Misbach Yusa Biran adalah salah seorang seniman yang namanya melegenda di belantika perfilman Indonesia. Misbah lahir di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, pada tanggal 11 September 1933 dari pasangan Ayun Sabiran (Minangkabau) dan Yumenah (Banten). Nama yang diberikan oleh sang ayah sebenarnya hanyalah Misbach, yang diambil dari tokoh pergerakan Indonesia Haji Misbach. Sedangkan Yusa Biran, ditambahkan sendiri oleh Misbach yang diambil dari nama pena sang Ayah "Jose Beron" (id.wikipedia.org).
Karir Misbach di dunia perfilman diawali dengan bekerja di Studio Perfini pimpinan Usmar Ismail setelah lulus dari Taman Madya Bagian B, Perguruan Taman Siswa di Kemayoran. Pekerjaan pertamanya adalah sebagai pencatat skrip untuk film Puteri dan Medan yang diproduksi pada tahun 1954. Kemudian, dia diangkat menjadi asisten sutradara dan sekaligus anggota Sidang Pengarang. Dari pengalaman menjadi asisten sutradara dan anggota Sidang Pengarang inilah, satu tahun kemudian Misbach berhasil membuat skenario pertamanya yang merupakan adaptasi cerpen Sjuman Djaya berjudul Kerontjong Kemajoran dan ketika difilmkan diberi judul Saodah (1956) (filmindonesia.or.id).
Selanjutnya, semenjak tahun 1957 hingga 1960 kreativitasnya terus meningkat dengan menulis skenario untuk beberapa film, yaitu: Pradjurit Teladan 1959, Satu Budjang Lima Dara (1960), Pesta Musik La Bana (1960), Mendung Sendja Hari (1960), dan Istana yang hilang (1960). Selain itu, dia juga mensutradarai sejumlah film pendek dan dokumenter sebagai bekal untuk melangkah ke film berdurasi panjang. Hasilnya, dia berhasil menyulap skenario Pesta Musik La Bana yang ditulisnya menjadi sebuah film layar lebar berdurasi panjang pertamanya.
Sukses dengan Pesta Musik La Bana, Misbach menjadi semakin bertambah giat dalam menulis skenario film, diantaranya adalah: Djumpa Diperjalanan (1961), Bing Slamet Merantau (1962), Bintang Ketjil (1963), Pilihan Hati (1964), Panggilan Nabi Ibrahim (1964), Matjan Kemayoran (1965), Langkah-langkah Dipersimpangan (1965), Apa jang Kautangisi (1965), Dibalik Tjahaja Gemerlapan (1967), Cheque AA (1966), Menyusuri Djedjak Berdarah (1967), Operasi X (1968), Honey, Money dan Djakarta Fair (1970), Dan Bunga-bunga Berguguran (1970), dan Samiun dan Dasima (1970) (www.indonesianfilmcenter.com). Di antara skenario tersebut beberapa diantaranya ada yang disutradarai sendiri, yaitu: Holiday in Bali (1962), Bintang Ketjil (1963), Panggilan Nabi Ibrahim (1964), Apa jang Kautangisi (1965), Matjan Kamajoran (1965), Dibalik Tjahaja Gemerlapan (1967), Operasi X (1968), dan Honey, Money dan Djakarta Fair (1970).
Honey, Money, dan Djakarta merupakan film terakhir Misbach karena dia memutuskan untuk berhenti menjadi sutradara. Alasannya, film yang diproduksi pada zaman itu telah terlalu banyak diwarnai oleh bumbu seks untuk menarik minat penonton. Namun, keputusan tersebut tidak serta merta membuat kontribusinya di dunia perfilman menjadi terhenti. Misbah masih tetap menulis skenario, diantaranya: Biarlah Aku Pergi (1971), Lingkaran Setan (1972), Hanya Satu Jalan (1972), Angkara Murka (1972), Lagu Untukmu (1973), Bandung Lautan Api (1974), Naga Merah (1976), Krakatau (1977), Menjusuri Djedjak Berdarah (1979), Karena Dia (1979), Ayahku (1987), Irisan-irisan Hati (1988), Fatahillah (1997), dan Cinta Suci Zahara (2012).
Bahkan, dia ikut menjadi perumus pendirian asosiasi Karyawan Film dan Televisi (KFT), salah satu perancang berdirinya Akademi Sinematografi (kini menjadi Juruan Film IKJ), mendirikan Yayasan Citra (badan pendidikan film), dan merintis berdirinya Arsip Film (Sinematek Indonesia) yang bergerak di bidang dokumentasi sejarah perfilman Indonesia. Sinematek merupakan lembaga arsip film pertama di Asia Tenggara yang mengumpulkan dan melestarikan berbagai artefak terkait perfilman nasional, mulai dari film, buku, skenario, majalah, kliping, biografi, data organisasi dan perusahaan film, peralatan, hingga undang-undang perfilman dan peraturan pemerintah (filmindonesia.or.id).
Di luar dunia perfilman, Misbach Yusa Biran juga aktif sebagai wartawan dan penulis cerpen. Dia pernah bekerja sebagai pimpinan redaktur di Minggu Abadi (1958-1960), redaktur Majalah Purnama (1962-1963), redaktur Duta Masyarakat (1965-1966), redaktur Ahad Muslimin (1966), dan redaktur Gelanggang (1967). Sementara karya-karyanya sebagai penulis sastra diantaranya adalah: Bung Besar (drama 1958), Komedi Klasik Modern (sketsa di Mingguan Abadi, 1960), Setengah Djam Mendjelang Maut (drama 1968), Menjusuri Djedjak Berdarah (novel 1969), Keajaiban di Pasar Senen (kumpulan cerpen, 1971) serta Oh Film (kumpulan cerpen, 1973) yang kemudian disatukan di bawah judul Keajaiban di Pasar Senen (cetak ulang 1996), dan Teknik Menulis Skenario Film Cerita (buku, 2007).
Berkat segudang karya tersebut, pria yang menikah dengan aktris Nani Widjaya pada tahun 1969 dan dikaruniai enam orang anak (Nina Kartika, Tita Fitrah Soraya, Cahya Kamila, Firdausi, Farry Hanief, dan Sukma Ayu) ini, berhasil mendapatkan berbagai macam penghargaan. Penghargaan pertama yang didapatnya adalah juara kedua pada Sayembara Penulisan Naskah Drama yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui karya berjudul Bung Besar. Selanjutnya, pada tahun 1967 mendapat penghargaan sebagai sutradara terbaik dalam ajang Pekan Apresiasi Film Nasional melalui film Dibalik Tjahaja Gemerlapan, skenario terbaik untuk film Menjusuri Djedjak Berdarah (1967), skenario terbaik pada Pekan Apresiasi Film Nasional untuk film Karena Dia (1980), skenario terbaik untuk film Ayahku (1988), Lifetime Achievemenet Award dari SEAPAVAA (South-East Asia and Pacific Film and Audio-Visual Archive Association), dan penghargaan khusus dari Forum Film Bandung atas dedikasi dan kontribusinya di dunia film.
Bagi Misbach, seluruh hasil karya beserta penghargaan yang didapatnya merupakan alat perjuangan sekaligus media berekspresi intelektual. Selain itu, film juga dijadikannya sebagai alat dakwah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, khususnya manusia Indonesia. Dan, dakwah inilah yang ditekuni Misbach Yusa Biran hingga akhir hayatnya pada tanggal 11 April 2012 di Eka Hospital, Bumi Serpong Damai, Tangerang, karena mengalami gangguan pernafasan. (gufron)
Foto: http://kedaifilmnusantara.blogspot.com/2010/07/diperlukan-kesungguhan-untuk-membangun.html
Sumber:
"Misbach Jusa Biran: Sejarah adalah Ilmu", diakses dari http://filmindonesia.or.id/article/misbach-jusa-biran-sejarah-adalah-ilmu#.VU4T6fmqqkq, tanggal 5 Juni 2015.
"Misbach Jusa Biran", diakses dari http://www.indonesianfilmcenter.com/pages/profile/profile.php?pid=5fde17bf6aad, tanggal 6 Juni 2015.
"Misbach Yusa Biran", diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Misbach_Yusa_Biran, tanggal 6 Juni 2015.