Museum Gunung Merapi (MGM) terletak di Dusun Banteng, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, atau sekitar 600 meter arah selatan pintu gerbang obyek wisata Kaliurang, Yogyakarta. Untuk menuju lokasi museum yang jaraknya sekitar 20 kilometer dari Kota Yogyakarta, dapat dicapai melalui dua rute. Rute pertama dari sisi timur melewati Jalan Kaliurang, sedangkan rute lainnya dari sisi barat melewati Jalan Boyong.
Museum yang mengambil tema “Merapi Jendela Bumi” ini mulai dibangun pada tahun 2005 yang ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Purnomo Yusgiantoro. Pembangunan museum merupakan kerja sama antara pemerintah pusat (ESDM) yang mengucurkan dana sekitar Rp3,86 miliar, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp3 miliar dan Pemerintah Kabupaten Sleman sekitar Rp345,5 juta yang pada tahun 2006 menyediakan lagi anggaran sebesar Rp3,82 miliar.
Empat tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 1 Oktober 2009 museum mulai beroperasi yang ditandai dengan peresmian oleh Kepala Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, R Shukyar, mewakili Menteri ESDM yang tidak dapat hadir. Peresmian juga dihadiri oleh Asisten I Pemprov DIY, T. Agus Rayanto dan Wakil Bupati Sleman, Sri Purnomo.
Setelah diresmikan dan dibuka penggunaannya bagi masyarakat umum, operasionalisasi MGM berada di bawah koordinasi Dinas Pengairan, Pertambangan dan Penanggulanggan Bencana Alam Kabupaten Sleman. Rencananya, pada tahun 2010 museum yang menempati lahan seluas 3,5 hektar ini pengelolaannya akan berpindah pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman.
Koleksi Museum Gunung Merapi
Museum Gunung Merapi menyimpan berbagai macam benda koleksi yang sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai sarana preservasi dan konservasi (memelihara dan melindungi suaka alam dan budaya), informasi (memberikan dan mengembangkan pengetahuan mengenai obyek yang ditampilkan), koleksi (mengumpulkan dan mengarsipkan benda bernilai sebagai pusat dokumentasi masyarakat), edukasi (memberikan ilmu pengetahuan untuk masyarakat mengenai kegunungapian), serta wahana rekreasi.
Koleksi tersebut diantaranya adalah: (1) film show tentang terjadinya letusan Gunung Merapi dan diorama; (2) On The Merapi Volcano Trail, yaitu beragam informasi mengenai Gunung Merapi, seperti: foto dokumentasi mengenai aktivitas Merapi dari tahun 1900 hingga 2007, maket, citra satelit, deskripsi singkat mengenai letak, titik koordinat dan tinggi gunung; (3) Peta deretan gunung berapi di dunia dalam bentuk panel interaktif; (4) peta wilayah Indonesia yang dilengkapi dengan sebaran lokasi gunung berapi beserta panel tombol-tombol nama gunung yang apabila ditekan akan menyala; (5) berbagai peranti yang digunakan untuk memantau Merapi, seperti: telskop, alat-alat seismograf, pencatata aktivitas Merapi, alat-alat pengolah data, hingga komputer jinjing lawas milik petugas pemantau; (6) Volcano World yang berisi bahan-bahan pengetahuan tentang gunung berapi; (7) “vulcanic bomb”, yaitu batuan pijar berdiameter sekitar 65 mm yang terbentuk dari lontaran material letusan Merapi; (8) informasi mengenai kawasan rawan bencana dan sebaran endapan lava Merapi yang dilengkapi dengan berbagai meterial endapan dan muntahan Merapi; (9) benda-benda milik warga di kawasan wisata Kaliadem yang tertimbun lahar panas pada erupsi Gunung Merapi tahun 2006; (9) sebuah kerangka sepeda motor milik korban yang tewas dalam bungker Kaliadem 14 Juni 2006; dan (10) venue bertajuk Manusia dan Gunung Api yang berupa informasi seputar manfaat dan ancaman bencana gunung api.
Seluruh koleksi tersebut ditempatkan dalam sebuah bangunan dua lantai seluas 4.470 meter persegi yang dibentuk sesuai dengan unsur alam dan pakem adat Yogyakarta. Unsur alam yang diambil tidak lain adalah Gunung Merapi itu sendiri. Sedangkan unsur adat atau budaya diambil dari bentuk tugu, keraton dan berbagai macam candi yang ada di wilayah Yogyakarta.
Berdasarkan pandangan tersebut maka gedung Museum Gunung Merapi dibuat menyerupai limasan tak beraturan dengan kubah besar sebagai pusatnya. Bagian depan gedung mengambil bentuk gapura dan trap sejumlah candi, seperti: Prambanan, Sambisari, dan Candi Ratu Boko. Sedangkan bagian atapnya dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai visualisasi awan “wedus gembel”.
Pakem lainnnya adalah dengan dibuatnya beberapa bangunan yang menyimbolkan garis imajiner penghubung antara Gunung Merapi-Tugu Yogyakarta-Kraton Yogyakarta-Laut Selatan. Garis imajiner ini dibuat sedemikian rupa mulai dari dasar hingga ujung bangunan. Selain itu, penciptaan garis imajiner juga diwujudkan pada bagian dinding yang terbuat dari kaca sehingga bisa tembus pandang dan sekaligus sebagai syarat tidak adanya penghalang dalam garis imajiner. (ali gufron)
Foto: http://www.esdm.go.id/news-archives/56-artikel/2879-museum-gunungapi-merapi-1-merapi-jendela-bumi.html
Museum yang mengambil tema “Merapi Jendela Bumi” ini mulai dibangun pada tahun 2005 yang ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Purnomo Yusgiantoro. Pembangunan museum merupakan kerja sama antara pemerintah pusat (ESDM) yang mengucurkan dana sekitar Rp3,86 miliar, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar Rp3 miliar dan Pemerintah Kabupaten Sleman sekitar Rp345,5 juta yang pada tahun 2006 menyediakan lagi anggaran sebesar Rp3,82 miliar.
Empat tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 1 Oktober 2009 museum mulai beroperasi yang ditandai dengan peresmian oleh Kepala Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, R Shukyar, mewakili Menteri ESDM yang tidak dapat hadir. Peresmian juga dihadiri oleh Asisten I Pemprov DIY, T. Agus Rayanto dan Wakil Bupati Sleman, Sri Purnomo.
Setelah diresmikan dan dibuka penggunaannya bagi masyarakat umum, operasionalisasi MGM berada di bawah koordinasi Dinas Pengairan, Pertambangan dan Penanggulanggan Bencana Alam Kabupaten Sleman. Rencananya, pada tahun 2010 museum yang menempati lahan seluas 3,5 hektar ini pengelolaannya akan berpindah pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman.
Koleksi Museum Gunung Merapi
Museum Gunung Merapi menyimpan berbagai macam benda koleksi yang sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai sarana preservasi dan konservasi (memelihara dan melindungi suaka alam dan budaya), informasi (memberikan dan mengembangkan pengetahuan mengenai obyek yang ditampilkan), koleksi (mengumpulkan dan mengarsipkan benda bernilai sebagai pusat dokumentasi masyarakat), edukasi (memberikan ilmu pengetahuan untuk masyarakat mengenai kegunungapian), serta wahana rekreasi.
Koleksi tersebut diantaranya adalah: (1) film show tentang terjadinya letusan Gunung Merapi dan diorama; (2) On The Merapi Volcano Trail, yaitu beragam informasi mengenai Gunung Merapi, seperti: foto dokumentasi mengenai aktivitas Merapi dari tahun 1900 hingga 2007, maket, citra satelit, deskripsi singkat mengenai letak, titik koordinat dan tinggi gunung; (3) Peta deretan gunung berapi di dunia dalam bentuk panel interaktif; (4) peta wilayah Indonesia yang dilengkapi dengan sebaran lokasi gunung berapi beserta panel tombol-tombol nama gunung yang apabila ditekan akan menyala; (5) berbagai peranti yang digunakan untuk memantau Merapi, seperti: telskop, alat-alat seismograf, pencatata aktivitas Merapi, alat-alat pengolah data, hingga komputer jinjing lawas milik petugas pemantau; (6) Volcano World yang berisi bahan-bahan pengetahuan tentang gunung berapi; (7) “vulcanic bomb”, yaitu batuan pijar berdiameter sekitar 65 mm yang terbentuk dari lontaran material letusan Merapi; (8) informasi mengenai kawasan rawan bencana dan sebaran endapan lava Merapi yang dilengkapi dengan berbagai meterial endapan dan muntahan Merapi; (9) benda-benda milik warga di kawasan wisata Kaliadem yang tertimbun lahar panas pada erupsi Gunung Merapi tahun 2006; (9) sebuah kerangka sepeda motor milik korban yang tewas dalam bungker Kaliadem 14 Juni 2006; dan (10) venue bertajuk Manusia dan Gunung Api yang berupa informasi seputar manfaat dan ancaman bencana gunung api.
Seluruh koleksi tersebut ditempatkan dalam sebuah bangunan dua lantai seluas 4.470 meter persegi yang dibentuk sesuai dengan unsur alam dan pakem adat Yogyakarta. Unsur alam yang diambil tidak lain adalah Gunung Merapi itu sendiri. Sedangkan unsur adat atau budaya diambil dari bentuk tugu, keraton dan berbagai macam candi yang ada di wilayah Yogyakarta.
Berdasarkan pandangan tersebut maka gedung Museum Gunung Merapi dibuat menyerupai limasan tak beraturan dengan kubah besar sebagai pusatnya. Bagian depan gedung mengambil bentuk gapura dan trap sejumlah candi, seperti: Prambanan, Sambisari, dan Candi Ratu Boko. Sedangkan bagian atapnya dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai visualisasi awan “wedus gembel”.
Pakem lainnnya adalah dengan dibuatnya beberapa bangunan yang menyimbolkan garis imajiner penghubung antara Gunung Merapi-Tugu Yogyakarta-Kraton Yogyakarta-Laut Selatan. Garis imajiner ini dibuat sedemikian rupa mulai dari dasar hingga ujung bangunan. Selain itu, penciptaan garis imajiner juga diwujudkan pada bagian dinding yang terbuat dari kaca sehingga bisa tembus pandang dan sekaligus sebagai syarat tidak adanya penghalang dalam garis imajiner. (ali gufron)
Foto: http://www.esdm.go.id/news-archives/56-artikel/2879-museum-gunungapi-merapi-1-merapi-jendela-bumi.html