(Cerita Rakyat Daerah Sumatera Barat)
Alkisah, ada seorang janda bahenol nerkom bernama Lindung Bulan yang memiliki dua orang anak laki-laki, yaitu Rendo Pinang dan Rambun Pamenan. Selain bahenol, Lindung Bulan juga terkenal sangat cantik. Oleh sebab itu, tidak heran jika sepeninggal sang suami banyak laki-laki yang ingin meminangnya.
Kecantikan inilah yang membuat Raja Angek Garang juga ikut meminangnya. Raja Negeri Terusam Cerim yang terkenal kejam dan bengis ini memerintahkan hulubalang istana bernama Palimo Tadung menyampaikan pinangan pada Lindung Bulan. Apabila menolak, dia diperintahkan untuk menculik dan membawanya ke istana.
Usai mendapat perintah Palimo Tadung langsung bergegas mendatangi rumah Lindung Bulan. Dan seperti para laki-laki lainnya, lamaran Raja Angek Garang ditolak halus oleh Lindung Bulan dengan alasan masih belum ingin bersuami lagi.
Penolakan tadi menjadi justifikasi bagi Palimo Tidung menculik Lindung Bulan. Tanpa basa-basi lagi dia langsung mendekap dan membawa Lindung Bulan menuju istana Raja Angek Garang menggunakan burak.
Sampai di istana mulanya dia dibujuk agar mau menjadi permaisuri Raja Angek Garang. Tetapi karena terus menerus menolak, akhirnya habislah kesabaran Raja Angek. Dia mulai mencaci maki, menghina, serta mengancam Lindung Bulan.
Ancaman, hinaan, dan makian tersebut bukannya meluluhkan hati Lindung Bulan. Dia malah semakin keukeuh pada pendirian tidak ingin menikah lagi. Akibatnya, Raja Angek menjadi murka dan memerintahkan pengawal memasukkannya ke penjara bawah tanah. Dia diperlakukan layaknya budak belian yang jarang mendapat makanan sehingga semakin lama tubuhnya mengurus dan parasnya tak lagi memukau.
Di lain tempat, semenjak Lindung Bulan hilang secara misterius kedua anaknya diasuh dan dibesarkan oleh para tetangga. Begitu seterusnya hingga Rendo Pinang dan Rambun Pamenan menginjak dewasa. Rendu Pinang tumbuh sebagai pemuda gagah dan tampan, sementara Rambun Pamenan, walau bertubuh kurus, menjadi seorang pemuda pemberani.
Suatu hari saat Rambun Pamenan pergi mencari burung di hutan bertemu dengan seorang pemburu bernama Alang Bangkeh. Saat sedang beristirahat bersama, dia menceritakan bahwa ibunya Lindung Bulan telah bertahun-tahun tidak kembali. Dia telah mencari informasi ke semua orang di kampung tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaannya.
Cerita Rambun membuat Alang Bangkeh tersentak kaget. Walau tidak pernah bertemu dengan Lindung Bulan, namun Alang Bangkeh pernah mendengar kabar tentangnya. Dia lalu menceritakan bahwa ibunda Rambun sudah bertahun-tahun menjadi tawanan Raja Angek Garang di Negeri Terusan Cermin. Dia ditawan karena menolah menjadi istri Raja Angek.
Penjelasan Alang Bangkeh merupakan pencerahan bagi Rambun Pamenan. Dia akhirnya tahu bahwa Lindung Bulan tidak secara sengaja meninggalkan dirinya dan Rendo Pinang. Sayangnya, sepanjang hidup dia belum pernah mendengar ada negeri yang bernama Terusan Cermin. Dari Alang Bangkeh dia hanya diberi tahu bahwa negeri itu ada di seberang hutan belantara. Padahal, hutan belantara ada di mana-mana. Hampir setiap kerajaan memiliki hutan belantaranya sendiri-sendiri.
Usai berpisah dengan Alang Bangkeh, Rambun Pamenan pulang ke rumah. Setiap hari dia berlatih ilmu beladiri pada beberapa guru silat sambil mencari informasi tentang keberadaan Negeri Terusan Cemin. Setelah dirasa cukup mumpuni, walau belum tahu letak Terusan Cemin, dia bertekad mencarinya demi bertemu Sang ibu.
Atas restu Rendo Pinang dia pergi mencari Sang ibu. Seorang diri dia berjalan selama berhari-hari tanpa henti melewati hutan, gunung, lembah, dan sungai. Akibatnya, karena kelelahan dia lemah dan terduduk lesu di bawah sebuah pohon rindang. Tidak lama setelahnya dia tertidur dan mimpi bertemu dengan Rendo Pinang membawa nasi dan sebutir telur. Ketika bangun, secara ajaib badannya segar kembali dan pertunya terasa kenyang.
Setelah bugar dan kenyang Rambun Pamenan berjalan lagi selama beberapa hari hingga akhirnya bertemu seorang peladang di pinggir hutan. Oleh Sang peladang Rambun diajak ke rumahnya dan diberi makan serta dipersilahkan beristirahat.
Esok harinya, ketika bangun dia sudah disuguhi makanan seadanya dari Sang peladang. Sembari menyantap beberapa butir kentang dia bercerita tentang maksud dan tujuannya mengembara hingga bertemu dengan Sang peladang di pinggir hutan.
Sang peladang agak terkejut mendengar Rambun akan menuju ke Negeri Terusan Cermin. Dia mengatakan bahwa Rambun telah salah jalan dan malah menjauh dari tempat yang ditujunya. Rambun seharusnya menempuh perjalanan melintasi hutan sebelah barat sehingga terpaksa kembali lagi melewati rute sebelumnya.
Oleh karena rute sebelumnya sangatlah jauh, Rambun memutuskan tinggal selama beberapa minggu di rumah Sang Peladang. Selama berada di sana dia membantu menanam, membersihkan, dan menyiangi tanaman ladang. Saat akan pamit, Sang peladang memberinya sebuah tongkat bernama Manau Sungsang yang dipercaya dapat membantunya menemukan Lindung Bulan.
Di perjalanan dia menemukan seseorang yang tengah dililit seekor ular besar. Tanpa pikir panjang dia berlari menghampiri dan memukulkan Manau Sungsang tepat di kepala Sang ular hingga mati. Sebagai rasa terima kasih orang yang dililit ular tadi mengantarnya menuju Negeri Terusan Cermin.
Sampai di batas wilayah Negeri Terusan Cermin dia undur diri kembali masuk ke hutan. Sementara Rambun terus berjalan hingga menemukan sebuah lepau yang di dalamnya ada seorang perempuan sedang bernyanyi sambil menanti pelanggan.
Oleh karena Rambun tidak memiliki uang, dia terpaksa meminta nasi dengan imbalan akan melakukan pekerjaan yang diperintahkan si pemilik lepau. Usai diberi makan, Rambun langsung membantu si pemilik lepau mencari kayu bakar dan memperbaikan beberapa bagian warung yang rusak.
Selesai membalas budi Rambun pamit meneruskan perjalanan menuju istana Terusan Cermin. Sampai di istana dia mendatangi tujuh orang prajurit yang sedang berjaga di gerbang dan menyatakan akan membawa Lindung Bulan pulang ke rumah.
Ucapan Rambun tentu membuat para prajurit tertawa terbahak-bahak. Sambil berkerumun mengelilingi, mereka mengeroyok Rambun hingga tersungkur di tanah. Selanjutnya, satu per satu prajurit maju dan menganiayanya hingga babak belur.
Sadar telah menjadi bulan-bulanan, Rambun kemudian memukulkan tongkat Manau Sungsang kepada salah seorang prajurit hingga terkapar dan tewas seketika. Sisa pengeroyok yang melihat kejadian itu langsung lari tunggang langgang masuk istana melapor pada Palimo Tadung. Namun, Sang Palimo ternyata juga tidak mampu menghadapi Rambun. Dia juga tewas terkena hantaman Manau Sungsang.
Para prajurit yang ikut menyaksikan kekalahan Palimo Tadung segera berlari menemui Raja Angek Garang. Mereka melapor ada seorang pemuda kurus dengan sebuah tongkat sakti yang berhasil menewaskan Palimo Tadung. Sang pemuda datang untuk menjemput ibundanya Lindung Bulan.
Murka mendengar laporan prajuritnya, Raja Angek Garang sontak berdiri menghunus pedang dan berlari menemui Rambun di depan istana. Secepat kilat dia ayunkan pedangnya ke arah tubuh Rambun. Namun, dia dapat menghindar sambil menangkiskan tongkatnya hingga pedang Angek Garang terpental. Sejurus setelahnya tongkat sakti itu berhasil mendarat tepat di kepala hingga Angek Garang tewas.
Dan, dengan tewasnya Raja Angek Garang, Rambun dapat membebaskan Lindung Bulan dari penjara. Mereka pun pulang ke rumah dan bersatu kembali seperti sedia kala menjadi sebuah keluarga utuh yang bahagia.
Alkisah, ada seorang janda bahenol nerkom bernama Lindung Bulan yang memiliki dua orang anak laki-laki, yaitu Rendo Pinang dan Rambun Pamenan. Selain bahenol, Lindung Bulan juga terkenal sangat cantik. Oleh sebab itu, tidak heran jika sepeninggal sang suami banyak laki-laki yang ingin meminangnya.
Kecantikan inilah yang membuat Raja Angek Garang juga ikut meminangnya. Raja Negeri Terusam Cerim yang terkenal kejam dan bengis ini memerintahkan hulubalang istana bernama Palimo Tadung menyampaikan pinangan pada Lindung Bulan. Apabila menolak, dia diperintahkan untuk menculik dan membawanya ke istana.
Usai mendapat perintah Palimo Tadung langsung bergegas mendatangi rumah Lindung Bulan. Dan seperti para laki-laki lainnya, lamaran Raja Angek Garang ditolak halus oleh Lindung Bulan dengan alasan masih belum ingin bersuami lagi.
Penolakan tadi menjadi justifikasi bagi Palimo Tidung menculik Lindung Bulan. Tanpa basa-basi lagi dia langsung mendekap dan membawa Lindung Bulan menuju istana Raja Angek Garang menggunakan burak.
Sampai di istana mulanya dia dibujuk agar mau menjadi permaisuri Raja Angek Garang. Tetapi karena terus menerus menolak, akhirnya habislah kesabaran Raja Angek. Dia mulai mencaci maki, menghina, serta mengancam Lindung Bulan.
Ancaman, hinaan, dan makian tersebut bukannya meluluhkan hati Lindung Bulan. Dia malah semakin keukeuh pada pendirian tidak ingin menikah lagi. Akibatnya, Raja Angek menjadi murka dan memerintahkan pengawal memasukkannya ke penjara bawah tanah. Dia diperlakukan layaknya budak belian yang jarang mendapat makanan sehingga semakin lama tubuhnya mengurus dan parasnya tak lagi memukau.
Di lain tempat, semenjak Lindung Bulan hilang secara misterius kedua anaknya diasuh dan dibesarkan oleh para tetangga. Begitu seterusnya hingga Rendo Pinang dan Rambun Pamenan menginjak dewasa. Rendu Pinang tumbuh sebagai pemuda gagah dan tampan, sementara Rambun Pamenan, walau bertubuh kurus, menjadi seorang pemuda pemberani.
Suatu hari saat Rambun Pamenan pergi mencari burung di hutan bertemu dengan seorang pemburu bernama Alang Bangkeh. Saat sedang beristirahat bersama, dia menceritakan bahwa ibunya Lindung Bulan telah bertahun-tahun tidak kembali. Dia telah mencari informasi ke semua orang di kampung tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaannya.
Cerita Rambun membuat Alang Bangkeh tersentak kaget. Walau tidak pernah bertemu dengan Lindung Bulan, namun Alang Bangkeh pernah mendengar kabar tentangnya. Dia lalu menceritakan bahwa ibunda Rambun sudah bertahun-tahun menjadi tawanan Raja Angek Garang di Negeri Terusan Cermin. Dia ditawan karena menolah menjadi istri Raja Angek.
Penjelasan Alang Bangkeh merupakan pencerahan bagi Rambun Pamenan. Dia akhirnya tahu bahwa Lindung Bulan tidak secara sengaja meninggalkan dirinya dan Rendo Pinang. Sayangnya, sepanjang hidup dia belum pernah mendengar ada negeri yang bernama Terusan Cermin. Dari Alang Bangkeh dia hanya diberi tahu bahwa negeri itu ada di seberang hutan belantara. Padahal, hutan belantara ada di mana-mana. Hampir setiap kerajaan memiliki hutan belantaranya sendiri-sendiri.
Usai berpisah dengan Alang Bangkeh, Rambun Pamenan pulang ke rumah. Setiap hari dia berlatih ilmu beladiri pada beberapa guru silat sambil mencari informasi tentang keberadaan Negeri Terusan Cemin. Setelah dirasa cukup mumpuni, walau belum tahu letak Terusan Cemin, dia bertekad mencarinya demi bertemu Sang ibu.
Atas restu Rendo Pinang dia pergi mencari Sang ibu. Seorang diri dia berjalan selama berhari-hari tanpa henti melewati hutan, gunung, lembah, dan sungai. Akibatnya, karena kelelahan dia lemah dan terduduk lesu di bawah sebuah pohon rindang. Tidak lama setelahnya dia tertidur dan mimpi bertemu dengan Rendo Pinang membawa nasi dan sebutir telur. Ketika bangun, secara ajaib badannya segar kembali dan pertunya terasa kenyang.
Setelah bugar dan kenyang Rambun Pamenan berjalan lagi selama beberapa hari hingga akhirnya bertemu seorang peladang di pinggir hutan. Oleh Sang peladang Rambun diajak ke rumahnya dan diberi makan serta dipersilahkan beristirahat.
Esok harinya, ketika bangun dia sudah disuguhi makanan seadanya dari Sang peladang. Sembari menyantap beberapa butir kentang dia bercerita tentang maksud dan tujuannya mengembara hingga bertemu dengan Sang peladang di pinggir hutan.
Sang peladang agak terkejut mendengar Rambun akan menuju ke Negeri Terusan Cermin. Dia mengatakan bahwa Rambun telah salah jalan dan malah menjauh dari tempat yang ditujunya. Rambun seharusnya menempuh perjalanan melintasi hutan sebelah barat sehingga terpaksa kembali lagi melewati rute sebelumnya.
Oleh karena rute sebelumnya sangatlah jauh, Rambun memutuskan tinggal selama beberapa minggu di rumah Sang Peladang. Selama berada di sana dia membantu menanam, membersihkan, dan menyiangi tanaman ladang. Saat akan pamit, Sang peladang memberinya sebuah tongkat bernama Manau Sungsang yang dipercaya dapat membantunya menemukan Lindung Bulan.
Di perjalanan dia menemukan seseorang yang tengah dililit seekor ular besar. Tanpa pikir panjang dia berlari menghampiri dan memukulkan Manau Sungsang tepat di kepala Sang ular hingga mati. Sebagai rasa terima kasih orang yang dililit ular tadi mengantarnya menuju Negeri Terusan Cermin.
Sampai di batas wilayah Negeri Terusan Cermin dia undur diri kembali masuk ke hutan. Sementara Rambun terus berjalan hingga menemukan sebuah lepau yang di dalamnya ada seorang perempuan sedang bernyanyi sambil menanti pelanggan.
Oleh karena Rambun tidak memiliki uang, dia terpaksa meminta nasi dengan imbalan akan melakukan pekerjaan yang diperintahkan si pemilik lepau. Usai diberi makan, Rambun langsung membantu si pemilik lepau mencari kayu bakar dan memperbaikan beberapa bagian warung yang rusak.
Selesai membalas budi Rambun pamit meneruskan perjalanan menuju istana Terusan Cermin. Sampai di istana dia mendatangi tujuh orang prajurit yang sedang berjaga di gerbang dan menyatakan akan membawa Lindung Bulan pulang ke rumah.
Ucapan Rambun tentu membuat para prajurit tertawa terbahak-bahak. Sambil berkerumun mengelilingi, mereka mengeroyok Rambun hingga tersungkur di tanah. Selanjutnya, satu per satu prajurit maju dan menganiayanya hingga babak belur.
Sadar telah menjadi bulan-bulanan, Rambun kemudian memukulkan tongkat Manau Sungsang kepada salah seorang prajurit hingga terkapar dan tewas seketika. Sisa pengeroyok yang melihat kejadian itu langsung lari tunggang langgang masuk istana melapor pada Palimo Tadung. Namun, Sang Palimo ternyata juga tidak mampu menghadapi Rambun. Dia juga tewas terkena hantaman Manau Sungsang.
Para prajurit yang ikut menyaksikan kekalahan Palimo Tadung segera berlari menemui Raja Angek Garang. Mereka melapor ada seorang pemuda kurus dengan sebuah tongkat sakti yang berhasil menewaskan Palimo Tadung. Sang pemuda datang untuk menjemput ibundanya Lindung Bulan.
Murka mendengar laporan prajuritnya, Raja Angek Garang sontak berdiri menghunus pedang dan berlari menemui Rambun di depan istana. Secepat kilat dia ayunkan pedangnya ke arah tubuh Rambun. Namun, dia dapat menghindar sambil menangkiskan tongkatnya hingga pedang Angek Garang terpental. Sejurus setelahnya tongkat sakti itu berhasil mendarat tepat di kepala hingga Angek Garang tewas.
Dan, dengan tewasnya Raja Angek Garang, Rambun dapat membebaskan Lindung Bulan dari penjara. Mereka pun pulang ke rumah dan bersatu kembali seperti sedia kala menjadi sebuah keluarga utuh yang bahagia.
Diceritakan kembali oleh ali gufron