(Cerita Rakyat Banyumas, Jawa Tengah)
Alkisah, pada zaman dahulu ada seorang pemuda tampan bernama Suta. Untuk menghidupi dirinya, Suta bekerja sebagai seorang kacung di Kadipaten Kutaliman, Banyumas, Jawa Tengah. Tugasnya adalah merawat sekaligus membersihkan kandang kuda milik Adipati Kutaliman. Oleh karena dia adalah seorang baik dan jujur, maka selama bekerja tidak pernah mendapatkan masalah yang berarti.
Suatu ketika, selepas bekerja mengurus kuda-kuda milik Adipati Kutaliman, Suta memutuskan berkeliling kadipaten mencari suasana baru. Namun karena wilayah kadipaten sangatlah luas, maka dia hanya dapat mencapai satu lokasi saja. Keesokan harinya diulangi lagi perjalanan menuju ke lokasi lain. Begitu seterusnya hingga hampir seluruh wilayah Kadipaten Kutaliman berhasil didatangi.
Pada perjalanannya yang terakhir, dia mendengar suara jeritan seorang perempuan. Ketika didatangi, tampaklah olehnya ada seekor ular sangat besar yang sedang membuka mulut lebar-lebar dan siap memangsa seorang perempuan di hadapannya. Perempuan itu dibelit dengan kuat sehingga wajahnya tampak pucat pasi karena aliran darah tersumbat.
Meskipun sangat takut, Suta memberanikan diri mendekati Sang ular. Dengan berbekal sebilah pedang kusam dia segera menyabetkannya ke arah tubuh Sang ular. Tetapi karena Suta tidak pandai berkelahi, perlu butuh waktu lama untuk dapat menaklukkan ular tersebut. Dan, setelah sang ular mati, tubuh sang perempuan pun terlepas dengan sendirinya. Dia segera jatuh tergolek dalam keadaan pingsan.
Tidak lama kemudian seorang emban datang dan membopong perempuan itu ke sisi pendopo. Suta lalu mendekati dan bertanya para Sang emban, "siapakah perempuan ini, Bi?"
"Dia adalah puteri dari Adipati Kutaliman," jawab emban singkat.
Mendengar penjelasan singkat itu, Suta menjadi terkejut karena perempuan yang telah dia tolong ternyata adalah anak dari majikannya sendiri. Selama ini Suta hanya mendengar bahwa Sang Adipati memiliki seorang puteri yang cantik jelita, tetapi dia sendiri belum pernah bertemu atau melihatnya.
Sejak peristiwa tersebut, keduanya pun sering bertemu untuk hanya sekedar berbincang-bincang santai. Lama-kelamaan, timbullah rasa sayang dan cinta di antara mereka hingga akhirnya Suta memberanikan diri datang pada Adipati Kutaliman untuk melamar puteri kesayangannya.
Sang Adipati yang sudah mendengar kabar tentang kedekatan puteri kesayangannya dengan si pengurus kuda tentu saja menjadi terkejut. Dia tidak menyangka kalau kedekatan itu ternyata bukan hanya sebatas teman. Maka ketika Suta selesai mengutarakan niat, dengan sangat marah Adipati berkata, "Engkau ini hanyalah seorang kacung. Sungguh tidak pantas bila disandingkan dengan puteriku! Pengawal, tangkap orang ini dan masukkan ke penjara bawah tanah!"
Sang puteri yang mendengarkan percakapan Ayahandanya dengan Suta dari balik tirai tentu saja menjadi sedih. Dia tidak menyangka kalau Ayahanda akan sangat marah terhadap Suta hingga memasukkannya ke penjara bawah tanah yang lembab, pengap, dan gelap. Padahal, penjara itu hanya dikhususkan bagi orang-orang yang melakukan kejahatan luar biasa sehingga sangat jarang diberi makan dan minum.
Agar sang kekasih dapat segera keluar dari penjara, malam harinya Sang Puteri langsung meminta bantuan emban kepercayaannya mencuri kunci untuk membuka pintu sel tempat Suta dikurung. Sementara itu, dia menunggu bersama kudanya di salah satu sudut Kadipaten yang jarang didatangi orang.
Singkat cerita, Sang emban pun melaksanakan tugasnya dengan mengelabuhi penjaga penjara. Tetapi ketika berhasil membuka pintu sel, dia mendapati Suta tengah terbaring lemah dalam kondisi menggigil karena kekurangan pasokan makanan dan minuman. Sang emban yang membawa sedikit bekal segera memberi Suta makan dan minuman agar tubuhnya kuat kembali. Selain itu, dia juga memberi pakaian agar ketika keluar dari penjara dapat langsung membaur dengan penduduk.
Setelah berpakaian layaknya penduduk kebayakan, Suta bersama emban lalu berjalan mengendap agar dapat keluar keluar dari penjara tanpa diketahui oleh penjaga. Sesampainya di sudut Kadipaten, Suta dan Sang Puteri segera menaiki kuda dan pergi ke arah selatan menuju lereng Gunung Selamet, sementara Sang emban kembali ke kediaman Adipati Kutaliman.
Keesokannya, menjelang tengah hari, mereka memutuskan untuk beristirahat di tepi sebuah sungai sambil memulihkan tenaga. Tempat itu berhawa sejuk serta memiliki panorama alam yang sangat indah sehingga membuat Sang Puteri takjub dan ingin menetap. Ternyata Suta pun demikian dan mereka sepakat untuk menetap serta membina rumah tangga di sana. Dan, seiring berjalannya waktu, tempat mereka menetap dan beranak-pinak tersebut oleh masyarakat sekitar kemudian dinamakan Baturaden. Kata "batu" berarti "batur atau pembantu" dan "raden" berarti "bangsawan". Jadi, Baturaden dapat diartikan sebagai tempat menetapnya seorang batur dan seorang bangsawan untuk membina sebuah rumah tangga yang bahagia hingga akhir hayat.
Diceritakan kembali oleh ali gufron