Sejarah Museum
Museum Ullen Sentalu berada di Jalan Boyong Km 25, Kaliurang Barat, Sleman, Yogyakarta. Museum ini merupakan representasi dari kehidupan para bangsawan dinasti Mataram, khususnya hasil-hasil budaya mereka yang bersifat intangible mencakup keseluruhan ekspresi, pengetahuan, praktek, dan keterampilan. Sebagaimana diketahui, Mataram (Islam) merupakan sebuah kerajaan di Pulau Jawa yang didirikan oleh dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan pada sekitar abad ke-17. Awalnya kerajaan ini hanya berupa sebuah kadipaten di bawah Kesultanan Pajang yang berpusat di Bumi Mentaok. Pada tahun 1558 Sultan Pajang menghadiahkan wilayah Bumi Mentaok kepada Ki Ageng Pemanahan atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang1.
Mataram pernah mencapai masa kejayaannya pada saat berhasil menyatuhan tanah Jawa dan sekitarnya (Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura). Bahkan, saat diperintah oleh Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo, berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon, pernah berusaha memerangi VOC di Batavia yang berusaha memperluas kekuasaannya1. Namun, karena terjadi kekacuan politik yang menyebabkan perpecahan internal, akhirnya VOC dapat menyusup dan bahkan memecah-belah keraton melalui sebuah perjanjian di daerah Giyanti (sebelah timur Karanganyar) pada tanggal 13 Februari 1755. Sesuai dengan lokasinya, perjanjian itu kemudian dinamakan sebagai Perjanjian Giyanti.
Melalui perjanjian Giyanti pihak Mataran yang diwakili oleh Sunan Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi terpaksa menandatangani kesepakatan dengan VOC. Adapun isi perjanjiannya berupa pembagian wilayah Mataran menjadi dua bagian: sebelah timur Kali Opak dikuasai oleh Sunan Pakubuwana III yang berkedudukan di Surakarta, sedangkan wilayah sebelah barat diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi yang diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I dan berkedudukan di Yogyakarta. Perjanjian ini merupakan penanda berakhirnya Kesultanan Mataram, baik secara de facto maupun de jure menjadi dua buah kerajaan baru, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat2.
Seiring dengan waktu kedua kerajaan baru tersebut terjadi perpecahan lagi. Pada tanggal 17 Maret 1757 Kasunanan Surakarta terpaksa membagi wilayah kekuasaannya kepada Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) melalui Perjanjian Salatiga. Raden Mas Said diberi wilayah kekuasaan berstatus kadipaten yang kemudian diberi nama Praja/Kadipaten Mangkunegaran. Berdasarkan perjanjian ini Raden Mas Said yang diberi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Nagara Senopati Ing Ayudha berhak atas 49% wilayah Kasunanan Surakarta atau yang saat ini mencakup bagian utara Kota Surakarta (Kecamatan Banjarsari, Surakarta), seluruh wilayah Kabupaten Karanganyar, seluruh wilayah Kabupaten Wonogiri, dan sebagian dari wilayah Kecamatan Ngawen dan Semin di Kabupaten Gunung Kidul3.
Sementara perpecahan di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bermula ketika Pangeran Notokusumo (putera dari Sultan Hamengkubuwono I dengan Selir Srenggorowati) dinobatkan sebagai Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I oleh Gubernur-Jenderal Sir Thomas Raffles pada tanggal 17 Maret 18134. Konsekuensinya, Notokusumo dapat mengepalai sebuah principality bernama Kadipaten Paku Alaman, terlepas dari Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Statusnya mirip Praja Mangkunegaran yang dilengkapi pula dengan sebuah legiun sebagai pengawal pejabat kadipaten.
Keempat kesatuan teritorial pecahan Kerajaan Mataram tersebut merupakan pendukung kebudayaan Jawa yang sebenarnya telah diwariskan oleh para nenek moyang jauh sebelum Mataram berdiri. Museum Ullen Sentalu didirikan sebagai bentuk perhatian terhadap warisan budaya para bangsawan keturunan dinasti Mataram tadi agar tidak hilang atau memudar tergerus oleh zaman dalam era globalisasi sekarang ini. Nama Ullen Sentalu sendiri merupakan akronim dari "ULating bLENcong SEjatiNe TAtaraning Lumaku" yang berarti "Nyala lampu blencong merupakan petunjuk manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan"5. Blencong adalah lampu minyak yang dipergunakan dalam pertunjukan wayang kulit yang diibaratkan sebagai cahaya pengarah dan penerang perjalanan hidup manusia dalam meniti kehidupan6.
Awal mula pendirian museum diprakarsai oleh keluarga Haryono pada sekitar 1994 dan baru diresmikan pada tanggal 1 Maret 1997 oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta waktu itu, KGPAA Paku Alam VIII. Adapun lokasinya berada di lereng Gunung Merapi di sebuah tempat bernama nDalem Kaswargan atau Rumah Surga seluas sekitar 11.990 m2.
Untuk dapat mencapai lokasi museum relatif mudah karena hanya berjarak sekitar 25 kilometer arah utara dari pusat Kota Yogyakarta. Adapun rutenya - apabila menggunakan kendaraan umum Bus Transjogja rute 2B atau 3B - begitu turun dari Shelter Ring Road Utara-Kentungan, maka harus dilanjut dengan angkutan kora rute Yogyakarta-Pakem hingga ke Pasar Pakem dan berganti angkutan kota lagi rute Pakem-Kaliurang hingga ke Taman Kanak-kanak Kaliurang atau pertigaan dekat Vogels Hostel. Dari pertigaan disambung lagi dengan berjalan kaki ke arah barat sejauh kurang lebih 300 meter7. Sementara bila menggunakan kendaraan pribadi dapat melalui Jalan Kaliurang sejauh 18 kilometer dan dapat pula dari Jalan Palagan Tentara Pelajar sejauh 19,5 kilometer8.
Komplek nDalem Kaswargan
Seperti dikatakan di atas, Museum Ullen Sentalu berada dalam areal Ndalem Kaswargan milik Keluarga Haryono. Di dalam areal nDalem Kaswargan seluas 1,2 hektar, selain terdapat museum, ada pula butik dan toko suvenir Muse yang menjual berbagai macam batik khas Jogja dan Solo serta barang kerajinan lainnya, restoran Beukenhof yang menyajikan beragam makanan dan minuman dalam ruangan bernuansa Eropa, pagelaran Sekar Djagad, dan rumah peristirahatan keluarga Haryono.
Sementara untuk bangunan museumnya sendiri mengambil bentuk rancang-bangun istana di Eropa abad pertengahan bergaya gothic berupa kastil yang disusun sedemikian rupa dengan tumpukan bebatuan gunung berwarna gelap dan dihiasi tumbuhan merambat6. Di dalam museum terdapat beberapa ruangan yang disesuaikan dengan tema pamerannya. Pada ruangan pertama berupa ruang tamu yang di dalamnya terdapat banner latar belakang pendirian museum serta sebuah arca Dewi Sri sebagai simbol kesuburan. Beranjak dari ruang tamu, menyusuri gang sempit berlabirin menuju ke ruang Seni Tari dan Gamelan yang berisi lukisan tari beserta seperangkat gamelan hibah dari seorang Pangeran di Kesultanan Yogyakarta8.
Keluar dari ruang Seni Tari dan Gamelan ada sebuah lorong panjang menuju ke ruang Guwo Selo Giri (Goa Batu Gunung) yang berada sekitar tiga meter di bawah permukaan tanah. Di dalam ruangan yang didominasi oleh material Gunung Merapi dan dibuat menyerupai goa masa silam atau bunker dengan struktur seluruhnya mirip bangunan candi ini terdapat lobby dan hall utama. Bagian lobby diisi oleh beragam lukisan berbagai ukuran dengan tema tari dan musik trdisional Jawa serta seperangkat alat musik gamelan yang merupakan simbol kebesaran kebudayaan Jawa. Sementara pada bagian hall utama terpampang deretan foto dokumenter serta lukisan para raja, ratu, dan puteri bangsawan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Surakarta Hadiningrat, Pura Mangkunegara, dan Pura Paku Alaman.
Tidak berapa jauh dari Guwo Sela Giri ada sebuah tangga berstruktur punden berundak menuju Kampung Kambang yang letaknya berada di atas sebuah kolam. Di Kampung Kambang terdapat beberapa ruangan pamer koleksi museum, yaitu: (a) Ruang Syair untuk Tineke, berisi syair-syair yang diambil dari buku kecil GRAJ Koes Sapariyam (akrab disapa Tineke), puteri Sunan Pakubuwana XI. Syair-syair itu ditulis dari tahun 1939-1947 oleh para kerabat dan teman-teman Tineke untuk menggambarkan suasana Sang Puteri yang sedang jatuh hati pada seorang pangeran dari kerajaan lain6; (b) Royal Room Ratoe Mas, adalah ruang pamer khusus dipersembahkan bagi Ratu Mas, Permaisuri Sunan Pakubuwono X. Di dalamnya terdapat lukisan Ratu Mas bersama dengan Sunan dan puterinya serta pernak-pernik yang biasa dikenakannya, seperti topi, kain batik, dodot pengantin, dodot putri dan lain sebagainya; (c) Ruang Batik Vorstendlanden, menampilkan sejumlah koleksi batik dari era Sultan Hamengkubwono VII-Sultan Hamengkubuwono VIII serta Sunan Pakubuwono X hingga Sunan Pakubuwono XII; (d) Ruang Batik Pesisiran, menampilkan sejumlah koleksi batik kaya warna serta sejumlah kebaya bordiran tangan yang umum dikenakan oleh kaum perempuan peranakan pada zaman Sultan Hamengkubuwono VII; dan (e) Ruang Putri Dambaan yang khusus memamerkan dokumentasi foto-foto GRAy Siti Nurul Kusumawardhani, puteri tunggal Mangkunegara VII.
Di bagian luar dari Kampung Kambang ada sebuah koridor bernama Retja Landa. Di koridor yang juga berfungsi sebagai museum luar ruangan ini dipamerkan berbagai macam arca dewa dan dewi dari abad ke-8 masehi atau pada masa agama Hindu dan Budha masih berkembang di Kerajaan Mataram kuna. Dan terakhir, adalah Sasana Sekar Bawana yang memamerkan beberapa lukisan raja Mataram serta patung dengan tata rias pengantin gaya Yogyakarta dan Surakarta.
Bagaimana? Anda berminat mengunjungi dan menikmati seluruh koleksi Museum Ullen Sentalu? Sebagai catatan, museum ini dibuka untuk umum dari hari Selasa-Minggu pukul 09.00-15.30 WIB. Adapun biaya masuknya sebesar US$ 5.00 untuk wisatawan mancanegara, Rp. 25.000,00 bagi pelajar atau mahasiswa mancanegara dan wisatawan nusantara, serta Rp. 15.000,00 bagi pelajar dan mahasiswa lokal. Kunjungan ke museum dapat dilakukan secara mandiri (free tour) atau dapat pula menggunakan jasa pemandu (guided tour) yang fasih berbahasa Perancis, Inggris, dan Jepang. (ali gufron)
Foto: http://www.goodnewsfromindonesia.org/2015/07/10/siapa-sangka-inilah-museum-terbaik-di-indonesia/
Sumber:
1. "Kesultanan Mataran", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Mataram, tanggal 16 Oktober 2015.
2. "Perjanjian Giyanti", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Giyanti, tanggal 16 Oktober 2015.
3. "Praja Mangkunegaran", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Praja_Mangkunegaran, tanggal 17 Oktober 2015.
4. "Kadipaten Paku Alaman", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kadipaten_Paku _Alaman, tanggal 17 Oktober 2015.
5. "Museum Ullen Sentalu, Kaliurang", diakses dari http://liburanjogja.co.id/blog/museum-ull en-sentalu/, tanggal 17 Oktober 2015.
6. "Harga Tiket Masuk Museum Ullen Sentalu", diakses dari http://jogjaholidays.com/ article/110645/harga-tiket-masuk-museum-ullen-sentalu.html, tanggal 18 Oktober 2018.
7. Museum Ullen Sentalu Yogyakarta", diakses dari http://www.indonesia.travel/id/ destination/550/museum-ullen-sentalu-yogyakarta, tanggal 18 Oktober 2015.
8. "Terpikat Daya Magis Museum Ullen Sentalu", diakses dari http://travel.detik.com/ read/2012/03/02/162100/1856630/1025/terpikat-daya-magis-museum-ullen-sentalu, tanggal 19 Oktober 2015.
Museum Ullen Sentalu berada di Jalan Boyong Km 25, Kaliurang Barat, Sleman, Yogyakarta. Museum ini merupakan representasi dari kehidupan para bangsawan dinasti Mataram, khususnya hasil-hasil budaya mereka yang bersifat intangible mencakup keseluruhan ekspresi, pengetahuan, praktek, dan keterampilan. Sebagaimana diketahui, Mataram (Islam) merupakan sebuah kerajaan di Pulau Jawa yang didirikan oleh dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan pada sekitar abad ke-17. Awalnya kerajaan ini hanya berupa sebuah kadipaten di bawah Kesultanan Pajang yang berpusat di Bumi Mentaok. Pada tahun 1558 Sultan Pajang menghadiahkan wilayah Bumi Mentaok kepada Ki Ageng Pemanahan atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang1.
Mataram pernah mencapai masa kejayaannya pada saat berhasil menyatuhan tanah Jawa dan sekitarnya (Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura). Bahkan, saat diperintah oleh Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo, berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon, pernah berusaha memerangi VOC di Batavia yang berusaha memperluas kekuasaannya1. Namun, karena terjadi kekacuan politik yang menyebabkan perpecahan internal, akhirnya VOC dapat menyusup dan bahkan memecah-belah keraton melalui sebuah perjanjian di daerah Giyanti (sebelah timur Karanganyar) pada tanggal 13 Februari 1755. Sesuai dengan lokasinya, perjanjian itu kemudian dinamakan sebagai Perjanjian Giyanti.
Melalui perjanjian Giyanti pihak Mataran yang diwakili oleh Sunan Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi terpaksa menandatangani kesepakatan dengan VOC. Adapun isi perjanjiannya berupa pembagian wilayah Mataran menjadi dua bagian: sebelah timur Kali Opak dikuasai oleh Sunan Pakubuwana III yang berkedudukan di Surakarta, sedangkan wilayah sebelah barat diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi yang diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I dan berkedudukan di Yogyakarta. Perjanjian ini merupakan penanda berakhirnya Kesultanan Mataram, baik secara de facto maupun de jure menjadi dua buah kerajaan baru, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat2.
Seiring dengan waktu kedua kerajaan baru tersebut terjadi perpecahan lagi. Pada tanggal 17 Maret 1757 Kasunanan Surakarta terpaksa membagi wilayah kekuasaannya kepada Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) melalui Perjanjian Salatiga. Raden Mas Said diberi wilayah kekuasaan berstatus kadipaten yang kemudian diberi nama Praja/Kadipaten Mangkunegaran. Berdasarkan perjanjian ini Raden Mas Said yang diberi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Nagara Senopati Ing Ayudha berhak atas 49% wilayah Kasunanan Surakarta atau yang saat ini mencakup bagian utara Kota Surakarta (Kecamatan Banjarsari, Surakarta), seluruh wilayah Kabupaten Karanganyar, seluruh wilayah Kabupaten Wonogiri, dan sebagian dari wilayah Kecamatan Ngawen dan Semin di Kabupaten Gunung Kidul3.
Sementara perpecahan di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bermula ketika Pangeran Notokusumo (putera dari Sultan Hamengkubuwono I dengan Selir Srenggorowati) dinobatkan sebagai Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I oleh Gubernur-Jenderal Sir Thomas Raffles pada tanggal 17 Maret 18134. Konsekuensinya, Notokusumo dapat mengepalai sebuah principality bernama Kadipaten Paku Alaman, terlepas dari Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Statusnya mirip Praja Mangkunegaran yang dilengkapi pula dengan sebuah legiun sebagai pengawal pejabat kadipaten.
Keempat kesatuan teritorial pecahan Kerajaan Mataram tersebut merupakan pendukung kebudayaan Jawa yang sebenarnya telah diwariskan oleh para nenek moyang jauh sebelum Mataram berdiri. Museum Ullen Sentalu didirikan sebagai bentuk perhatian terhadap warisan budaya para bangsawan keturunan dinasti Mataram tadi agar tidak hilang atau memudar tergerus oleh zaman dalam era globalisasi sekarang ini. Nama Ullen Sentalu sendiri merupakan akronim dari "ULating bLENcong SEjatiNe TAtaraning Lumaku" yang berarti "Nyala lampu blencong merupakan petunjuk manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan"5. Blencong adalah lampu minyak yang dipergunakan dalam pertunjukan wayang kulit yang diibaratkan sebagai cahaya pengarah dan penerang perjalanan hidup manusia dalam meniti kehidupan6.
Awal mula pendirian museum diprakarsai oleh keluarga Haryono pada sekitar 1994 dan baru diresmikan pada tanggal 1 Maret 1997 oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta waktu itu, KGPAA Paku Alam VIII. Adapun lokasinya berada di lereng Gunung Merapi di sebuah tempat bernama nDalem Kaswargan atau Rumah Surga seluas sekitar 11.990 m2.
Untuk dapat mencapai lokasi museum relatif mudah karena hanya berjarak sekitar 25 kilometer arah utara dari pusat Kota Yogyakarta. Adapun rutenya - apabila menggunakan kendaraan umum Bus Transjogja rute 2B atau 3B - begitu turun dari Shelter Ring Road Utara-Kentungan, maka harus dilanjut dengan angkutan kora rute Yogyakarta-Pakem hingga ke Pasar Pakem dan berganti angkutan kota lagi rute Pakem-Kaliurang hingga ke Taman Kanak-kanak Kaliurang atau pertigaan dekat Vogels Hostel. Dari pertigaan disambung lagi dengan berjalan kaki ke arah barat sejauh kurang lebih 300 meter7. Sementara bila menggunakan kendaraan pribadi dapat melalui Jalan Kaliurang sejauh 18 kilometer dan dapat pula dari Jalan Palagan Tentara Pelajar sejauh 19,5 kilometer8.
Komplek nDalem Kaswargan
Seperti dikatakan di atas, Museum Ullen Sentalu berada dalam areal Ndalem Kaswargan milik Keluarga Haryono. Di dalam areal nDalem Kaswargan seluas 1,2 hektar, selain terdapat museum, ada pula butik dan toko suvenir Muse yang menjual berbagai macam batik khas Jogja dan Solo serta barang kerajinan lainnya, restoran Beukenhof yang menyajikan beragam makanan dan minuman dalam ruangan bernuansa Eropa, pagelaran Sekar Djagad, dan rumah peristirahatan keluarga Haryono.
Sementara untuk bangunan museumnya sendiri mengambil bentuk rancang-bangun istana di Eropa abad pertengahan bergaya gothic berupa kastil yang disusun sedemikian rupa dengan tumpukan bebatuan gunung berwarna gelap dan dihiasi tumbuhan merambat6. Di dalam museum terdapat beberapa ruangan yang disesuaikan dengan tema pamerannya. Pada ruangan pertama berupa ruang tamu yang di dalamnya terdapat banner latar belakang pendirian museum serta sebuah arca Dewi Sri sebagai simbol kesuburan. Beranjak dari ruang tamu, menyusuri gang sempit berlabirin menuju ke ruang Seni Tari dan Gamelan yang berisi lukisan tari beserta seperangkat gamelan hibah dari seorang Pangeran di Kesultanan Yogyakarta8.
Keluar dari ruang Seni Tari dan Gamelan ada sebuah lorong panjang menuju ke ruang Guwo Selo Giri (Goa Batu Gunung) yang berada sekitar tiga meter di bawah permukaan tanah. Di dalam ruangan yang didominasi oleh material Gunung Merapi dan dibuat menyerupai goa masa silam atau bunker dengan struktur seluruhnya mirip bangunan candi ini terdapat lobby dan hall utama. Bagian lobby diisi oleh beragam lukisan berbagai ukuran dengan tema tari dan musik trdisional Jawa serta seperangkat alat musik gamelan yang merupakan simbol kebesaran kebudayaan Jawa. Sementara pada bagian hall utama terpampang deretan foto dokumenter serta lukisan para raja, ratu, dan puteri bangsawan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Surakarta Hadiningrat, Pura Mangkunegara, dan Pura Paku Alaman.
Tidak berapa jauh dari Guwo Sela Giri ada sebuah tangga berstruktur punden berundak menuju Kampung Kambang yang letaknya berada di atas sebuah kolam. Di Kampung Kambang terdapat beberapa ruangan pamer koleksi museum, yaitu: (a) Ruang Syair untuk Tineke, berisi syair-syair yang diambil dari buku kecil GRAJ Koes Sapariyam (akrab disapa Tineke), puteri Sunan Pakubuwana XI. Syair-syair itu ditulis dari tahun 1939-1947 oleh para kerabat dan teman-teman Tineke untuk menggambarkan suasana Sang Puteri yang sedang jatuh hati pada seorang pangeran dari kerajaan lain6; (b) Royal Room Ratoe Mas, adalah ruang pamer khusus dipersembahkan bagi Ratu Mas, Permaisuri Sunan Pakubuwono X. Di dalamnya terdapat lukisan Ratu Mas bersama dengan Sunan dan puterinya serta pernak-pernik yang biasa dikenakannya, seperti topi, kain batik, dodot pengantin, dodot putri dan lain sebagainya; (c) Ruang Batik Vorstendlanden, menampilkan sejumlah koleksi batik dari era Sultan Hamengkubwono VII-Sultan Hamengkubuwono VIII serta Sunan Pakubuwono X hingga Sunan Pakubuwono XII; (d) Ruang Batik Pesisiran, menampilkan sejumlah koleksi batik kaya warna serta sejumlah kebaya bordiran tangan yang umum dikenakan oleh kaum perempuan peranakan pada zaman Sultan Hamengkubuwono VII; dan (e) Ruang Putri Dambaan yang khusus memamerkan dokumentasi foto-foto GRAy Siti Nurul Kusumawardhani, puteri tunggal Mangkunegara VII.
Di bagian luar dari Kampung Kambang ada sebuah koridor bernama Retja Landa. Di koridor yang juga berfungsi sebagai museum luar ruangan ini dipamerkan berbagai macam arca dewa dan dewi dari abad ke-8 masehi atau pada masa agama Hindu dan Budha masih berkembang di Kerajaan Mataram kuna. Dan terakhir, adalah Sasana Sekar Bawana yang memamerkan beberapa lukisan raja Mataram serta patung dengan tata rias pengantin gaya Yogyakarta dan Surakarta.
Bagaimana? Anda berminat mengunjungi dan menikmati seluruh koleksi Museum Ullen Sentalu? Sebagai catatan, museum ini dibuka untuk umum dari hari Selasa-Minggu pukul 09.00-15.30 WIB. Adapun biaya masuknya sebesar US$ 5.00 untuk wisatawan mancanegara, Rp. 25.000,00 bagi pelajar atau mahasiswa mancanegara dan wisatawan nusantara, serta Rp. 15.000,00 bagi pelajar dan mahasiswa lokal. Kunjungan ke museum dapat dilakukan secara mandiri (free tour) atau dapat pula menggunakan jasa pemandu (guided tour) yang fasih berbahasa Perancis, Inggris, dan Jepang. (ali gufron)
Foto: http://www.goodnewsfromindonesia.org/2015/07/10/siapa-sangka-inilah-museum-terbaik-di-indonesia/
Sumber:
1. "Kesultanan Mataran", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Mataram, tanggal 16 Oktober 2015.
2. "Perjanjian Giyanti", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Giyanti, tanggal 16 Oktober 2015.
3. "Praja Mangkunegaran", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Praja_Mangkunegaran, tanggal 17 Oktober 2015.
4. "Kadipaten Paku Alaman", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kadipaten_Paku _Alaman, tanggal 17 Oktober 2015.
5. "Museum Ullen Sentalu, Kaliurang", diakses dari http://liburanjogja.co.id/blog/museum-ull en-sentalu/, tanggal 17 Oktober 2015.
6. "Harga Tiket Masuk Museum Ullen Sentalu", diakses dari http://jogjaholidays.com/ article/110645/harga-tiket-masuk-museum-ullen-sentalu.html, tanggal 18 Oktober 2018.
7. Museum Ullen Sentalu Yogyakarta", diakses dari http://www.indonesia.travel/id/ destination/550/museum-ullen-sentalu-yogyakarta, tanggal 18 Oktober 2015.
8. "Terpikat Daya Magis Museum Ullen Sentalu", diakses dari http://travel.detik.com/ read/2012/03/02/162100/1856630/1025/terpikat-daya-magis-museum-ullen-sentalu, tanggal 19 Oktober 2015.