapur, seperti: dandang, baskom, tempat makanan kecil yang terbuat dari plastik, dan barang-barang rumah tangga lainnya yang sewaktu-waktu dapat diambil dan digunakannya.
Dinding ada yang terbuat dari bambu (anyaman bambu), ada yang terbuat dari papan (kayu), dan ada yang berupa tembok. Namun demikian, pada umumnya dinding terbuat dari bambu dan atau kayu.. Pada sisi kanan dan kiri rumah diberi jendela yang terbuat dari kayu; masing-masing dua duah; demikian juga di bagian depan rumah (dua buah).
Ketinggian rumah dari permukaan tanah bervariasi; ada yang 10-30 centimeter dan ada yang 50-80 centimeter. Hal itu bergantung pada tinggi-rendahnya permukaan tanah, sehingga derasnya air hujan yang membasahi pelataran tidak masuk ke dalam rumah. Lantai rumah pacenan ada yang berupa tanah liat, ada yang berupa semen, dan ada pula yang telah dikeramik. Namun demikian, pada umumnya lantai berupa tanah liat dan atau semen. Alasannya adalah faktor ekonomi. Dalam hal ini semen, apalagi tanah, biayanya relatif lebih murah ketimbang menggunakan keramik.
Pada bagian depan rumah diberi pembatas (semacam pagar) yang tingginya kurang lebih satu meter. Pagar tersebut berfungsi sebagai penghalang (penutup) agar ternak (ayam dan atau itik) tidak dapat leluasa masuk rumah. Selain itu, juga berfungsi agar tamu tidak secara utuh terlihat dari luar. Bagi yang mampu pagar tersebut terbuat dari kayu yang berukir. Pagar yang demikian oleh masyarakat setempat disebut tabing mantheh. Sedangkan, bagi yang kurang atau tidak mampu cukup hanya dengan bambu yang dianyam.
Ruang dan Tata Ruang Pacenan Beserta Fungsinya
Pada dasarnya rumah pacenan terdiri atas 3 ruangan, yakni ruang depan, tengah, dan belakang. Ruang depan berfungsi sebagai ruang tamu. Ruangan ini bagian depannya tidak berdinding, kecuali pada bagian samping kiri dan kanannya. Jadi, jika ada orang yang bertamu akan kelihatan dari luar, walaupun tidak seratus prosen karena masih dihalangi oleh tabing mantheh atau pagar yang terbuat dari anyaman bambu yang tingginya kurang lebih satu meter.
Oleh karena fungsi utama ruang depan adalah sebagai ruang tamu, di ruangan tersebut diberi perlengkapan (mebelair) yang berkenaan dengan tamu, seperti meja dan kursi. Bagi yang mampu, ruang tamu diisi dengan dua set meja kursi; satu set ada di sebelah kiri dan satu set lagi ada di sebelah kanan ruang tamu. Sementara, bagi yang kurang mampu cukup hanya satu set meja kursi yang diletakkan pada bagian kiri ruang tamu. Sedangkan, bagian kanan ruang tamu diisi dengan tempat tidur. Tempat tidur ini tidak hanya berfungsi tempat duduk para tamu, tetapi juga sebagai tempat tidur bagi anak lelaki yang sudah dewasa yang karena satu dan lain hal tidak tidur di surau.
Ruang tengah dipergunakan sebagai tempat istirahat (tidur) dan sholat (melakukan ibadat), Ruangan ini pada umumnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kanan, kiri, dan tengah. Bagian kanan dan kiri berupa kamar tidur, sedang bagian tengah dibiarkan kosong karena berfungsi sebagai penghubung antara ruang depan dan ruang belakang. Pemilik rumah dan anak-anak balita, baik laki-laki maupun perempuan menempati salah satu kamar tidur yang ada. Sedangkan, kamar tidur lainnya diperuntukkan bagi anak-anak perempuan yang sudah menginjak dewasa. Sementara, anak laki-laki yang sudah remaja tidur di ruang tamu atau di langgar (surau).
Ruang belakang berfungsi sebagai dapur dan sekaligus ruang makan. Dalam memasak, mereka masih menggunakan “tungku” yang terbuat dari batu bata dan semen yang diaduk dengan pasir. Batu bata tersebut disusun sedemikian rupa, kemudian diberi adukan semen dan pasir, sehingga membentuk segi empat. Ketinggian tungku yang berbentuk segi empat itu kurang lebih 30 centimenter dari permukaan tanah, dengan panjang sekitar 80 centimter dan lebar sekitar 60 centimeter. Bagian depan diberi lubang dalam bentuk segi empat dengan ketinggian kurang lebih 20 centimeter. Posisi lubang tersebut berada di tengah-tengah. Kemudian, bagian atas tungku diberi lubang dua buah dengan ukuran lebih kecil ketimbang lubang yang ada di bagian depan. Fungsi lubang bagian depan sebagai untuk memasukkan kayu bakar. Sedangkan, kedua lubang yang berada di bagian atas tungku berfungsi sebagai tempat untuk menaruh peralatan menanak nasi, nggodok (mendidihkan air), dan menggoreng, seperti: dandang, kwali, teko, dan wajan.
Sumber:
Galba, Sindu. 2012. Arsitektur Tradisional Masyarakat Pendhalungan Provinsi Jawa Timur. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta.