Soto Lamongan Cak Lek

Alamat Jl. Mayor Safei, Kotabaru, Kec. Serang, Kota Serang, Banten

Dodod

Di Kampung Pamatang, Desa Mekarwangi, Kecamatan Saketi, Pandeglang, ada sebuah kesenian tradisional gabungan dari bedug dodod dan angklung yang disebut sebagai dodod. Konon nama kesenian ini berasal dari kata dadasar (dasar/landasan) yang bermakna dasar kehidupan bagi seorang petani agar tidak menyimpang dari aturan pertanian. Selain itu, dadasar juga bermakna sebagai proses kegiatan upacara ritual tanam dan panen padi (tetanen, ngalaksa, dan rasulan) yang terwujud dalam siklus kehidupan manusia (lahir, hidup, dan mati).

Sejak kapan kesenian dodod diciptakan sudah tidak diketahui lagi, namun diperkirakan telah muncul sebagai kesenian di Kampung Pamatang sekitar tahun 1858. Waktu itu dodod digunakan untuk berbagai macam kepentingan berkaitan dengan siklus pertanian, seperti: bentuk rasa syukur kepada Dangdayang Trisnawati atas hasil panen yang melimpah dan penolak bala dari gangguan makhluk halus ketika tanaman padi terkena hama atau kemarau berkepanjangan.

Seiring waktu ada perkembangan pada fungsi pertunjukan dodod. Ia tidak lagi digunakan sebagai sarana ritual berkaitan dengan situs pertanian melainkan juga sebagai saran hiburan dan media komunikasi serta silaturrahim. Sebagai sarana hiburan, pertunjukan dodod akhirnya juga digunakan sebagai pengisi acara perkawinan, khitanan, dan bahkan Maulid Nabi. Sedangkan sebagai sarana silaturrahim dodod dapat berfungsi sebagai sarana penarik masa untuk berkumpul pada suatu tempat.

Dalam pertunjukannya dodod dapat dikategorikan sebagai helaran bersifat komunal yang memadukan unsur seni musik dan tarian ngalage, jogedan dan kreasi berupa kehidupan atau aktivtas petani di sawah. Para pemainnya didominasi oleh kaum laki-laki dengan alasan laki-laki memiliki peran penting dalam kehidupan sosial. Selain itu, karena sifatnya yang berupa helaran dengan mengangkut waditra yang cukup berat, maka hanya laki-laki yang dianggap sanggup untuk membawanya.

Adapun komposisinya terdiri atas: (a) seorang laki-laki sebagai penghulu (pemimpin upacara); (b) sembilan orang laki-laki dan perempuan peserta arak-arakan; (c) tiga orang laki-laki penabuh bedug dodod (bedug indung, bedug kurulung, dab bedug ketuk); dan (d) sembilan orang laki-laki pemain angklung (angklung indung, angklung kurulung, angklung ketuk, angklung nying-nying, angklung enclok, dan angklung gong).

Sedangkan pertunjukannya sendiri diawali dengan penyediaan sesajen berupa kemenyan dan beberpa helai daun panglay serta pembacaan jangjawokan atau mantra berbunyi Bul kukus Ratu Saranan; Ngaraning menyan kukuse ujud kang Bako; Kawula nganturkeun kukus ka danghyang di dieu; Kakaruhun di dieu, ka nu sakti kang Sinuhun; Ka mangkeuning idzin Allah Ta’ala; Kaula menta salamet.

Selanjutnya, musik dodod pun mulai berkumandang menyanyikan tiga buah lagu, yaitu Lutung Kasarung, Jalan, dan Reog. Lagu Lutung Kasarung menceritakan kosmologi masyarakat pehuma sunda berupa perkawinan Guru Minda (putra Sunan Ambu keturunan Guru Hyang Tunggal) dengan seorang putri di Negeri Pasri Batang. Isinya dibagi menjadi tiga bagian yang mengajarkan bagaimana manusia harus bercocok tanam dengan benar agar mendapat keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Sementara lagu Jalan dinyanyikan ketika arak-arakan mulai berjalan menuju sawah atau lumbung padi. Lagu Jalan berisi syair-syair pantaun yang dipercaya dapat mengusir binatang yang dapat mengakibatkan kerusakan tanaman padi. Sedangkan lagu Reog adalah lagu yang menyimbolkan kesukacitaan karena padi telah dipanen.

Ketiga buah lagu itu dimainkan saat arak-arakan mengiringi gerakan tarian. Para penari dodod ngalage (menari bersama) baik secara spontan maupun mengikuti gerakan-gerakan tertentu, misalnya: lele longser, tikukur ngadu, joged nguriling, jalan, macul, nandur, ngarambet, dan metik.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama

Archive