Bila mendengar kata nasi goreng, maka yang terbayang di benak kita adalah sebuah masakan berupa nasi yang digoreng bersama telur, suwiran ayam, dan beberapa macam bumbu yang telah dicampur sedemikiran rupa dan ditambah dengan kecap serta minyak ketika proses penggorengan sedang berlangsung. Agar terlihat menarik dan bervariasi di dalamnya dicampur berbagai macam bahan makanan sesuai selera pembuatnya, seperti petai, teri, sosis, jagung, kunyit, daging kambing, cumi-cumi, udang rebon, dan lain sebagainya (cookpad.com).
Bagi sebagian masyarakat Betawi, selain dikenal bahan-bahan tambahan seperti di atas ada sebuah bahan lagi yang mungkin tidak pernah digunakan oleh etnis lain yang ada di Indonesia, yaitu daun mengkudu. Daun dari tanaman yang buahnya biasa digunakan sebagai obat-obatan karena mengandung vitamin A, Fosfor, kalsium, dan selenium ini ternyata tidak kalah lezat jika dijadikan sebagai bahan nasi goreng bila dicampur dengan bumbu-bumbu racikan tertentu ketika memasaknya (pesona.co.id).
Di Jakarta ada sebuah resto yang salah satu menunya menyajikan masakan nasi goreng daun mengkudu. Lokasinya di Eat & Eat Mall Kelapa Gading 5 Lantai 3 Jakarta Utara. Resto yang buka tiap hari dari pukul 10-00-22.00 WIB ini diberi Dapur Mak Haji. Namun, tidak seperti kebanyakan restoran atau rumah makan lain yang bila mencantumkan nama seseorang, maka dialah pemiliknya. Mak Haji bukanlah nama sang pemilik. Menurut janna.co.id, pemilik sebenarnya adalah orang Betawi asli bernama Hamdani Masil atau akrab disapa Dani.
Nasi goreng mengkudu yang ada di Dapur Mak Haji merupakan resep warisan orang tua Hamdani Masil. Nasi goreng tersebut dapat langsung dinikmati hanya dengan diberi irisan daun mengkudu saja atau tambahan lauk lain, seperti: krewedan (tumis daging atau tetelan) dan telur dadar yang dicampur dengan irisan daun nangka agar aromanya lebih membangkitkan selera dan tidak berbau amis (pesona.co.id).
Hamdani Masil sendiri bukanlah orang sembarangan. Dia merupakan salah seorang tokoh intelektual Betawi yang saat ini bekerja sebagai dosen di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Dani lahir di Meruya, Jakarta Barat, pada tanggal 5 Februari 1965 (jakarta.go.id). Semenjak kecil, anak dari pasangan H. Masil dan Hj. Sobriyah telah menunjukkan keaktifan serta kecerdasan dalam menempuh pendidikan formal.
Oleh karena itu, tidak mengherankan ketika masih kuliah dia telah dipercaya menjadi asisten dosen di Jurusan Ilmu Komunikasi UI. Dedikasinya untuk terus mentransfer ilmu kepada generasi penerus bangsa dibuktikan dengan keseriusannya meneruskan pendidikan hingga mencapai jenjang Strata 2 pada tahun 2007. Setelah lulus Hamdani mengajar lagi di almamaternya untuk mata kuliah: Teknik Penulisan Efektif, Pemasaran Program Televisi, dan Penjualan Program Televisi.
Menurut jakarta.go.id, untuk memperkaya wawasan serta pengetahuan tentang pertelevisian, penyiaran, media massa, dan pemasaran agar dapat dikembangkan dalam pengajaran, Dani aktif mengikuti kegiatan seminar, pertemuan, dan workshop, di antaranya: Study Visit TVB Hongkong (1994); Going Deep with Media Research for Effective Communication (2003); Markplus Conference (2008); Getting Out of the Price War: Is It Possible (2007); Mind Technology for Sales (2005); Marketing Conference (2008); Life Revolution by Tung Dasem Waringin (2008); Asia Pasific Media Forum (2008); Markplus Conference (2009); Reading the New Wave Marketing (2008); Study Visit to Astro, Malaysia (2011); IP7TV World Forum London (2012), dan lain sebagainya.
Berkat keahlian serta pengalaman dalam bidang pertelevisian tersebut Dani kemudian diangkat menjadi Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jakarta. KPID adalah sebuah lembaga independen yang didirikan di setiap provinsi dengan tujuan sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2002 (id.wikipedia.org).
Sementara di kalangan orang Betawi sendiri Dani tidak hanya dikenal sebagai pengajar, pebisnis, dan ketua KPID, tetapi juga budayawan yang berusaha mengangkat citra masyarakat Betawi. Hal itu dilakukannya ketika diberi kepercayaan menjabat sebagai Sekretaris Umum Lembaga Kebudayaan Betawi periode 1993-1995. Selanjutnya, dia juga aktif di Badan Musyawarah (Bamus) Betawi dari tahun 1995 hingga 2000.
Foto: http://bukan-kuliner.blogspot.co.id/2014/12/nasi-goreng-daun-mengkudu-khas-betawi.html
Sumber:
"Hamdani Masil, Drs. M.Si", diakses dari http://www.jakarta.go.id/v2/d bbetawi/detail/156/ Hamdani-Masil-DRS.-M.SI, tanggal 10 Juli 2017.
"Uniknya Nasi Goreng Daun Mengkudu", diakses dari http://www.pesona.co.id /article/uniknya-nasi-goreng-daun-mengkudu?p=3, tanggal 10 Juli 2017.
"Khasnya Dapur Mak Haji", diakses dari http://janna.co.id/khasnya-dapur-mak-haji/, tanggal 11 Juli 2017.
"Resep Nasi Goreng 6.337", diakses dari https://cookpad.com/id/cari/nasi %20goreng?page =2, tanggal 12 Juli 2017.
"Komisi Penyiaran Indonesia Daerah", diakses dari https://id.wikipedia.org/ wiki/Komisi _penyiaran_Indonesia_daerah, tanggal 12 Juli 2017.
Bagi sebagian masyarakat Betawi, selain dikenal bahan-bahan tambahan seperti di atas ada sebuah bahan lagi yang mungkin tidak pernah digunakan oleh etnis lain yang ada di Indonesia, yaitu daun mengkudu. Daun dari tanaman yang buahnya biasa digunakan sebagai obat-obatan karena mengandung vitamin A, Fosfor, kalsium, dan selenium ini ternyata tidak kalah lezat jika dijadikan sebagai bahan nasi goreng bila dicampur dengan bumbu-bumbu racikan tertentu ketika memasaknya (pesona.co.id).
Di Jakarta ada sebuah resto yang salah satu menunya menyajikan masakan nasi goreng daun mengkudu. Lokasinya di Eat & Eat Mall Kelapa Gading 5 Lantai 3 Jakarta Utara. Resto yang buka tiap hari dari pukul 10-00-22.00 WIB ini diberi Dapur Mak Haji. Namun, tidak seperti kebanyakan restoran atau rumah makan lain yang bila mencantumkan nama seseorang, maka dialah pemiliknya. Mak Haji bukanlah nama sang pemilik. Menurut janna.co.id, pemilik sebenarnya adalah orang Betawi asli bernama Hamdani Masil atau akrab disapa Dani.
Nasi goreng mengkudu yang ada di Dapur Mak Haji merupakan resep warisan orang tua Hamdani Masil. Nasi goreng tersebut dapat langsung dinikmati hanya dengan diberi irisan daun mengkudu saja atau tambahan lauk lain, seperti: krewedan (tumis daging atau tetelan) dan telur dadar yang dicampur dengan irisan daun nangka agar aromanya lebih membangkitkan selera dan tidak berbau amis (pesona.co.id).
Hamdani Masil sendiri bukanlah orang sembarangan. Dia merupakan salah seorang tokoh intelektual Betawi yang saat ini bekerja sebagai dosen di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Dani lahir di Meruya, Jakarta Barat, pada tanggal 5 Februari 1965 (jakarta.go.id). Semenjak kecil, anak dari pasangan H. Masil dan Hj. Sobriyah telah menunjukkan keaktifan serta kecerdasan dalam menempuh pendidikan formal.
Oleh karena itu, tidak mengherankan ketika masih kuliah dia telah dipercaya menjadi asisten dosen di Jurusan Ilmu Komunikasi UI. Dedikasinya untuk terus mentransfer ilmu kepada generasi penerus bangsa dibuktikan dengan keseriusannya meneruskan pendidikan hingga mencapai jenjang Strata 2 pada tahun 2007. Setelah lulus Hamdani mengajar lagi di almamaternya untuk mata kuliah: Teknik Penulisan Efektif, Pemasaran Program Televisi, dan Penjualan Program Televisi.
Menurut jakarta.go.id, untuk memperkaya wawasan serta pengetahuan tentang pertelevisian, penyiaran, media massa, dan pemasaran agar dapat dikembangkan dalam pengajaran, Dani aktif mengikuti kegiatan seminar, pertemuan, dan workshop, di antaranya: Study Visit TVB Hongkong (1994); Going Deep with Media Research for Effective Communication (2003); Markplus Conference (2008); Getting Out of the Price War: Is It Possible (2007); Mind Technology for Sales (2005); Marketing Conference (2008); Life Revolution by Tung Dasem Waringin (2008); Asia Pasific Media Forum (2008); Markplus Conference (2009); Reading the New Wave Marketing (2008); Study Visit to Astro, Malaysia (2011); IP7TV World Forum London (2012), dan lain sebagainya.
Berkat keahlian serta pengalaman dalam bidang pertelevisian tersebut Dani kemudian diangkat menjadi Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jakarta. KPID adalah sebuah lembaga independen yang didirikan di setiap provinsi dengan tujuan sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2002 (id.wikipedia.org).
Sementara di kalangan orang Betawi sendiri Dani tidak hanya dikenal sebagai pengajar, pebisnis, dan ketua KPID, tetapi juga budayawan yang berusaha mengangkat citra masyarakat Betawi. Hal itu dilakukannya ketika diberi kepercayaan menjabat sebagai Sekretaris Umum Lembaga Kebudayaan Betawi periode 1993-1995. Selanjutnya, dia juga aktif di Badan Musyawarah (Bamus) Betawi dari tahun 1995 hingga 2000.
Foto: http://bukan-kuliner.blogspot.co.id/2014/12/nasi-goreng-daun-mengkudu-khas-betawi.html
Sumber:
"Hamdani Masil, Drs. M.Si", diakses dari http://www.jakarta.go.id/v2/d bbetawi/detail/156/ Hamdani-Masil-DRS.-M.SI, tanggal 10 Juli 2017.
"Uniknya Nasi Goreng Daun Mengkudu", diakses dari http://www.pesona.co.id /article/uniknya-nasi-goreng-daun-mengkudu?p=3, tanggal 10 Juli 2017.
"Khasnya Dapur Mak Haji", diakses dari http://janna.co.id/khasnya-dapur-mak-haji/, tanggal 11 Juli 2017.
"Resep Nasi Goreng 6.337", diakses dari https://cookpad.com/id/cari/nasi %20goreng?page =2, tanggal 12 Juli 2017.
"Komisi Penyiaran Indonesia Daerah", diakses dari https://id.wikipedia.org/ wiki/Komisi _penyiaran_Indonesia_daerah, tanggal 12 Juli 2017.