Hikayat Jaya Lengkara

Alkisah, dahulu kala ada sebuah kerajaan besar bernana Ajam Saukat yang dipimpin oleh seorang adil dan bijaksana bernama Saiful Muluk. Awalnya Sang Raja didampingi oleh permaisuri Putri Sakanda Cahaya Rum. Namun karena tidak kunjung dikaruniai keturunan, dia kemudian menikah lagi dengan Putri Sakanda Cahaya Bayang-bayang.

Pada perkawinan kedua ini Saiful Muluk berhasil mendapat keturunan berupa dua bayi laki-laki kembar yang diberi nama Makdim dan Makdam. Kelahiran mereka disambut gembira oleh seluruh rakyat kerajaan. Hanya satu orang saja yang tidak merasa bahagia, yaitu Putri Sakanda Cahaya Rum. Dia khawatir dengan kelahiran Makdim dan Makdum Raja tidak lagi menyayanginya.

Oleh karena itu, setiap malam dia berdoa pada Tuhan agar diberikan momongan. Bertahun-tahun kemudian doanya dikabulkan dan melahirkan seorang bayi laki-laki yang elok rupawan. Sang bayi diberi nama Jaya Lengkara.

Anehnya, semenjak Jaya Lengkara lahir negeri Ajam Saukat menjadi semakin makmur. Segala macam tumbuhan yang ditanam akan membuahkan hasil melimpah. Walhasil, karena banyaknya supply ketimbang demand, harga di pasaran pun menjadi turun. Rakyat dapat membeli barang yang diinginkannya dengan harga sangat murah.

Saiful Muluk yang heran akan kemakmuran negerinya semenjak kelahiran Jaya Lengkara lantas memanggil para hulubalang dan ahli nujum istana. Kepada mereka dia mempertanyakan apakah ada hubungan antara kelahiran Jaya Lengkara dengan semakin makmurnya Kerajaan Ajam Saukat.

Pertanyaan Saiful Muluk tidak lantas dijawab oleh para hulubalang dan ahli nujum. Masing-masing mengerahkan kemampuan supranatural mereka untuk menyingkap tabir yang menyelimuti Jaya Lengkara. Namun walau telah mengerahkan segala kemampuan, tidak ada seorang pun di antara mereka yang mampu menjawabnya. Bahkan, ketika Saiful Muluk menanyakan makna dari nama Jaya Lengkara mereka juga tidak mampu memberi penjelasan gamblang. Mereka menyarankan agar Saiful Muluk mencari seorang Kadi (ahli ilmu fikih) yang dapat menafsirkan makna dari sebuah kata.

Setelah para hulubalang dan ahli nujum pulang Saiful Muluk memanggil kedua putra kembarnya yang telah dewasa. Mereka diperintahkan mencari seorang Kadi untuk menanyakan perihal makna dari nama Jaya Lengkara.

Sesuai perintah, menggunakan arak-arakan khas anggota kerajaan Makdam dan Makdim segera mencari seorang Kadi. Setelah bertemu mereka kemudian bertanya tentang arti nama Jaya Lengkara dan bagaimana nasibnya kelak setelah dewasa.

Ketika membuka kitab tafsirnya Sang Kadi tak henti-henti mengucapkan kalimat syukur kepada Tuhan. Dia lalu menjelaskan bahwa Jaya Lengkara adalah bayi ajaib. Kelak dia akan menjadi seorang sakti mandraguna tanpa tandingan. Dia akan menjadi raja dari para raja yang ditaklukkannya. Kerajaan yang dipimpinnya akan makmur dan rakyatnya hidup sejahtera.

Kaget akan tafsiran Sang Kadi, keduanya lantas menanyakan apakah nasib Jaya Lengkara tidak bisa diubah lagi. Makdam dan Makdim khawatir apabila ramalan Sang Kadi benar maka nasib merekalah yang tidak akan bersinar. Saiful Muluk pasti akan memprioritaskan Jaya Lengkara dan istri tuanya dalam segala aspek kehidupan.

Pertanyaan si kembar tadi dijawab tegas oleh Sang Kadi bahwa nasib Jaya Lengkara sudah digariskan selalu baik. Bahkan, sangatlah baik dan sempurna sebagai seorang manusia. Selain itu, dia juga memastikan bahwa Jaya Lengkara akan selalu berjaya di mana saja (air dan darat) dan tidak ada bangsa manusia dan jin yang berani melawannya.

Keterangan Sang Kadi malah membuat Makdam dan Makdim semakin was-was. Dalam perjalanan pulang mereka berunding dan mengatur siasat bagaimana menyingkirkan Jaya Lengkara. Adapun tujuannya selain agar Saiful Muluk tetap memperhatikan mereka dan ibunya juga kerajaan jangan sampai jatuh ke tangan Jaya Lengkara.

Sampai di istana keduanya melapor pada Saiful Muluk bahwa kelahiran Jaya Lengkara yang membawa berkah hanyalah bersifat sementara. Suatu hari nanti dia akan membawa negeri dalam bencana. Kekeringan berkepanjangan akan melanda sehingga rakyat gagal panen dan kelaparan di mana-mana.

Laporan mengejutkan dari Makdam dan Makdim membuat Saiful Muluk gusar. Bersama si kembar dia lalu mendatangi kediaman Putri Cahaya Rum yang sedang menyusui Jaya Lengkara. Sambil menunjukkan raut muka sedih Saiful Muluk menjelaskan pada Putri Cahaya Rum bahwa bayi mereka akan membawa malapetaka bagi seluruh rakyat kerajaan. Oleh karena itu, Jaya Lengkara harus dilenyapkan.

Perkataan Saiful Muluk tentu membuat Putri Cahaya Rum kaget bukan kepalang. Bak disambar petir dia tidak menyangka Saiful Muluk akan tega berbuat demikian pada anak semata wayangnya. Sembari menangis tersedu diambilnya lagi Jaya Lengkara dari gendongan Saiful Muluk. Dia lalu berkata bahwa apabila Jaya Lengkara ingin dilenyapkan, maka dirinya juga harus dilenyapkan.

Saiful Muluk yang sejatinya akan mencekik Jaya Lengkara spontan mengurungkan niatnya. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tidak mungkin membunuh Putri Cahaya Rum yang sangat dicintainya karena bukan termasuk sumber malapetaka bagi kerajaan. Lagipula dia adalah permaisuri pertama yang telah menemaninya dalam suka dan duka.

Dalam suasana kebimbangan tersebut tiba-tiba Makdam mengusulkan sebuah pendapat. Dia menyarakan agar Jaya Lengkara dan ibunya diasingkan di hutan yang lokasinya jauh di luar wilayah kerajaan. Dengan demikian anak-beranak itu dapat terus hidup sementara rakyat kerajaan terhindari dari malapetaka.

Masukan Makdam rupanya mengena di hati Saiful Muluk. Pikirnya, dengan dibuangnya Putri Cahaya Rum dan Jaya Lengkara, maka suatu saat dia masih dapat menemui mereka. Sementara itu, rakyat juga akan tetap makmur, sebab sumber malapetaka telah dijauhkan dari kehidupan mereka. Dia lalu memerintahkan Mangkubumi (patih istana) membawa Putri Cahaya Rum dan anaknya keluar dari istana.

Berbekal seadanya Mangkubumi (patih istana) membawa Putri Cahaya Rum dan anaknya keluar dari istana. Mereka berjalan selama tujuh hari tujuh malam hingga sampai di sebuah hutan rimba yang belum terjamah manusia. Di hutan itu mereka ditinggalkan begitu saja tanpa dibekali peralatan apapun guna menyambung hidup.

Setelah ditinggalkan Putri Sakanda Cahaya Rum bingung harus berbuat apa. Selama ini dia tidak dibekali pengetahuan tentang bagaimana bertahan hidup seorang diri di dunia luar. Sedari kecil dia sudah terbiasa dilayani oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, yang ada di dalam benaknya adalah mencari pertolongan dari orang-orang yang hidup di sekitar hutan.

Namun setelah berjalan selama sembilan hari sembilan malam, tidak satu perkampungan pun ditemui. Dia hanya menemukan sebuah goa berukuran raksasa yang di dalamnya masih banyak terdapat harimau dan ular. Anehnya, ketika dia masuk harimau dan ular tunduk padanya.

Sampai di dalam goa tiba-tiba Jaya Lengkara menangis ingin menyusu. Namun karena Sang ibu tidak makan selama beberapa hari maka air susu pun tidak keluar dari payudaranya. Dia lalu meletakkan Jaya Lengkara pada sebuah batu besar hendak mencari air minum. Tanpa disangka setelah Jaya Lengkara diletakkan tepat disisi batu menyemburlah air sebening kristal. Putri Sakanda Cahaya Rum lekas meminum air ajaib itu agar air susunya kembali mengalir.

Begitu seterusnya hingga beberapa tahun lamanya mereka tinggal di dalam goa. Selama itu pula Jaya Lengkara tumbuh menjadi anak yang sehat dan memiliki kecerdasan tinggi. Sehari-hari, entah siapa yang mengajari, ia bermain panah dengan memanah kambing atau menjangan di hutan sekitar goa.

Di lain tempat, sepeninggal Putri Sakanda Cahaya Rum dan anaknya Saiful Muluk terserang penyakit aneh. Tidak ada seorang tabib dari negeri mana pun yang mampu mengobatinya. Mereka tidak memiliki obat mujarab berupa bunga kuma-kuma putih. Tumbuhan ini sangat langka dan hanya ada di puncak Gunung Mesir.

Makdam dan Makdim yang khawatir akan kesehatan Saiful Muluk segera memerintahkan para pengawal mencari bunga itu. Tetapi setelah berminggu-minggu pencarian ternyata mereka tidak berhasil menemukan sehingga terpaksa si kembarlah yang harus turun mencarinya.

Dalam perjalanan menuju Gunung Mesir tanpa disangka mereka bertemu Jaya Lengkara yang tengah berburu menjangan. Makdam dan Makdim yang hanya tahu wujud Jaya Lengkara ketika masih bayi lalu mendekati dan meminta air karena sudah berhari-hari tidak minum. Oleh Jaya Lengkara mereka dibawa ke rumahnya di dalam goa.

Ketika berada dalam goa mereka terkejut melihat Putri Sakanda Cahaya Rum yang datang membawa kendi berisi air dan sayur-mayur. Sambil menghaturkan sembah sujud Makdam dan Makdim mengutarakan maksud kedatangan mereka hingga bertemu dengan Jaya Lengkara.

Jaya Lengkara yang melihat keduanya bersujud tentu mengernyitkan dahi. Oleh Sang ibu kemudian dijelaskan bahwa Makdam dan Makdim adalah kakak Jaya Lengkara. Sang ibu juga menjelaskan bahwa Jaya Lengkara sesungguhnya adalah anak Saiful Muluk raja Negeri Ajam Saukat.

Penjelasan tadi membuat Jaya Lengkara tergugah hati untuk ikut mencari bunga kuma-kuma putih di puncak Gunung Mesir. Setelah diizinkan, keesokan harinya Jaya Lengkara dan kedua kakaknya pergi menuju Gunung Mesir. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan harimau dan raksasa yang membuat takut Makdam dan Makdim dan secara spontan berdiri di belakang Jaya Lengkara.

Tanpa disangka, setelah melihat Jaya Lengkara harimau dan raksasa langsung terpaku dan sejurus kemudian lari tunggang langgang ketakutan. Ketiganya pun melanjutkan perjalanan hingga sampai di sebuah goa. Untuk memastikan bahwa goa aman Jaya Lengkara masuk ke dalamnya.

Di dalam goa dia bertemu dengan seekor naga berukuran raksasa. Di samping Sang naga ada seorang perempuan cantik jelita yang sedang beristirahat. Dia bernama Putri Ratna Kasina dari Negeri Madinah. Setelah ditanya rupanya Sang Putri juga sedang dalam perjalanan menuju Gunung Mesir mencari bunga kuma-kuma putih bagi pengobatan ayahandanya Raja Madinah.

Kesamaan tujuan membuat mereka sepakat untuk mencari bunga kuma-kuma putih. Dibantu Sang naga yang bernama Guna mereka akhirnya dapat mencapai lokasi bunga kuma-kuma putih tumbuh. Sayangnya, bunga yang ada di puncak gunung yang berada di tepi laut itu belumlah mekar. Ia hanya mekar ketika air pasang yang kira-kira terjadi pada empat puluh hari kedepan.

Ajaibnya saat disentuh oleh Putri Ratna Kasina bunga-bunga itu medadak mekar sehingga mereka langsung mengumpulkannya dalam keranjang. Dan, ketika Jaya Lengkara sedang asik memetik bunga yang berada di tebing gunung tanpa diduga Makdim dan Makdam mendorongnya hingga terjatuh ke laut. Setelah itu, mereka membawa Putri Ratna Kasina beserta bunga-bunga yang telah dipetiknya ke istana.

Di lain tempat, ada dua orang perempuan yang bermimpi tentang bunga ajaib kuma-kuma putih. Mereka adalah Putri Ratna Gemala dari Mesir dan Putri Ratna Dewi anak Raja Peringgi. Usai mendapat mimpi Putri Ratna Dewi memerintahkan menterinya mencari bunga yang mereka lihat dalam mimpi.

Dalam perjalanan romgongan Sang Menteri bertemu dengan Makdam dan Makdim yang menggandeng paksa Putri Ratna Kasina. Curiga akan gerak-gerik yang mencurigakan Sang Menteri memerintahkan anak buahnya menangkap dan membawa mereka ke Negeri Peringgi. Sampai di negeri Peringgi Makdam dan Makdim langsung dijebloskan ke penjara sementara Putri Ratna Kasina diperbolehkan pulang ke negerinya.

Sementara Jaya Lengkara yang sebelumnya didorong ke laut berhasil selamat setelah berpegangan pada untaian bunga kuma-kuma putih. Atas bantuan Naga Guna dia lalu pergi ke Negeri Peringgi. Setiba di Negeri Peringgi dia meminta bantuan kaum jim untuk membebaskan Makdam dan Makdim.

Raja Peringgi yang tidak menyangka akan melawan pasukan jin tentu bertanya-tanya siapakah sebenarnya Jaya Lengkara. Begitu mengetahui bahwa Jaya Lengkara adalah putra Raja Ajam Saukat, dia mengutus menterinya menawarkan agar putrinya dinikahi. Jaya Lengkara menolaknya dengan halus dan malah menawarkan agar Makdam menggantikan dirinya menikahi Putri Ratna Dewi.

Sementara dia sendiri bersama Putri Ratna Kasina akan berangkat menuju Ajam Saukat mengobati Saiful Muluk. Setelah Saiful Muluk sembuh mereka berangkat menuju Negeri Madinah mengobati ayahanda Putri Ratna Kasina. Ketika berhasil diobati, Raja Madinah lalu menjodohkan Jaya Lengkara dengan Putri Ratna Kasina. Dan, saat ayahanda Putri Ratna Kasina meninggal Jaya Lengkara diangkat menggantikannya menjadi Raja Madinah. Di bawah pimpinannya Negeri Madinah menjadi makmur karena kerajaan-kerajaan di sekitarnya selalu mengantarkan upeti sebagai bentuk ketundukan.

Diceritakan kembali oleh ali gufron
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pocong Gemoy

Archive