(Cerita Rakyat Daerah Jawa Timur)
Alkisah, pada zaman dahulu kala ada seorang perempuan bernama Dewi Sanggalangit. Dia adalah puteri dari raja yang bertahta di daerah Kediri. Dewi Sanggalangit memiliki wajah cantik jelita serta sifat yang lemah lembut sehingga banyak pangeran dan dan raja-raja dari berbagai daerah datang untuk meminangnya. Namun, karena belum berhasrat untuk berumah tangga, maka seluruh pinangan tersebut ditolaknya.
Keengganan Dewi Sanggalangit untuk menikah membuat kedua orang tuanya bingung. Mereka yang sudah mendambakan kehadiran seorang cucu ini kemudian menanyakan mengapa dia tidak juga mau menikah. Tetapi, karena Dewi Sanggalangit agak enggan untuk membicarakannya, dia pun menjawab sekenanya bahwa harus ada syarat terlebih dahulu agar seseorang dapat menikahinya.
Ketika orang tuanya terus mendesak untuk mengutarakan syaratnya, malah Dewi Sanggalangitlah yang gantian menjadi bingung. Dia lalu meminta izin pada orang tuanya melakukan tapa brata agar memperoleh wangsit mengenai syarat apa yang akan diajukannya nanti. Adapun waktunya diperkirakan sekitar tiga hari tiga malam di suatu tempat yang sangat sepi dan jarang dikunjungi orang.
Setelah wangsit didapat, pada hari keempat Dewi Sanggalangit menghadap Ayahandanya. Dia lalu mengutarakan syarat berdasarkan wangsit yang diterima, yaitu: untuk dapat menjadi suaminya, seseorang harus mampu menghadirkan suatu tontonan menarik berupa tarian yang diiringi oleh tetabuhan atau gamelan dan barisan kuda kembar sejumlah seratus empat puluh empat ekor. Selain itu, dia juga harus mampu menghadirkan binatang berkepala dua dalam pertunjukan tari tersebut.
Bagi Sang Raja syarat yang diajukan oleh Dewi Sanggalangit amatlah berat dan hampir mustahil. Amat berat karena seseorang harus mampu menciptakan sebuah karya seni baru bersifat kolosan yang melibatkan banyak orang. Sedangkan kemustahilan ada pada salah satu bagian dari syarat, yaitu menghadirkan binatang berkepala dua. Namun, karena sudah menjadi syarat yang diajukan Dewi Sanggalangit agar mau menikah, maka mau tidak mau Sang raja mengumumkannya dalam sebuah sayembara kepada siapa saja yang berminat tanpa memandang status sosialnya dalam masyarakat. Jadi, boleh dari kaum bangsawan maupun rakyat kebanyakan.
Hasilnya, tentu sudah dapat ditebak. Sebagian besar pelamar yang tadinya menggebu-gebu hendak memperisteri Dewi Sanggalangit langsung mundur teratur. Mereka tidak sanggup memenuhi syarat berupa hewan berkepala dua karena memang tidak pernah ada hewan semacam itu, kecuali yang mempunyai cacat bawaan. Bagi para pelamar yang kecewa, syarat Dewi Sanggalangit tersebut hanyalah mengada-ada agar tidak ada lagi orang yang berani mendekatinya.
Tetapi dunia memang aneh. Apa yang dianggap sebagian orang sebagai sesuatu hal yang mustahil, ternyata bagi orang lain dapat dilakukan. Dalam kasus ini ada dua orang yang ternyata "nekat" memenuhi syarat Dewi Sanggalangit. Mereka adalah Raja Singabarong dari Kerajaan Lodaya dan Raja Kelanaswandana dari Kerajaan Bandarangin di daerahWengker. Kedua raja ini memiliki bentuk fisik serta perangai unik yang berbeda dengan orang kebanyakan.
Raja Singabarong misalnya, adalah seorang manusia namun berkepala harimau. Pada bagian leher hingga kepalanya ditumbuhi bulu lebat penuh dengan kutu, sehingga harus memelihara seekor burung merak yang bertugas untuk mematuki kutu-kutu tersebut. Sang merak akan ikut kemana pun Raja Singabarong karena kutu yang ada di bulunya seakan tidak pernah habis.
Selain bentuk fisiknya yang "unik", Raja Singabarong juga memiliki sifat aneh. Dia sering berlaku kejam kepada rakyatnya yang dianggap membangkang dengan memberikan hukuman mati tanpa ada pembelaan diri. Sedangkan, untuk urusan asmara dia mengambil banyak perempuan hanya sebagai selir tanpa ada seorang permaisuri. Baginya, belum ada perempuan yang pantas menjadi permasuri, kecuali Dewi Sanggalangit.
Untuk mewujudkan impiannya itu, ketika ada sayembara bahwa Dewi Sanggalangit mau menikah dengan orang yang dapat memenuhi persyaratannya, Raja Singabarong segera memerintahkan para bawahannya untuk mencari kuda-kuda kembar dan seekor binatang berkepala dua ke seluruh pelosok negeri. Dia juga mengerahkan para seniman dan seniwati untuk menciptakan sebuah tontonan baru yang menarik.
Namun, setelah beberapa minggu para seniman ternyata belum juga mampu menciptakan sebuah kesenian baru dan pengawal Raja Singabarong belum menemukan binatang berkepala dua. Hal ini membuat Raja Singabarong gusar. Dia tahu bahwa ada orang lain yang berambisi untuk mendapatkan Dewi Sanggalangit, yaitu Raja Kelanaswandana di Bandarangin. Oleh karena itu, dia memerintahkan patihnya yang bernama Iderkala untuk menunjuk seorang prajurit terlatihnya menyamar ke Bandarangin dengan tujuan menyelidiki usaha yang telah dilakukan oleh Raja Kelanaswandana.
Setelah melakukan penyelidikan, lima hari kemudian Iderkala menghadap Raja Singabarong. Dia melaporkan bahwa Raja Kelanaswandana hampir berhasil mengumpulkan seratus empat puluh empat ekor kuda kembar dan menciptakan sebuah kesenian baru yang menakjubkan. Hanya binatang berkepala dua saja yang belum didapat, tetapi dari tanda-tanda yang ada kemungkinan tidak lama lagi Raja Kelanaswandana akan mendapatkannya.
Laporan Patih Iderkala membuat Raja Singabarong bertambah gusar. Sambil bangkit dari singgasana dia berkata, "Patih Iderkala, mulai sekarang engkau siapkan prajurit dengan senjata lengkap. Mereka harus siap setiap saat apabila nanti aku perintahkan merampas apapun yang diperoleh Kelanaswandana!"
Di lain pihak, Raja Kelanaswandana yang tidak mengetahui rencana jahat Raja Singabarong sedang berusaha keras untuk memenuhi syarat Dewi Sanggalangit. Bersama para prajurit, dia pergi ke seluruh pelosok negeri untuk mencari kuda kembar serta seekor binatang berkepala dua. Raja yang tampan ini senang bepergian ke seluruh pelosok negeri, sehingga tubuhnya menjadi terlihat gagah dan atletis. Namun tujuannya tidak hanya melihat kondisi rakyatnya, melainkan juga untuk mencari anak-anak laki-laki untuk dicumbui layaknya seorang gadis cantik
Awal ketertarikan Raja Kelanaswandana pada Dewi Sanggalangit bermula ketika bermimpi bertemu dengan Dewi Sanggalangit. Dalam mimpinya itu dia dapat sembuh dari kebiasaan menyimpangnya mencumbui anak lelaki apabila dia dapat mengawini Dewi Sanggalangit. Oleh karena itu, saat Dewi Sanggalangit mengadakan sayembara Raja Kelanaswandan segera menyambutnya dengan gembira. Begitu juga dengan rakyatnya yang selama ini cemas akan kebiasaan menyimpang Raja Kelanswandana. Mereka secara spontan bergotong-royong mencari kuda kembar serta menciptakan sebuah kreasi seni baru guna memenuhi syarat Dewi Sanggalangit.
Hasilnya, dalam tempo relatif singkat dua dari tiga syarat Dewi Sanggalangit berhasil dipenuhi, kecuali hewan berkepala dua. Raja Kelanaswandana yang sakti mandraguna segera menitahkan rakyatnya berhenti mencari karena dia sendiri yang akan mengusahakannya. Tetapi ketika hendak meninggalkan kerajaan, patihnya yang bernama Pujanggeleng datang menghadap dan memberitahukan bahwa ada gelagat kurang baik dari Raja Singabarong yang merupakan saingan satu-satunya dalam memperebutkan Dewi Sanggalangit.
Setelah berpikir sejenak, Raja Kelanaswandana berkata, "Sekarang kau dan anak buahmu menyamarlah menjadi rakyat biasa. Berbaurlah dengan penduduk di tempat-tempat keramaian."
Perkataan tidak jelas itu sudah dimengerti oleh Pujanggeleng. Dia lalu mengumpulkan prajuritnya dan memberi instruksi untuk menyamar sebagai pedagang. Mereka kemudian menyebar ke seantero kerajaan mencari informasi tentang Raja Singabarong. Dari hasil penyelidikan itu diperoleh keterangan bahwa ada seorang prajurit Lodaya yang telah lama melakukan penyamaran di Wengker. Prajurit itu lalu ditangkap dan diinterogasi. Tetapi ketika proses interogasi belum berakhir, sang prajurit mata-mata mengadakan perlawanan sehingga terpaksa dibunuh.
Hasil interogasi yang belum lengkap terhadap mata-mata Lodaya kemudian dilaporkan pada Raja Kelanaswandana. Inti laporan Patih Pujanggeleng adalah bahwa sang mata-mata diperintahkan Raja Singabarong untuk mencari informasi tentang usaha yang telah dilakukan oleh Raja Kelanaswandana dalam memenuhi syarat Dewi Sanggalangit. Apabila semua syarat telah terpenuhi, Raja Singabarong bersama pasukannya akan melakukan penyergapan ketika rombongan Raja Kelanaswandana berangkat menuju Kediri.
"Rupanya Singabarong akan menggunakan cara licik untuk mendapatkan Dewi Sanggalangit," kata Raja Kelanaswandana. "Pujanggeleng, sekarang kau siapkan pasukan terbaikmu. Kita akan menggempur Kerajaan Lodaya!" lanjutnya dengan lantang.
Sementara itu Raja Singabarong yang menunggu laporan dari mata-matanya mulai tampak gelisah. "Iderkala, segeralah engkau ke perbatasan dan jemput mata-mata kita," katanya setelah merenung beberapa saat.
Setelah Patih Iderkala pergi Raja Singabarong menuju ke tamansari mencari si burung merek karena kepalanya terasa gatal sekali. Sesampainya di tamansari Raja Singabarong segera duduk di kursi santai, sementara si burung merak bertengger di bahunya sambil mematuki kutu-kutu yang ada di kepalanya. Bagi Raja Singabarong patukan si burung merak rasanya terasa nikmat sekali bagaikan buaian, sehingga dia akhirnya tertidur pulas. Bahkan, saking pulasnya dia tidak menyadari kalau saat itu pasukan Bandarangin telah menyerbu dan mulai menghancurkan Lodaya. Namun, tidak ada seorang pun yang melaporkannya karena tamansari adalah area khusus yang hanya boleh dimasuki oleh Raja Singabarong dan perawat taman. Apabila Sang Raja sedang berada di sana, ada peraturan yang tidak membolehkan mengganggunya. Jika peraturan itu dilanggar, maka sanksi bagi pelakunya adalah hukuman mati.
Ketika penyerbuan telah mendekati istana barulah Raja Singabarong terbangun karena mendengar suara keributan. Dengan muka merah padam karena marah tidurnya terganggu, dia bergegas menuju istana untuk mencari pelakunya. Namun, tanpa disadari rupanya dia telah diawasi oleh Raja Kelanaswandana. Bagi Kelanaswandana, bentuk wajah Singabarong yang berupa harimau serta burung merak yang bertengger di bahunya seolah-olah tampak seperti binatang berkelapa dua. Pikirnya, apabila disatukan tentu akan membentuk binatang berkepala dua yang sangat unik dan dapat dijadikan sebagai syarat pernikahannya dengan Dewi Sanggalangit.
Oleh karena itu, Raja Kelanaswandana langsung saja menghadangnya saat akan memasuki istana. Setelah "berbasa-basi" sejenak mereka lalu bergumul saling mengadu kesaktian. Kelanaswandana yang amat sakti berhasil memukup bagian kepala Singabarong sehingga kepalanya beradu dengan burung merak yang masih bertengger di pundaknya. Walhasil, secara ajaib leher mereka tiba-tiba menyatu sehingga Singabarong sekarang berkepala dua.
Tidak puas dengan hanya menggunakan tangan kosong, Kelanaswandana lalu mengeluarkan senjata saktinya berupa sebuah cambuk bernama Samandiman yang dapat mengeluarkan hawa panas serta bunyi laksana halilintar bila disabetkan. Begitu cambuk disabetkan pada tubuh Singabarong, sontak saja dia terpental dalam kondisi terkapar di atas tanah. Seketika itu juga tubuhnya terasa lemas dan berangsur-angsur menjadi seekor binatang aneh berkepala harimau dan merak. Dia kemudian ditangkap lalu dibawa ke Bandarangin.
Singkat cerita, setelah syarat yang diajukan oleh Dewi Sanggalangit terpenuhi, Kelanaswandana bersama pengiringnya datang ke Kediri untuk meminang Dewi Sanggalanggit. Sesampainya di sana mereka memulai pertunjukkan sebuah kesenian baru berupa barisan seratus empat puluh empat ekor kuda kembar dalam iringan gamelan, gendang, dan terompet. Di depan barisan tersebut ada seekor binatang berkepala dua menari liar namun indah dan menarik hati.
Dan, dengan ditampilkannya kesenian baru tersebut, maka terpenuhilah sudah syarat yang diminta oleh Dewi Sanggalangit. Pinangan Raja Kelanaswandana diterima dengan baik oleh Dewi Sanggalangit. Mereka akhirnya menikah dan tinggal di daerah Wengker atau yang sekarang menjadi Ponorogo. Oleh masyarakat setempat, kesenian baru ini disebut sebagai Reog Ponorogo karena diciptakan oleh para seniman dari daerah Wengker atau Ponorogo.
Diceritakan kembali oleh gufron
Alkisah, pada zaman dahulu kala ada seorang perempuan bernama Dewi Sanggalangit. Dia adalah puteri dari raja yang bertahta di daerah Kediri. Dewi Sanggalangit memiliki wajah cantik jelita serta sifat yang lemah lembut sehingga banyak pangeran dan dan raja-raja dari berbagai daerah datang untuk meminangnya. Namun, karena belum berhasrat untuk berumah tangga, maka seluruh pinangan tersebut ditolaknya.
Keengganan Dewi Sanggalangit untuk menikah membuat kedua orang tuanya bingung. Mereka yang sudah mendambakan kehadiran seorang cucu ini kemudian menanyakan mengapa dia tidak juga mau menikah. Tetapi, karena Dewi Sanggalangit agak enggan untuk membicarakannya, dia pun menjawab sekenanya bahwa harus ada syarat terlebih dahulu agar seseorang dapat menikahinya.
Ketika orang tuanya terus mendesak untuk mengutarakan syaratnya, malah Dewi Sanggalangitlah yang gantian menjadi bingung. Dia lalu meminta izin pada orang tuanya melakukan tapa brata agar memperoleh wangsit mengenai syarat apa yang akan diajukannya nanti. Adapun waktunya diperkirakan sekitar tiga hari tiga malam di suatu tempat yang sangat sepi dan jarang dikunjungi orang.
Setelah wangsit didapat, pada hari keempat Dewi Sanggalangit menghadap Ayahandanya. Dia lalu mengutarakan syarat berdasarkan wangsit yang diterima, yaitu: untuk dapat menjadi suaminya, seseorang harus mampu menghadirkan suatu tontonan menarik berupa tarian yang diiringi oleh tetabuhan atau gamelan dan barisan kuda kembar sejumlah seratus empat puluh empat ekor. Selain itu, dia juga harus mampu menghadirkan binatang berkepala dua dalam pertunjukan tari tersebut.
Bagi Sang Raja syarat yang diajukan oleh Dewi Sanggalangit amatlah berat dan hampir mustahil. Amat berat karena seseorang harus mampu menciptakan sebuah karya seni baru bersifat kolosan yang melibatkan banyak orang. Sedangkan kemustahilan ada pada salah satu bagian dari syarat, yaitu menghadirkan binatang berkepala dua. Namun, karena sudah menjadi syarat yang diajukan Dewi Sanggalangit agar mau menikah, maka mau tidak mau Sang raja mengumumkannya dalam sebuah sayembara kepada siapa saja yang berminat tanpa memandang status sosialnya dalam masyarakat. Jadi, boleh dari kaum bangsawan maupun rakyat kebanyakan.
Hasilnya, tentu sudah dapat ditebak. Sebagian besar pelamar yang tadinya menggebu-gebu hendak memperisteri Dewi Sanggalangit langsung mundur teratur. Mereka tidak sanggup memenuhi syarat berupa hewan berkepala dua karena memang tidak pernah ada hewan semacam itu, kecuali yang mempunyai cacat bawaan. Bagi para pelamar yang kecewa, syarat Dewi Sanggalangit tersebut hanyalah mengada-ada agar tidak ada lagi orang yang berani mendekatinya.
Tetapi dunia memang aneh. Apa yang dianggap sebagian orang sebagai sesuatu hal yang mustahil, ternyata bagi orang lain dapat dilakukan. Dalam kasus ini ada dua orang yang ternyata "nekat" memenuhi syarat Dewi Sanggalangit. Mereka adalah Raja Singabarong dari Kerajaan Lodaya dan Raja Kelanaswandana dari Kerajaan Bandarangin di daerahWengker. Kedua raja ini memiliki bentuk fisik serta perangai unik yang berbeda dengan orang kebanyakan.
Raja Singabarong misalnya, adalah seorang manusia namun berkepala harimau. Pada bagian leher hingga kepalanya ditumbuhi bulu lebat penuh dengan kutu, sehingga harus memelihara seekor burung merak yang bertugas untuk mematuki kutu-kutu tersebut. Sang merak akan ikut kemana pun Raja Singabarong karena kutu yang ada di bulunya seakan tidak pernah habis.
Selain bentuk fisiknya yang "unik", Raja Singabarong juga memiliki sifat aneh. Dia sering berlaku kejam kepada rakyatnya yang dianggap membangkang dengan memberikan hukuman mati tanpa ada pembelaan diri. Sedangkan, untuk urusan asmara dia mengambil banyak perempuan hanya sebagai selir tanpa ada seorang permaisuri. Baginya, belum ada perempuan yang pantas menjadi permasuri, kecuali Dewi Sanggalangit.
Untuk mewujudkan impiannya itu, ketika ada sayembara bahwa Dewi Sanggalangit mau menikah dengan orang yang dapat memenuhi persyaratannya, Raja Singabarong segera memerintahkan para bawahannya untuk mencari kuda-kuda kembar dan seekor binatang berkepala dua ke seluruh pelosok negeri. Dia juga mengerahkan para seniman dan seniwati untuk menciptakan sebuah tontonan baru yang menarik.
Namun, setelah beberapa minggu para seniman ternyata belum juga mampu menciptakan sebuah kesenian baru dan pengawal Raja Singabarong belum menemukan binatang berkepala dua. Hal ini membuat Raja Singabarong gusar. Dia tahu bahwa ada orang lain yang berambisi untuk mendapatkan Dewi Sanggalangit, yaitu Raja Kelanaswandana di Bandarangin. Oleh karena itu, dia memerintahkan patihnya yang bernama Iderkala untuk menunjuk seorang prajurit terlatihnya menyamar ke Bandarangin dengan tujuan menyelidiki usaha yang telah dilakukan oleh Raja Kelanaswandana.
Setelah melakukan penyelidikan, lima hari kemudian Iderkala menghadap Raja Singabarong. Dia melaporkan bahwa Raja Kelanaswandana hampir berhasil mengumpulkan seratus empat puluh empat ekor kuda kembar dan menciptakan sebuah kesenian baru yang menakjubkan. Hanya binatang berkepala dua saja yang belum didapat, tetapi dari tanda-tanda yang ada kemungkinan tidak lama lagi Raja Kelanaswandana akan mendapatkannya.
Laporan Patih Iderkala membuat Raja Singabarong bertambah gusar. Sambil bangkit dari singgasana dia berkata, "Patih Iderkala, mulai sekarang engkau siapkan prajurit dengan senjata lengkap. Mereka harus siap setiap saat apabila nanti aku perintahkan merampas apapun yang diperoleh Kelanaswandana!"
Di lain pihak, Raja Kelanaswandana yang tidak mengetahui rencana jahat Raja Singabarong sedang berusaha keras untuk memenuhi syarat Dewi Sanggalangit. Bersama para prajurit, dia pergi ke seluruh pelosok negeri untuk mencari kuda kembar serta seekor binatang berkepala dua. Raja yang tampan ini senang bepergian ke seluruh pelosok negeri, sehingga tubuhnya menjadi terlihat gagah dan atletis. Namun tujuannya tidak hanya melihat kondisi rakyatnya, melainkan juga untuk mencari anak-anak laki-laki untuk dicumbui layaknya seorang gadis cantik
Awal ketertarikan Raja Kelanaswandana pada Dewi Sanggalangit bermula ketika bermimpi bertemu dengan Dewi Sanggalangit. Dalam mimpinya itu dia dapat sembuh dari kebiasaan menyimpangnya mencumbui anak lelaki apabila dia dapat mengawini Dewi Sanggalangit. Oleh karena itu, saat Dewi Sanggalangit mengadakan sayembara Raja Kelanaswandan segera menyambutnya dengan gembira. Begitu juga dengan rakyatnya yang selama ini cemas akan kebiasaan menyimpang Raja Kelanswandana. Mereka secara spontan bergotong-royong mencari kuda kembar serta menciptakan sebuah kreasi seni baru guna memenuhi syarat Dewi Sanggalangit.
Hasilnya, dalam tempo relatif singkat dua dari tiga syarat Dewi Sanggalangit berhasil dipenuhi, kecuali hewan berkepala dua. Raja Kelanaswandana yang sakti mandraguna segera menitahkan rakyatnya berhenti mencari karena dia sendiri yang akan mengusahakannya. Tetapi ketika hendak meninggalkan kerajaan, patihnya yang bernama Pujanggeleng datang menghadap dan memberitahukan bahwa ada gelagat kurang baik dari Raja Singabarong yang merupakan saingan satu-satunya dalam memperebutkan Dewi Sanggalangit.
Setelah berpikir sejenak, Raja Kelanaswandana berkata, "Sekarang kau dan anak buahmu menyamarlah menjadi rakyat biasa. Berbaurlah dengan penduduk di tempat-tempat keramaian."
Perkataan tidak jelas itu sudah dimengerti oleh Pujanggeleng. Dia lalu mengumpulkan prajuritnya dan memberi instruksi untuk menyamar sebagai pedagang. Mereka kemudian menyebar ke seantero kerajaan mencari informasi tentang Raja Singabarong. Dari hasil penyelidikan itu diperoleh keterangan bahwa ada seorang prajurit Lodaya yang telah lama melakukan penyamaran di Wengker. Prajurit itu lalu ditangkap dan diinterogasi. Tetapi ketika proses interogasi belum berakhir, sang prajurit mata-mata mengadakan perlawanan sehingga terpaksa dibunuh.
Hasil interogasi yang belum lengkap terhadap mata-mata Lodaya kemudian dilaporkan pada Raja Kelanaswandana. Inti laporan Patih Pujanggeleng adalah bahwa sang mata-mata diperintahkan Raja Singabarong untuk mencari informasi tentang usaha yang telah dilakukan oleh Raja Kelanaswandana dalam memenuhi syarat Dewi Sanggalangit. Apabila semua syarat telah terpenuhi, Raja Singabarong bersama pasukannya akan melakukan penyergapan ketika rombongan Raja Kelanaswandana berangkat menuju Kediri.
"Rupanya Singabarong akan menggunakan cara licik untuk mendapatkan Dewi Sanggalangit," kata Raja Kelanaswandana. "Pujanggeleng, sekarang kau siapkan pasukan terbaikmu. Kita akan menggempur Kerajaan Lodaya!" lanjutnya dengan lantang.
Sementara itu Raja Singabarong yang menunggu laporan dari mata-matanya mulai tampak gelisah. "Iderkala, segeralah engkau ke perbatasan dan jemput mata-mata kita," katanya setelah merenung beberapa saat.
Setelah Patih Iderkala pergi Raja Singabarong menuju ke tamansari mencari si burung merek karena kepalanya terasa gatal sekali. Sesampainya di tamansari Raja Singabarong segera duduk di kursi santai, sementara si burung merak bertengger di bahunya sambil mematuki kutu-kutu yang ada di kepalanya. Bagi Raja Singabarong patukan si burung merak rasanya terasa nikmat sekali bagaikan buaian, sehingga dia akhirnya tertidur pulas. Bahkan, saking pulasnya dia tidak menyadari kalau saat itu pasukan Bandarangin telah menyerbu dan mulai menghancurkan Lodaya. Namun, tidak ada seorang pun yang melaporkannya karena tamansari adalah area khusus yang hanya boleh dimasuki oleh Raja Singabarong dan perawat taman. Apabila Sang Raja sedang berada di sana, ada peraturan yang tidak membolehkan mengganggunya. Jika peraturan itu dilanggar, maka sanksi bagi pelakunya adalah hukuman mati.
Ketika penyerbuan telah mendekati istana barulah Raja Singabarong terbangun karena mendengar suara keributan. Dengan muka merah padam karena marah tidurnya terganggu, dia bergegas menuju istana untuk mencari pelakunya. Namun, tanpa disadari rupanya dia telah diawasi oleh Raja Kelanaswandana. Bagi Kelanaswandana, bentuk wajah Singabarong yang berupa harimau serta burung merak yang bertengger di bahunya seolah-olah tampak seperti binatang berkelapa dua. Pikirnya, apabila disatukan tentu akan membentuk binatang berkepala dua yang sangat unik dan dapat dijadikan sebagai syarat pernikahannya dengan Dewi Sanggalangit.
Oleh karena itu, Raja Kelanaswandana langsung saja menghadangnya saat akan memasuki istana. Setelah "berbasa-basi" sejenak mereka lalu bergumul saling mengadu kesaktian. Kelanaswandana yang amat sakti berhasil memukup bagian kepala Singabarong sehingga kepalanya beradu dengan burung merak yang masih bertengger di pundaknya. Walhasil, secara ajaib leher mereka tiba-tiba menyatu sehingga Singabarong sekarang berkepala dua.
Tidak puas dengan hanya menggunakan tangan kosong, Kelanaswandana lalu mengeluarkan senjata saktinya berupa sebuah cambuk bernama Samandiman yang dapat mengeluarkan hawa panas serta bunyi laksana halilintar bila disabetkan. Begitu cambuk disabetkan pada tubuh Singabarong, sontak saja dia terpental dalam kondisi terkapar di atas tanah. Seketika itu juga tubuhnya terasa lemas dan berangsur-angsur menjadi seekor binatang aneh berkepala harimau dan merak. Dia kemudian ditangkap lalu dibawa ke Bandarangin.
Singkat cerita, setelah syarat yang diajukan oleh Dewi Sanggalangit terpenuhi, Kelanaswandana bersama pengiringnya datang ke Kediri untuk meminang Dewi Sanggalanggit. Sesampainya di sana mereka memulai pertunjukkan sebuah kesenian baru berupa barisan seratus empat puluh empat ekor kuda kembar dalam iringan gamelan, gendang, dan terompet. Di depan barisan tersebut ada seekor binatang berkepala dua menari liar namun indah dan menarik hati.
Dan, dengan ditampilkannya kesenian baru tersebut, maka terpenuhilah sudah syarat yang diminta oleh Dewi Sanggalangit. Pinangan Raja Kelanaswandana diterima dengan baik oleh Dewi Sanggalangit. Mereka akhirnya menikah dan tinggal di daerah Wengker atau yang sekarang menjadi Ponorogo. Oleh masyarakat setempat, kesenian baru ini disebut sebagai Reog Ponorogo karena diciptakan oleh para seniman dari daerah Wengker atau Ponorogo.
Diceritakan kembali oleh gufron