Kabupaten Lampung Utara

Letak dan Keadaan Alam
Lampung Utara adalah salah satu kabupaten yang secara administratif termasuk dalam Provinsi Lampung, dengan batas geografis sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Way Kanan; sebelah timur dengan Kabupaten Tulang Bawang Barat; sebelah selatan dengan Kabupaten Lampung Tengah; dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat. Kabupaten yang luas wilayahnya sekitar 2.725,63 km² dengan titik koordinat 4,34-5,06 Lintang Selatan dan 104,30-105,8 Bujur Timur ini terdiri atas 23 kecamatan.

Ke-23 kecamatan itu beserta luasnya adalah sebagai berikut: (1) Kecamatan Bukit Kemuning beribukota di Bukit Kemuning dengan luas 11 ha; (2) Kecamatan Abung Tinggi beribukota di Ulak Rengas dengan luas 13.306 ha; (3) Kecamatan Tanjung Raja beribukota di Tanjung Raja dengan luas 33.170 ha; (4) Kecamatan Abung Barat beribukota di Ogan Lima dengan luas 6.008 ha; (5) Kecamatan Abung Tengah beribukota di Gunung Besar dengan luas 9.193 ha; (6) Kecamatan Abung Kunang beribukota di Aji Kagungan dengan luas 4.020 ha; (7) Kecamatan Abung Pekurun beribukota di Pekurun Tengah dengan luas 18.347 ha; (8) Kecamatan Kotabumi beribukota di Kotabumi dengan luas 5.911 ha; (9) Kecamatan Kotabumi Utara beribuota di Madukoro dengan luas 17.519 ha; (10) Kecamatan Kotabumi Selatan beribukota di Mulang Maya dengan luas 10.422 ha; (11) Kecamatan Abung Selatan beribukota di Kalibalangan dengan luas 14.136 ha; (12) Kecamatan Abung Semuli beribukota di Semuli Jaya dengan luas 9.688 ha; (13) Kecamatan Blambangan Pagar beribukota di Blambangan dengan luas 19.139 ha; (14) Kecamatan Abung Timur beribukota di Bumi Agung Marga dengan luas 10.447 ha; (15) Kecamatan Abung Surakarta beribukota di Tata Karya dengan luas 11.051 ha; (16) Kecamatan Sungkai Selatan beribukota di Ketapang dengan luas 8.965 ha; (17) Kecamatan Muara Sungkai beribukota di Negeri Ujung Karang dengan luas 11.869 ha; (18) Kecamatan Bunga Mayang beribukota di Negara Tulang Bawang dengan luas 12.576 ha; (19) Kecamatan Sungkai Barat beribukota di Sinar Harapan dengan luas 6.896 ha; (20) Kecamatan Sungkai Jaya beribukota di Cempaka dengan luas 5.220 ha; (21) Kecamatan Sungkai Utara beribukota di Negara Ratu dengan luas 12.759 ha; (22) Kecamatan Hulu Sungkai beribukota Gedung Makripat dengan luas 9.263 ha; dan (23) Kecamatan Sungkai Tengah beribukota di Batu Nangkop dengan luas wilayah 11.160 ha (BPS Lampung Utara, 2013)

Topografi Kabupaten Lampung Utara bervariasi mulai dari dataran rendah hingga tinggi (perbukitan dan pegunungan). Dataran rendah yang ketinggiannya 20-100 meter dari permukaan air laut berada di bagian timur. Sedangkan, dataran yang ketinggiannya antara 450-1500 meter dari permukaan air laut sebagian besar berada di bagian barat.

Iklim yang menyelimuti daerahnya sama seperti daerah lain di Indonesia, yaitu tropis yang ditandai oleh adanya dua musim, penghujan dan kemarau. Musim penghujan biasanya dimulai pada Oktober - Maret, sedangkan musim kemarau biasanya dimulai pada bulan April - September. Curah hujannya rata-rata 197 milimeter perbulan. Sedangkan, temperaturnya rata-rata berkisar 30 Celcius. Sesuai dengan iklimnya yang tropis maka flora yang ada di sana pada umumnya sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia, seperti: jati, kelapa, bambu, tanaman buah (seperti rambutan, manggis, duku, dan durian), padi, dan tanaman palawija (seperti jagung, kedelai, singkong, dan mentimun). Fauna yang ada di wilayah kabupaten ini seperti yang biasa diternakan oleh masyarakat di Indonesia pada umumnya.

Pemerintahan
Perintahan Kabupaten Lampung Utara memiliki sejarah yang cukup lama. Menurut catatan sejarah, setelah bangsa Indonesia merdeka Gubernur Sumatera mengeluarkan keputusan Nomor 113 tanggal 17 Mei 1946 yang berisi pemecahan Residen Lampung menjadi tiga, yaitu: Lampung Utara, Lampung Tengah, dan Lampung Selatan. Kemudian, ditetapkan lagi melalui Undang-undang Nomor 4 Darurat Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten di lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Selatan. Dalam Bab I Pasal 1 dan 2 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa Lampung Utara menjadi sebuah kabupaten dengan batas-batas wilayah sesuai dengan Ketetapan Residen Lampung tanggal 15 Juni 1946 Nomor 304.

Namun, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kabupaten yang awalnya memiliki luas sekitar 58% dari luas Provinsi Lampung ini akhirnya dimekarkan sebanyak tiga kali. Pemekaran pertama dilakukan pada tahun 1991 dengan terbentuknya Kabupaten Lampung Barat berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1991. Pemekaran kedua membentuk sebuah kabupaten baru lagi bernama Tulang Bawang berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1997. Dan, pemekaran terakhir berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 membentuk Kabupaten Way Kanan.

Hasil dari tiga kali pemekaran tersebut malah membuat wilayah Kabupaten Lampung Utara menyusut menjadi paling kecil diantara kabupaten-kabupaten lain di Provinsi Lampung, yaitu hanya tinggal 2.725,63 kilometer persegi atau 8,26% saja. Wilayah ini dibagi lagi menjadi 23 kecamatan dengan 247 buah desa berdasarkan Perda No. 08 tahun 2006. Adapun para pemimpin yang pernah memegang tampuk pemerintahan Lampung Utara adalah: Pangeran Ingguan (1959-1960); A. Somad (1960-1965); M. Syarif (1965-1967); Rivai (1967-1972); T.R.A. Syukri (1972-1973); Djuaini Ahmad (1973-1978); Masno Asmono (1978-1988); Jufri A.H. Adam (1988-1993); Ahmad Gumbira (1993-1998); Hairi Fasyah (1998-2003); Drs. Zainal Abidin, MM (2003-2008); dan H. Agung Ilmu Mangku Negara (2014-sekarang) (lampungutarakab.go.id).

Sebagaimana wilayah lain di Indonesia, Kabupaten Lampung Utara juga memiliki lambang daerah berbentuk segi lima. Di dalam lambang tersebut terdapat gambar-gambar atau lukisan-lukisan sebagai berikut: (a) segi lima luar melambangkan seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah di Kabupaten Lampung Utara mengamalkan nilai-nilai falsafah Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan dalam segala bentuk peraturan perundang-undangan; (b) senjata tradisional payan melambangkan keberanian membela kebenaran dan kehormatan keluarga, masyarakat, daerah, negara dari segala ancaman dan gangguan yang datang dari luar maupun dalam. Selain itu payan juga melambangkan keberanian memperjuangkan harkat dan martabat diri sebagai manusia yang utuh dan berdaulat; (c) Payung Jurai melambangkai para tokoh adat, alim ulama, tokoh masyarakat, dan para pemimpin penyelenggara pemerintahan yang selalu berfikir dan bertindak untuk melindungi dan memakmurkan masyarakat Lampung Utara; (d) Siger Rigi Sembilan melambangkan masyarakat adat Lampung Utara berasal dari sembilan marga Abung Siwomego, yaitu: Nyuai, Unyi, Nuban, Subbing, Kunang, Beliuk, Selagai, Anek tuho, Nyerupa, dan Nowat; (e) Daun kopi berjumlah 15 helai, ikatan antara ranting kopi dan daun lada sebanyak 6 simpul, daun lada 19 helai, dan butir lada sejumlah 46 butir. Apabila dirangkaikan, kesemuanya itu melambangkan hari jadi Kabupaten Lampung Utara pada tanggal 16 Juni 1946; (f) segi lima bagian dalam mengandung arti masyarakat dan penyelenggara pemerintahan mengamalkan lima prinsip adat budaya Lampung, yaitu: Pil Pesenggiri, Nemui Nyimah, Nengah Nyappur, Sakai Sambayan, dan Bejuluk Beadak; (g) Baju rantai melambangkan masyarakat Lampung Utara yang rela berperang demi membela bangsa dan negara dari segala bentuk penjajahan serta mampu menghadapi segala tantangan yang dapat merugikan persatuan dan kesatuan dalam proses pembangunan; (h) pepadun atau singgasana tempat duduk raja/pemimpin melambangkan kepemimpinan yang berwibawa, terhormat, dan demokratis. Sementara bagi rakyat, pepadun melambangkan kepatuhan dan disiplin terhadap pimpinan/atasan dan tetua; (i) pita putih bertuliskan Ragem Tunas Lampung melambangkan masyarakat adat Lampung Utara menerima keanekaragaman sebagai modal untuk kemajuan bersama yang dilandasi oleh niat baik untuk menjalin hubungan persaudaraan; dan (j) ujung pita putih berbentuk selendang tapis melambangkan keluwesan, keramahan, dan penghormatan masyarakat Lampung Utara terhadap tamu (lampungutarakab.go.id).

Pendidikan dan Kesehatan
Sebagai sebuah kabupaten, Lampung Utara tentu saja memiliki sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi masyarakatnya. Adapun sarana pendidikan yang terdapat di kabupaten ini, diantaranya adalah: 423 buah Sekolah Dasar dengan jumlah siswa sebanyak 78.176 orang dan 5.964 tenaga pengajar; 104 buah Sekolah Menengah Pertama dengan jumlah siswa sebanyak 29.047 orang dan 2.539 orang tenaga pengajar; 37 buah Sekolah Menangah Atas dengan jumlah siswa sebanyak 13.851 orang dan 1.140 orang tenaga pengajar; 21 buah Sekolah Menengah Kejuruan dengan jumlah siswa sebanyak 7.278 orang dan 750 orang tenaga pengajar; 24 buah Madrasah Aliyah dengan jumlah siswa sebanyak 3.531 orang dan 267 orang tenaga pengajar; 50 buah Madrasah Ibtidaiyah dengan jumlah siswa sebanyak 6.083 orang dan 150 orang tenaga pengajar; 47 buah Madrasah Tsanawiyah dengan jumlah siswa sebanyak 6.210 orang dan 333 orang tenaga pengajar; dan 5 buah Perguruan Tinggi Swasta dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 148 orang.

Sedangkan untuk sarana kesehatan terdapat 4 buah rumah sakit, 26 buah puskesmas, dan 78 buah puskesmas pembantu. Berdasarkan data yang tercatat pada Balap Pusat Statistik Kabupaten Lampung Utara tahun 2013 tercatat 1.412 orang tenaga kesehatan, diantaranya adalah: 13 dokter spesialis, 52 dokter umum, 14 dokter gigi, 8 apoteker, 19 asisten apoteker, 36 tenaga gizi, 227 perawat umum, 38 perawat gigi, 209 bidan, 28 analis kesehatan, 13 tenaga kesehatan masyarakat, 18 tenaga sanitasi, dan 19 tenaga teknis medis (Lampung Utara dalam Angka 2013).

Perekonomian
Letak Kabupaten Lampung Utara yang relatif jauh dari ibukota provinsi (Bandarlampung) membuat perekonomian mayoritas penduduknya masih mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Menurut data dari BPS Kabupaten Lampung Utara, hanya sebagian kecil lahan saja yang digunakan sebagai areal perumahan. Selebihnya, merupakan lahan pertanian, perladangan, dan kolam, dengan rincian: padi sawah seluas 31.533 ha menghasilkan 167.350 ton, padi ladang/gogo seluas 10.025 ha menghasilkan 41.555 ton, jagung seluas 29.619 ha menghasilkan 185.118 ton, ubi kayi seluas 52.048 ha menghasilkan 1.405.218 ton, ubi jalar seluas 624 ha menghasilkan 6.523 ton, kacang kedelai seluas 888 ha menghasikan 1.423 ton, kacang hijau seluas 574 ha menghasilkan 721 ton, kacang tanah seluas 1.416 ha menghasilkan 2.779 ton, sayur-mayur seluas 4.387 ha menghasilkan 81.108 ton, buah-buahan seluas 929.637 ha menghasilkan 363.619 ton, karet seluas 18.044,3 menghasilkan 9.959,1 ton, cengkeh seluas 495,5 ha menghasilkan 27,8 ton, kopi seluas 17.149 ha menghasilkan 8.781,8 ton, kelapa seluas 2.692,2 ha menghasilkan 1.852,9 ton, kelapa sawit seluas 8.122,8 ha menghasilkan 6.027,1 ton, lada seluas 18.473,5 ha menghasilkan 6.343,5 ton, tebu seluas 5.210,8 ha menghasilkan 24.902,2 ton, kayu manis seluas 41 ha menghasilkan 4,2 ton, dan coklat seluas 5.533 ha menghasilkan buah sejumlah 956,2 ton.

Selain pertanian dan perkebunan, Kabupaten Lampung Utara juga menghasilkan tambahan dari sektor perikanan. Pada tahun 2013 hasil perikanan Kabupaten Lampung Utara mencapai 6.423,08 ton yang berasal dari keramba/jaring apung/cages sebesar 2.649,67 ton, waduk/dam 633,1 ton, rawa 327,4 ton, sungai 1.304 ton, kolam 1.490,14 ton, dan mina padi sebesar 18,17 ton.

Agama dan Kepercayaan
Agama yang dianut oleh Masyarakat Kabupaten Lampung Utara sangat beragam, yaitu: Islam (97,27%), Kristen (1,11%), Katolik (0,92%), Hindu (0,52%), Budha (0,18%), dan aliran Kepercayaan. Ada korelasi positif antara jumlah pemeluk suatu agama dengan jumlah sarana peribadatan. Hal itu tercermin dari banyaknya sarana peribadatan yang berkaitan dengan agama Islam (mesjid, musholla dan langar). Berdasarkan data yang tertera pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Utara, jumlah mesjid yang ada di sana mencapai 1.022 buah dan musholla/langgar/surau mencapai 957 buah. Sarana peribadatan yang berkenaan dengan penganut agama Kristen dan Katolik mencapai 70 buah, agama Hindu mencapai 16 buah, dan agama Budha hanya ada satu buah vihara atau kelenteng. Sementara data yang berkaitan dengan sarana peribadatan atau gedung pertemuan maupun jumlah penganut aliran kepercayaan belum ada.

Sosial Budaya
Masyarakat asli Lampung (bukan transmigran atau pendatang) terbagi dalam dua adat besar yaitu Saibatin dan Pepadun. Penduduk yang beradat Saibatin umumnya tinggal di sepanjang pesisir selatan hingga barat provinsi ini, sedangkan penduduk beradat Pepadun bermukim di daerah pedalaman sebelah barat Bukit Barisan. Masyarakat adat Saibatin atau disebut juga Peminggir (karena bermukim di pinggir pantai) terdiri atas Paksi Pak (Buay Belunguh, Buay Pernong, Buay Nyerupa, Buay Lapah) dan Komering-Kayuagung. Mereka mendiami sebelas wilayah adat, yaitu: Kalianda, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Belalau, Liwa, dan Ranau.

Sementara masyarakat pendukung adat Pepadun terdiri dari: (1) Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagi, dan Nyerupa) yang mendiami tujuh wilayah adat, yaitu Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Meringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi; (2) Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, dan Puyang Tegamoan) yang mendiami empat wilayah adat, yaitu Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga; (3) Pubian Teluk Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak, dan Hulu atau Suku Bukujadi) yang mendiami delapan wilayah adat, yaitu Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, dan Pugung; (4) Sungkai-Way Kanan Buay Lima atau lima keturunan Raja Tijang Jungur, terdiri dari Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, dan Barasakti. Mereka mendiami sembilan wilayah adat, yaitu Negeri Besar, Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga Mayang, Belambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui (seandanan.wordpress.com).

Berdasarkan pembagian marga dan wilayah adat tersebut, maka dapat dikatakan masyarakat Lampung Utara sebagian besar adalah pendukung adat Pepadun. Bahkan konon, mereka yang mendiami daerah Abung di Lampung Utaralah yang pertama kali mendirikan adat Pepadun pada zaman Seba Banten sekitar abad ke-17 Masehi yang kemudian menyebar ke daerah Way Kanan, Tulang Bawang, dan Way Seputih (Pubian) (seandanan.wordpress.com). Kata Pepadun sendiri ada yang berpendapat berasal dari kata "padu" yang berarti "berunding". Jadi, Pepadun dapat diartikan sebagai suatu perundingan atau musyawarah dalam suasana kekeluargaan untuk mencapai suatu kesatuan yang utuh (uun-halimah.blogspot.com). Selain itu ada pula yang berpendapat bahwa "pepadun" adalah bangku atau singgasana kayu yang merupakan simbol status sosial tertentu dalam sebuah marga. Pepadun digunakan dalam upacara pemberian gelar adat (julok adok) yang disebut Cakak Pepadun (indonesiakaya.com).

Sebagai sebuah kesatuan adat, orang Pepadun tentu mengembangkan kebudayaan tersendiri sebagai pedoman bagi kehidupan bersama. Misalnya, dalam sistem kekerabatan mereka menganut prinsip patrilineal yang mengikuti garis keturunan dari kaum laki-laki. Oleh karena itu, dalam sebuah keluarga kedudukan adat tertinggi berada pada anak laki-laki tertua dari keturunan tertua yang disebut Penyimbang. Seseorang yang memperoleh gelar dan status sebagai penyimbang akan sangat dihormati dalam masyarakatnya karena menjadi penentu dalam setiap proses pengambilan keputusan adat.

Selain kedudukan atau status yang diperoleh secara turun-temurun melalui garis keturunan, masyarakat pepadun juga mengenal pemberian gelar adat untuk Suttan, Raja, Pangeran, dan Dalom. Gelar ini dapat diperoleh seorang dari kalangan kebanyakan sepanjang dia mampu menyelenggarakan upacara pemberian gelar adat yang disebut sebagai Cakak Pepadun. Dalam upacara ini, anggota masyarakat yang ingin menaikkan statusnya harus membayar dau (uang) serta memotong sejumlah kerbau yang apabila ditotal dapat mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah bergantung dari gelar yang dinginkan. Upacaranya sendiri diselenggarakan di rumah sesat dan dipimpin oleh seorang penyimbang atau pimpinan adat dengan posisi yang paling tinggi. (Ali Gufron)

Sumber:
"Adat Masyarakat Lampung", diakses dari http://seandanan.wordpress.com/ada/, tanggal 3 September 2014, pukul 12.35 WIB.

"Tari Cangget Lampung", diakses dari http://uun-halimah.blogspot.com/2008/01/tari-cangget-lampung.html, tanggal 4 September 2014, pukul 20.05 WIB.

"Masyarakat Adat Lampung Pepadun", diakses dari http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/masyarakat-adat-lampung-pepadun, tanggal 4 September 2014, pukul 21.15 WIB.

Lampung Utara Dalam Angka 2013. 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Utara.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive