Di komplek perkantoran Pemerintah Kabupaten Way Kanan KM2 Blambangan Umpu ada sebuah bangunan yang dinamakan Tugu Simpang Lima (berada tepat di tengah-tengah simpang lima jalan). Di dalam tugu tersebut terdapat sebuah patung yang menggambarkan sosok Musannif Ryacudu berseragam militer lengkap. Musannif Ryacudu adalah salah satu prajurit tempur NKRI yang lahir di Kampung Mesirilir, Kecamatan Buay Bahuga, Way Kanan pada tanggal 28 Februari 1924 (Kurniawati, 2016).
Mussanif adalah anak dari Iljas Pangeran Katja Marga yang berasal dari Kebuwayan Bahuga. buaypemukabangsaraja.blogspot.co.id mengutip Lampung Post edisi Minggu 19 Februari 2006 mengatakan bahwa Buway Bahuga merupakan satu di antara lima kebuwayan yang ada di Kabupaten Way Kanan yang berasal dari lima adik-beradik, yaitu Semenguk, Baradatu, Barasakti, Bahuga, dan Pangeran Pemuka. Pangeran Pamuka kemudian terpecah lagi menjadi empat marga (Pangeran Pemuka Udik, Pangeran Pemuka Tua, Pangeran Pemuka Ilir, dan Pemuka Bangsa Raja).
Setiap kebuwayan memiliki satu atau lebih penyimbang marga (pemimpin kebuwayan) yang membawahi penyimbang tiyuh, penyimbang suku, dan penyimbang saka. Penyimbang marga menetap di nuwo balak, sebuah bangunan besar terdiri dari beberapa ruangan serta memiliki lawang kuri (gapura), pusiban (tempat tamu melapor), ijan geladak (tangga), anjung-anjung (serambi tempat menerima tamu), serambi tengah (ruang anggota kerabat pria), dan lapang agung atau tempat berkumul kerabat perempuan (buaypemukabangsaraja.blogspot.co.id).
Masih menurut buaypemukabangsaraja.blogspot.co.id, ayah Musannif dahulu menempati salah satu nuwo balak yang ada di Tiyuh (kampung) Mesirilir. Kampung yang didiami oleh keturunan Said Abdullah (orang Mesir) ini memiliki tiga nuwo balak, yaitu: Natar Agung yang didiami oleh Pangeran Mangku Alam (kakak tertua Musannif), Bandar Adat yang didiami keturunan Ratu Mesir dan Gudang Adat yang didiami Sutan Sumbahan. Oleh karena Pangeran Mangku Alam hanya dikaruniai anak perempuan, maka dia pun kemudian mengangkat anak untuk meneruskan garis keturunanya dan tinggal di Natar Agung.
Sebagai catatan, bagi sukubangsa Lampung yang menganut garis patrilineal, anak laki-laki yang berhak mewarisi garis keturunan dan anak laki-laki tertua yang berhak mewarisi nuwo balak. Apabila tidak memiliki anak laki-laki, seseorang akan mengangkat anak yang biasanya diambil dari saudara terdekat atau masih ada pertalian darah. Dalam hal ini, Pangeran Mangku Alam mengangkat Ratu Pria Bratangan atau Raymor Ryacudu. Dia adalah anak kedua Musannif Ryacudu. Raymorlah yang sekarang mengurusi nuwo balak Natar Agung sebagai peninggalan Pangeran Mangku Alam.
Sementara Musannif Ryacudu, karena bukan anak tertua, harus mencari jalan hidup sendiri. Dia memilih jalur militer yang tentu saja harus berada di luar Tiyuh Mesirilir. Menurut Wardoyo (2008: 51), pria kebanggaan orang Way Kanan ini mengawali pendidikannya di Holands Inlandsche School (HIS/SD zaman Belanda) hingga lulus tahun 1938. Selanjutnya sekolah di MULO (1938-1941), lalu ikut pendidikan militer ala Jepang (Gyu Gun Kanbu) sampai tahun 1943 dan mendapat ijazah Gyu Minarai.
Lulus dari Gyu Gun Kanbu Musannif bekerja di Dai Ichi Shotaitjoo (1943-1944) dan Dai Ichi Shotaijoo/Ghutaitjoo (1944-1945) dengan pangkat Gyui Syoi (id.wikipedia.org). Karir militernya semakin meningkat sebagai Kapten (1945-1954) setelah Indonesia merdeka dengan berbagai jabatan, di antaranya: Komandan Daerah/Ketua Pimpinan PKRIAPLITKR (1945), Kepala Sekolah Kader Tentara Sumsel dan Jambi (1946), Kepala Pendidikan Latihan Staf Sub Komandemen Sumsel (1946), Dan Depot Yon Pendidikan/Kepala Pendidikan Latihan Dividi Garuda II (1946-1947), Dan Yon 32/XV merangkap Dan Mobilisasi Rakyat Sektor IV (1947), Dan Ogan/Kom Area Gerilya merangkap Dan Yon 24/XV (1947-1948), Dan OKL Area Gerilya (1948-1950) merangkap Wadan N’I TP SK (1949-1950), Kepala Pen/Instr Depot Yon 26 (1950), Dan Yon XII AIBSS (1950), Dan Yon 206 merangkap Dan Sub Teritorial Lampung (1950-1952), dan Dan Komando Garnizoen Palembang (1952-1953) (Wardoyo, 2008: 51-54).
Selama menduduki berbagai jabatan tersebut, khususnya di daerah Sumatera Selatan, Musannif berjuang mempertahankan kemerdekaan RI di sekitar wilayah Martapura, Muara Dua, dan Ogan Komering Ulu. Jejak perjuangannya saat ini terpampang di Monumen Ampera (Monpera) yang berada di Jalan Merdeka, Kota Palembang. Palembang.tribunnews.com mencatat di Monpera terdapat diorama dan kisah perjuangan sejumlah tokoh nasional yang pernah mempertahankan wilayah Sumsel dari penjajah. Khusus untuk Musannif Ryacudu, selain diorama juga ada cuplikan sejumlah gambar dan fotonya saat bergerilya membantu masyarakat di daerah Kotaway dan Muara Dua.
Ketika pangkat meningkat Mayor (1954-1957), Musannif menjadi Dan KMB Palembang (1952-1957) merangkap Dan RL/Sub Teritorial 5 TT:II (1957-1958). Pangkat Letkol menjabat sebagai Ass I Irjen Terpra (1960-1963). Selain itu dia juga sempat melanjutkan pendidikan formal di SMA (1956-1962), kursus Pamen TT Shikang II Palembang (1954), dan Kursus C/SSKAD Bandung (1958-1959). Pangkat Kolonel (1962-1965) menjabat sebagai Pangdam XII/TJPR PANGKODAHAN Kalbar (1963-1964) dan Ketua Presidium Universitas Negeri PTK (1963). Saat naik menjadi Brigjen (1965-1967) menjabat sebagai Wakil Pang/Kas Komandan IT (1967-1970). Dan, pangkat terakhir sebagai Mayjen (1967-1975) dan menjadi Pjs. Kas. KOWILHAN IV/Sulawesi (1970) serta PATI Sekretaris Pribadi Kasad (1970).
Selama menduduki berbagai jabatan tersebut, Musannif mendapat sejumlah penugasan, di antaranya: Operasi Penumpasan DI/TII (Garut – Tasikmalaya 1951-1952), Operasi Penumpasan DI/TII (Aceh Tenggara 1945-1955), Operasi Penugasan PRRI/Permesta (Jambi 1958), Bantuan Operasi Teritorial Irjen Terpra (Perbatasan Jateng-Jabar 1960-1961), Bantuan Operasi Teritorial Ekonomi-Pemerintahan dalam rangka Pembebasan Irian Barat/Trikora (Perbatasan Irian Barat 1961-1963), Operasi Dwikora (Kalbar-Kaltara 1963-1966), Operasi Penumpasan PGRS-PARAKU (Perbatasan Kalbar-Serawak 1967), Operasi Penumpasan G30SPKI (Kalbar 1965-1967), dan Operasi Penumpasan Gerombolan Irian Barat (1967-1969) (kodam-ii-sriwijaya.mil.id).
Berbagai penugasan tadi, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan menyisakan sejumlah kisah tersendiri. Misalnya, saat pasukannya yang waktu itu mempertahankan daerah Lampung dari agresi militer Belanda terdesak mundur hingga ke Tanjung Sejarow di Sumatera Selatan, dia malah bertemu dengan pujaan hati bernama R.A. Zuhariah. Dari perkawinan dengan R.A. Zuhariah, Musannif dikaruniai sembilan orang anak, yaitu: Ryamizard, Ryamuazzamsyah, Nursandrya, Heryati Zuraida, Syamsyurya, Krisna Murthy, Daan Rizal, Rya Irawan, dan Iriana Trimurty. Khusus untuk Iriana, namanya diambil dari pulau (Irian) tempat Musannif mengemban tugas membantu Operasi Teritorial Ekonomi Pemerintahan di perbatasan Irian Barat (Wardoyo, 2008).
Saat diterjunkan ke Kalimantan dalam Operasi Dwikora (1963-1966) untuk mempertahankan provinsi-provinsi yang ingin digabungkan oleh Malaysia dengan Brunei, Sabah, dan Serawak, Musannif mulai dilirik dan disukai oleh Presiden Soekarno. Dari sini dia menjadi loyalis Soekarno. Oleh karena dianggap sebagai orang berpengaruh, namanya pun lantas dicatut Letkol Inf Untug untuk dikatikan dengan Dewan Revolusi 1965. Akibatnya dia dianggap terlibat dan akan ditindak oleh Soeharto yang mengambil alih kekuasaan Soekarno (Probo, 2014). Namun karier Musannif dapat diselamatkan setelah membantah terlibat dan malah ikut memipin Operasi Penumpasan G-30-S PKI 1865-1967 di Kalimantan Barat.
Dalam operasi tersebut, menurut Aju (2011) Musannif yang menjabat sebagai Pangdam XII/Tanjungpura tanpa koordinasi dan persetujuan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia membacakan pengumuman pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) di Radio Republik Indonesia regional Pontianak pada tanggal 4 Oktober 1965. Pembubaran ini didasarkan atas hasil rapat petinggi sipil dan militer di Pontianak tanggal 2 Oktober 1965. Konsekuensinya, seluruh fasilitas PKI termasuk milik organisasi Chung Hua Khung Hui dibekukan dan disita.
Sebagai catatan, selain kisah perjalanan yang keras dan berliku-liku tadi, sepanjang berkarier di kemiliteran Musannif juga mendapat sejumlah tanda jasa, di antaranya: Bintang Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Kartika Eka Paksi, Bintang Sewindu, Sat. Bakti, Sat Kesetiaan 24 Tahun, Sat. PKI, Sat. PKII, Sat. Gom V, Sat. Gom VI, Sat. Gom VII, Sat. Gom VIII, Sat. Sapta Marga, Sat. Satya Dharma, Sat Wira Dharma, Sat. Penegak, Sat. Dwidya Sistha, dan Sat. Raksasa Dharma (kodam-ii-sriwijaya.mil.id).
Lepas dari dunia kemiliteran Musannif mendalami ke sisi religiusitasnya dengan menjadi pengurus Masjid Istiqlal Jakarta. Musannif tutup usia pada tahun 1987 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Untuk mengenang jasa, setiap hari pahlawan di Bumi Ramik Ragom (Way Kanan) Pemda setempat mengadakan acara Napak Tilas Musannif Ryacudu yang diikuti oleh seluruh siswa Sekolah Menengah Atas, kalangan birokrat, dan lapisan masayarakat lainnya guna menularkan semangat nasionalisme pada para pemuda penerus bangsa (Ramadhoni, 2017). (gufron)
Foto: https://id.wikipedia.org/wiki/Musannif_Ryacudu
Sumber:
Ramadhoni, Ismi. 2017. “Riwayat Singkat Jenderal Jak Bumi Mesir Ilir, Way Kanan Lampung”, diakses dari https://rosimonline.blogspot.co.id/2017/01/riwayat-singkat-jenderal-jak-bumi-mesir.html, tanggal 20 Mei 2018.
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post.Hlm. 51-54.
Kurniawati, Putri. 2016. “Musannif Ryacudu Bedah Buku Mayjen Musannif Ryacudu, Prajurit Perang dari Way Kanan, Raden Adipati: Beliau Teladan Utama Masyarakat Way Kanan”, diakses dari https://www.kupastuntas.co/2016/08/04/bedah-buku-mayjen-musannif-ryacudu-prajurit-perang-way-kanan-raden-adipati-beliau-teladan-utama-masyarakat-way-kanan/, tanggal 20 Mei 2018.
“Tiyuh Mayjen Ryacudu”, diakses dari http://buaypemukabangsaraja.blogspot.co.id/2010/12/ tiyuh -mayjen-ryacudu.html, tanggal 20 Mei 2018.
“Jejak Perjuangan Ryacudu di Monpera”, diakses dari http://palembang.tribunnews.com/17/ 11/2008/jejak-perjuangan-ryacudu-di-monpera, tanggal 22 Mei 2018.
“Sesepuh Musannif Ryacudu”, diakses dari http://www.kodam-ii-sriwijaya.mil.id/index.php? module=content&id=65, tanggal 22 Mei 2018.
Probo, Bayu. 2014. “Ryamizard, Putra Loyalis Soekarno, Menantu Wapres Era Soeharto”, diakses dari http://www.satuharapan.com/read-detail/read/ryamizard-putra-loyalis-soekarno-menantu-wapres-era-soeharto, tanggal 24 Mei 2018.
Aju. 2011. “Mayjen TNI Musanif Ryacudu, Bertindak Sebelum Instruksi Datang”, diakses dari http://www.kalbariana.web.id/mayjen-tni-musanif-ryacudu-bertindak-sebelum-instruksi-datang/, tanggal 24 Mei 2018.
Mussanif adalah anak dari Iljas Pangeran Katja Marga yang berasal dari Kebuwayan Bahuga. buaypemukabangsaraja.blogspot.co.id mengutip Lampung Post edisi Minggu 19 Februari 2006 mengatakan bahwa Buway Bahuga merupakan satu di antara lima kebuwayan yang ada di Kabupaten Way Kanan yang berasal dari lima adik-beradik, yaitu Semenguk, Baradatu, Barasakti, Bahuga, dan Pangeran Pemuka. Pangeran Pamuka kemudian terpecah lagi menjadi empat marga (Pangeran Pemuka Udik, Pangeran Pemuka Tua, Pangeran Pemuka Ilir, dan Pemuka Bangsa Raja).
Setiap kebuwayan memiliki satu atau lebih penyimbang marga (pemimpin kebuwayan) yang membawahi penyimbang tiyuh, penyimbang suku, dan penyimbang saka. Penyimbang marga menetap di nuwo balak, sebuah bangunan besar terdiri dari beberapa ruangan serta memiliki lawang kuri (gapura), pusiban (tempat tamu melapor), ijan geladak (tangga), anjung-anjung (serambi tempat menerima tamu), serambi tengah (ruang anggota kerabat pria), dan lapang agung atau tempat berkumul kerabat perempuan (buaypemukabangsaraja.blogspot.co.id).
Masih menurut buaypemukabangsaraja.blogspot.co.id, ayah Musannif dahulu menempati salah satu nuwo balak yang ada di Tiyuh (kampung) Mesirilir. Kampung yang didiami oleh keturunan Said Abdullah (orang Mesir) ini memiliki tiga nuwo balak, yaitu: Natar Agung yang didiami oleh Pangeran Mangku Alam (kakak tertua Musannif), Bandar Adat yang didiami keturunan Ratu Mesir dan Gudang Adat yang didiami Sutan Sumbahan. Oleh karena Pangeran Mangku Alam hanya dikaruniai anak perempuan, maka dia pun kemudian mengangkat anak untuk meneruskan garis keturunanya dan tinggal di Natar Agung.
Sebagai catatan, bagi sukubangsa Lampung yang menganut garis patrilineal, anak laki-laki yang berhak mewarisi garis keturunan dan anak laki-laki tertua yang berhak mewarisi nuwo balak. Apabila tidak memiliki anak laki-laki, seseorang akan mengangkat anak yang biasanya diambil dari saudara terdekat atau masih ada pertalian darah. Dalam hal ini, Pangeran Mangku Alam mengangkat Ratu Pria Bratangan atau Raymor Ryacudu. Dia adalah anak kedua Musannif Ryacudu. Raymorlah yang sekarang mengurusi nuwo balak Natar Agung sebagai peninggalan Pangeran Mangku Alam.
Sementara Musannif Ryacudu, karena bukan anak tertua, harus mencari jalan hidup sendiri. Dia memilih jalur militer yang tentu saja harus berada di luar Tiyuh Mesirilir. Menurut Wardoyo (2008: 51), pria kebanggaan orang Way Kanan ini mengawali pendidikannya di Holands Inlandsche School (HIS/SD zaman Belanda) hingga lulus tahun 1938. Selanjutnya sekolah di MULO (1938-1941), lalu ikut pendidikan militer ala Jepang (Gyu Gun Kanbu) sampai tahun 1943 dan mendapat ijazah Gyu Minarai.
Lulus dari Gyu Gun Kanbu Musannif bekerja di Dai Ichi Shotaitjoo (1943-1944) dan Dai Ichi Shotaijoo/Ghutaitjoo (1944-1945) dengan pangkat Gyui Syoi (id.wikipedia.org). Karir militernya semakin meningkat sebagai Kapten (1945-1954) setelah Indonesia merdeka dengan berbagai jabatan, di antaranya: Komandan Daerah/Ketua Pimpinan PKRIAPLITKR (1945), Kepala Sekolah Kader Tentara Sumsel dan Jambi (1946), Kepala Pendidikan Latihan Staf Sub Komandemen Sumsel (1946), Dan Depot Yon Pendidikan/Kepala Pendidikan Latihan Dividi Garuda II (1946-1947), Dan Yon 32/XV merangkap Dan Mobilisasi Rakyat Sektor IV (1947), Dan Ogan/Kom Area Gerilya merangkap Dan Yon 24/XV (1947-1948), Dan OKL Area Gerilya (1948-1950) merangkap Wadan N’I TP SK (1949-1950), Kepala Pen/Instr Depot Yon 26 (1950), Dan Yon XII AIBSS (1950), Dan Yon 206 merangkap Dan Sub Teritorial Lampung (1950-1952), dan Dan Komando Garnizoen Palembang (1952-1953) (Wardoyo, 2008: 51-54).
Selama menduduki berbagai jabatan tersebut, khususnya di daerah Sumatera Selatan, Musannif berjuang mempertahankan kemerdekaan RI di sekitar wilayah Martapura, Muara Dua, dan Ogan Komering Ulu. Jejak perjuangannya saat ini terpampang di Monumen Ampera (Monpera) yang berada di Jalan Merdeka, Kota Palembang. Palembang.tribunnews.com mencatat di Monpera terdapat diorama dan kisah perjuangan sejumlah tokoh nasional yang pernah mempertahankan wilayah Sumsel dari penjajah. Khusus untuk Musannif Ryacudu, selain diorama juga ada cuplikan sejumlah gambar dan fotonya saat bergerilya membantu masyarakat di daerah Kotaway dan Muara Dua.
Ketika pangkat meningkat Mayor (1954-1957), Musannif menjadi Dan KMB Palembang (1952-1957) merangkap Dan RL/Sub Teritorial 5 TT:II (1957-1958). Pangkat Letkol menjabat sebagai Ass I Irjen Terpra (1960-1963). Selain itu dia juga sempat melanjutkan pendidikan formal di SMA (1956-1962), kursus Pamen TT Shikang II Palembang (1954), dan Kursus C/SSKAD Bandung (1958-1959). Pangkat Kolonel (1962-1965) menjabat sebagai Pangdam XII/TJPR PANGKODAHAN Kalbar (1963-1964) dan Ketua Presidium Universitas Negeri PTK (1963). Saat naik menjadi Brigjen (1965-1967) menjabat sebagai Wakil Pang/Kas Komandan IT (1967-1970). Dan, pangkat terakhir sebagai Mayjen (1967-1975) dan menjadi Pjs. Kas. KOWILHAN IV/Sulawesi (1970) serta PATI Sekretaris Pribadi Kasad (1970).
Selama menduduki berbagai jabatan tersebut, Musannif mendapat sejumlah penugasan, di antaranya: Operasi Penumpasan DI/TII (Garut – Tasikmalaya 1951-1952), Operasi Penumpasan DI/TII (Aceh Tenggara 1945-1955), Operasi Penugasan PRRI/Permesta (Jambi 1958), Bantuan Operasi Teritorial Irjen Terpra (Perbatasan Jateng-Jabar 1960-1961), Bantuan Operasi Teritorial Ekonomi-Pemerintahan dalam rangka Pembebasan Irian Barat/Trikora (Perbatasan Irian Barat 1961-1963), Operasi Dwikora (Kalbar-Kaltara 1963-1966), Operasi Penumpasan PGRS-PARAKU (Perbatasan Kalbar-Serawak 1967), Operasi Penumpasan G30SPKI (Kalbar 1965-1967), dan Operasi Penumpasan Gerombolan Irian Barat (1967-1969) (kodam-ii-sriwijaya.mil.id).
Berbagai penugasan tadi, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan menyisakan sejumlah kisah tersendiri. Misalnya, saat pasukannya yang waktu itu mempertahankan daerah Lampung dari agresi militer Belanda terdesak mundur hingga ke Tanjung Sejarow di Sumatera Selatan, dia malah bertemu dengan pujaan hati bernama R.A. Zuhariah. Dari perkawinan dengan R.A. Zuhariah, Musannif dikaruniai sembilan orang anak, yaitu: Ryamizard, Ryamuazzamsyah, Nursandrya, Heryati Zuraida, Syamsyurya, Krisna Murthy, Daan Rizal, Rya Irawan, dan Iriana Trimurty. Khusus untuk Iriana, namanya diambil dari pulau (Irian) tempat Musannif mengemban tugas membantu Operasi Teritorial Ekonomi Pemerintahan di perbatasan Irian Barat (Wardoyo, 2008).
Saat diterjunkan ke Kalimantan dalam Operasi Dwikora (1963-1966) untuk mempertahankan provinsi-provinsi yang ingin digabungkan oleh Malaysia dengan Brunei, Sabah, dan Serawak, Musannif mulai dilirik dan disukai oleh Presiden Soekarno. Dari sini dia menjadi loyalis Soekarno. Oleh karena dianggap sebagai orang berpengaruh, namanya pun lantas dicatut Letkol Inf Untug untuk dikatikan dengan Dewan Revolusi 1965. Akibatnya dia dianggap terlibat dan akan ditindak oleh Soeharto yang mengambil alih kekuasaan Soekarno (Probo, 2014). Namun karier Musannif dapat diselamatkan setelah membantah terlibat dan malah ikut memipin Operasi Penumpasan G-30-S PKI 1865-1967 di Kalimantan Barat.
Dalam operasi tersebut, menurut Aju (2011) Musannif yang menjabat sebagai Pangdam XII/Tanjungpura tanpa koordinasi dan persetujuan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia membacakan pengumuman pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) di Radio Republik Indonesia regional Pontianak pada tanggal 4 Oktober 1965. Pembubaran ini didasarkan atas hasil rapat petinggi sipil dan militer di Pontianak tanggal 2 Oktober 1965. Konsekuensinya, seluruh fasilitas PKI termasuk milik organisasi Chung Hua Khung Hui dibekukan dan disita.
Sebagai catatan, selain kisah perjalanan yang keras dan berliku-liku tadi, sepanjang berkarier di kemiliteran Musannif juga mendapat sejumlah tanda jasa, di antaranya: Bintang Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Kartika Eka Paksi, Bintang Sewindu, Sat. Bakti, Sat Kesetiaan 24 Tahun, Sat. PKI, Sat. PKII, Sat. Gom V, Sat. Gom VI, Sat. Gom VII, Sat. Gom VIII, Sat. Sapta Marga, Sat. Satya Dharma, Sat Wira Dharma, Sat. Penegak, Sat. Dwidya Sistha, dan Sat. Raksasa Dharma (kodam-ii-sriwijaya.mil.id).
Lepas dari dunia kemiliteran Musannif mendalami ke sisi religiusitasnya dengan menjadi pengurus Masjid Istiqlal Jakarta. Musannif tutup usia pada tahun 1987 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Untuk mengenang jasa, setiap hari pahlawan di Bumi Ramik Ragom (Way Kanan) Pemda setempat mengadakan acara Napak Tilas Musannif Ryacudu yang diikuti oleh seluruh siswa Sekolah Menengah Atas, kalangan birokrat, dan lapisan masayarakat lainnya guna menularkan semangat nasionalisme pada para pemuda penerus bangsa (Ramadhoni, 2017). (gufron)
Foto: https://id.wikipedia.org/wiki/Musannif_Ryacudu
Sumber:
Ramadhoni, Ismi. 2017. “Riwayat Singkat Jenderal Jak Bumi Mesir Ilir, Way Kanan Lampung”, diakses dari https://rosimonline.blogspot.co.id/2017/01/riwayat-singkat-jenderal-jak-bumi-mesir.html, tanggal 20 Mei 2018.
Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post.Hlm. 51-54.
Kurniawati, Putri. 2016. “Musannif Ryacudu Bedah Buku Mayjen Musannif Ryacudu, Prajurit Perang dari Way Kanan, Raden Adipati: Beliau Teladan Utama Masyarakat Way Kanan”, diakses dari https://www.kupastuntas.co/2016/08/04/bedah-buku-mayjen-musannif-ryacudu-prajurit-perang-way-kanan-raden-adipati-beliau-teladan-utama-masyarakat-way-kanan/, tanggal 20 Mei 2018.
“Tiyuh Mayjen Ryacudu”, diakses dari http://buaypemukabangsaraja.blogspot.co.id/2010/12/ tiyuh -mayjen-ryacudu.html, tanggal 20 Mei 2018.
“Jejak Perjuangan Ryacudu di Monpera”, diakses dari http://palembang.tribunnews.com/17/ 11/2008/jejak-perjuangan-ryacudu-di-monpera, tanggal 22 Mei 2018.
“Sesepuh Musannif Ryacudu”, diakses dari http://www.kodam-ii-sriwijaya.mil.id/index.php? module=content&id=65, tanggal 22 Mei 2018.
Probo, Bayu. 2014. “Ryamizard, Putra Loyalis Soekarno, Menantu Wapres Era Soeharto”, diakses dari http://www.satuharapan.com/read-detail/read/ryamizard-putra-loyalis-soekarno-menantu-wapres-era-soeharto, tanggal 24 Mei 2018.
Aju. 2011. “Mayjen TNI Musanif Ryacudu, Bertindak Sebelum Instruksi Datang”, diakses dari http://www.kalbariana.web.id/mayjen-tni-musanif-ryacudu-bertindak-sebelum-instruksi-datang/, tanggal 24 Mei 2018.