Mang Brosot

Mang Brosot adalah nama panggung Buang, salah seorang tokoh legendaris seni ubrug di Kabupaten Serang. Ubrug sendiri merupakan sebuah kesenian tradisional khas Banten yang saat ini masih eksis di tengah masyarakat. Ada beberapa versi mengenai asal usul kata ubrug. Versi pertama berasal dari Mahdiduri dan Ahyadi (2010:67) yang menyatakan bahwa ubrug berasal dari kata gabrugan, abrag, grubug, dan ubreg yang memiliki makna berbeda. Gabrugan dapat berarti memanfaatkan pelaku seni peran

atau aktor sesuai dengan keahliannya. Abrag memiliki arti tidak ada rasa (hambar) atau tidak ada isi (kosong). Grubug berarti bohong atau bukan yang sesungguhnya. Sedangkan ubreg berarti ribut, bising, bercanda, atau ngebanyol.

Versi kedua berasal dari Harisah, Permanasari, dan Roekmana (2022:189) yang mengatakan bahwa ubrug berasal dari bahasa Sunda ngagebrug atau sagebrug-gebrug yang berarti seada-adanya. Hal ini berkaitan dengan kegiatannya sendiri yang memang bercampur dalam satu tempat antara pemain, nayaga, dan penonton.

Sedangkan versi lainnya berasal dari Satriadi (2013) yang mengatakan bahwa ubrug dapat diartikan sebagai bangunan darurat tempat bekerja sementara untuk beberapa hari saja, misalnya untuk kepentingan hajatan atau pesta. Pendapat ini diasumsikan mungkin karena pada masa lalu pemain ubrug suka berpindah-pindah tempat dan membuat bangunan sementara manakala mereka mengadakan pertunjukan.

Masih menurut Satriadi (2013) kemungkinan lain berasal dari onomatopea “brug” sebab, dalam kesenian ubrug suara gendang akan mengeluarkan bunyi “burg…brug…brug” mengalahkan suara alat musik lainnya. Selain itu, dapat pula berasal dari kata sagebrug yang bermakna semua pemain, baik laki-laki maupun perempuan, tua muda, beserta para penonton sama-sama menempati satu tempat pertunjukan.

Lepas dari berbagai pendapat tadi yang jelas orang Banten akan langsung menujukan pikirannya kepada seni pentas semacam sandiwara yang diiringi dengan waditra. Ubrug memadukan unsur komedi, gerak/tari, musik, sastra (lakon) dengan pola permainan longgar. Pementasannya dibagi dalam empat babak, yaitu tatalu, nandung, bodoran, dan lalakon. Tatalu adalah permainan instrumentalia atau gendingan sebelum pertunjukan dimulai guna mengumpulkan penonton. Nandung adalah menari sambil bernyanyi. Bebodoran adalah lawakan yang ditampilkan tokoh pelawak ikon grup bersangkutan. Lalakon merupakan inti dari pementasan ubrug yang terkadang tidak sesuai dengan pakem. Artinya, pementasan ubrug dapat menghilangkan satu bagian pementasan dan dapat pula menyelipkan bagian baru sesuai dengan keinginan penontonnya.

Di Kabupaten Serang ikon grup ubrug yang tampil dalam bodoran dan lalakon umumnya adalah tokoh-tokoh legendaris. Mang Brosot salah satunya. Laki-laki yang lahir 11 Juni 1963 di Kabupaten Serang ini memiliki teknik tersendiri dalam berinteraksi dengan penonton sehingga selalu diminati di mana pun dia tampil. Seluruh penampilannya, baik dari bahasa, gerak tubuh, hingga cara berpakaian selalu berhasil mengundang tawa penonton.

Sebelum mengubah nama menjadi Mang Brosot, dahulu nama panggungnya adalah Mang Cumplung. Adalah sang rekan, bernama Mang Aspin yang memberinya nama Brosot. Alasannya, hanya agar setiap pertunjukan yang dimainkan selalu ramai oleh penonton. Mang Aspin tidak memberitahu alasan spesifik mengenai arti nama tersebut dan hubungannya dengan antusiasme penonton.

Jauh sebelum mengganti nama menjadi Brosot, Buang sudah memulai karier sebagai seniman ubrug sejak tahun 1974 saat usianya masih muda belia. Ketika beranjak dewasa dengan kemampuan bermain ubrug yang semakin meningkat dia mulai bergabung dengan rombongan ubrug Sinar Muda yang berasal dari daerah Mauk, Tangerang. Selanjutnya, dia ikut ngamen bersama rombongan ubrug Cantel yang berasal dari Kota Serang. Begitu seterusnya hingga akhirnya tidak lagi bergabung pada grup ubrug mana pun. Laki-laki yang lahir di Kampung Kemayun, Desa Sukajaya, Kecamatan Pontang pada 11 Juni 1963 ini lebih memilih berpentas bersama satu komunitas ke komunitas lain, menyesuaikan keinginan masyarakat penggemarnya.

Walau hanya berpendidikan sebatas Sekolah Dasar, berbekal pengalaman di atas panggung (mulai dari panggung hajat hingga panggung nasional pada event tradisional mewakili Banten) Mang Brosot menjadi legenda di kalangan penggemar seni ubrug. Menggunakan teknik alienasi pada aksen bicaranya yang terkesan asal Mang Brosot mampu menyihir penonton. Menurut Mahdiduri dan Ahyadi (2010) teknik alienasi digunakan teater untuk menggambarkan peristiwa yang diangkat ke dalam suatu pertunjukan dengan cara yang tidak biasa (asing) dan tidak dengan cara natural. Teknik alienasi digunakan agar penonton tidak terhanyut pada cerita yang dibawakan serta adanya batasan yang dilakukan oleh aktor pada peran yang dimainkan.

Teknik alienasi Mang Brosot ditunjukkan pada aksen bicaranya yang terkesan asal namun tetap terlihat lucu meski tidak berbuat apa-apa. Selain itu, tingkat kepekaannya yang tinggi mampu menanggapi dialog dan gerak dengan cepat dan spontan. Dia juga mampu melakukan lelucon pada benda-benda disekitarnya sebagai bentuk pemanfaatan media properti. Mang Brosot dapat keluar-masuk peran untuk membatasi diri agar tidak terbawa emosi saat memainkannya. Jadi, dia dapat membuat penonton menganggap pertunjukan ubrug hanya sebagai bentuk hiburan dan tidak memikirkan tentang persitiwa tertentu pada pertunjukannya.

Berkat kepiawaiannya mengocok perut penonton Mang Brosot pernah terpilih sebagai delegasi wilayah Serang dalam sebuah festival yang diadakan di Kantor Bahasa Provinsi Banten. Kemudian, pada tahun 2019, masih diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Provinsi Banten, dia pernah didaulat sebagai narasumber Revitalisasi Tradisi Lisan di Banten.

Terlepas dari banyaknya penghargaan yang diperoleh, hingga sekarang laki-laki beristri empat dan memiliki sembilan orang anak ini masih aktif manggung. Bersama para tokoh ubrug Serang, seperti Mang Cantel, Mang Termos, Mang Cendol, dan lain sebagainya dia selalu tampil pada tahap bodoran dan lalakon. Adapun tahap pementasan ubrug yang biasa dilakoni Mang Brosot adalah sebagai berikut.

Pertunjukan ubrug diawali dengan persiapan yang dilakukan sehari menjelang pementasan dengan mendirikan panggung beserta dekorasinya, pemasangan sound system, perangkat gamelan, dan sesajen. Menjelang magrib, sesajen yang terdiri atas kopi pahit, kopi manis, dua batang rokok, beras putih, tujuh macam bunga, dan panggang ayam ditempatkan di dekat goong mulai diberi doa disertai pembakaran kemenyan. Di lain tempat, para penari perempuan berdandan sementara pemain lain bermusyawarah menentukan cerita dan pembagian peran serta garis besar dialog dan laku yang harus dikerjakan. Musyawarah biasanya tidak terlalu lama, sebab lakon yang akan dibawakan merupakan lakon ulangan yang sudah berkali-kali dipentaskan.

Setelah semua siap, pertunjukan ubrug dimulai dengan tatalu berupa bebunyian gamelan guna mengundang para penonton. Ketika area panggung mulai terisi dalang muncul memberikan pengantar mengenai cerita yang akan dibawakan. Begitu dalang selesai, masuklah Mang Brosot yang membawakan gerakan tari, monolog lucu memancing cerita dan berdialog dengan penonton. Kadang Mang Brosot menghabiskan waktu lama karena saking lucunya dan terus-menerus ditanggap oleh penonton.

Usai Mang Brosot turun panggung, tokoh-tokoh lain muncul dengan identitas dan nama panggilan yang dipertegas oleh pemainnya sendiri melalui monolog atau berdialog dengan dalang. Cara mereka keluar dari sebelah kiri di balik layar dan masuk kembali ke belakang layar melalui celah sebalah kanan layar.

Selanjutnya, seluruh tokoh dengan karakter masing-masing mulai melakukan interaksi, termasuk Mang Brosot yang telah tampil di babak pembuka. Pada tahapan ini mulai terlihat alur cerita. Tokoh berkarakter protagonis bertentangan dengan tokoh antagonis di balut suanasa kelucuan karena tokoh bodor ikut nimbrung di dalamnya.

Di akhir cerita interaksi menuju tahap penyelesaian masalah dengan munculnya tokoh berkarakter trigonis yang akan menengahi konflik antara tokoh protaganis dan antagonis. Walau menjadi penengah tetapi umumnya tokoh protagonis selalu dimenangkan sebagai bentuk pembelajaran bagi penonton bahwa aspek moral yang baik akan menjadi penentu terciptanya keadaan yang baik pula. Dan, dengan menangnya tokoh protagonis maka berakhirlah pertunjukan ubrug. Seluruh pemain akan berkumpul memberi salam dan penghormatan kepada penonton. (ali gufron)

Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pijat Susu

Archive