Warung Makan Neng Sity
Warung Makan Neng Sity berada di Jalan Gedebage Tengah Nomor 107 Bandung. Warung makan ini menyediakan menu masakan antara lain: ayam geprek, semur jengkol, ayam bakar, tumis kentang, ayam penyet, tumis kacang, ayam goreng, kukul cabay, bekakak bakar, bihun cabay, tambusu, kepala kakap, babat sapi, udang goreng, paru sapi, ikan goreng, kikil sapi, bebek goreng, pepes ayam, ikan peda, pepes ikan, karedok, dan lain sebagainya.
Silat Sekojor
Sekojor adalah istilah orang Betawi Joglo di Jakarta Barat bagi sebuah gerakan pukulan tangan lurus atau lempeng. Istilah ini kemudian dijadikan sebagai salah satu jurus andalan sekaligus nama salah satu aliran silat Betawi. Menurut Ani Rostiyati dalam artikelnya berjudul Silat Sekojor dari Joglo Jakarta Barat” yang dimuat di kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbjabar, silat ini telah ada sejak zaman Belanda, tepatnya sekitar tahun 1828.
Adapun embrionya barasal dari seorang tokoh bernama Kumpi Potol. Seni beladiri maenpo ini kemudian diturunkan pada salah seorang anaknya bernama Kong Nayih yang dapat menguasainya pada umur delapan tahun. Dari Kong Nayih maenpo ajaran Kumpi Potol diolah sedemikian rupa hingga tercipta sebuah maenpo yang bertumpu atau mengacu pada gerakan pukulan lurus atau sekojor sebagai salah satu jurus dasar sekaligus andalannya. Jurus lainnya adalah pocok, jalan gibas, jalan sembat, keprek, pacul, bandul, lembat, dan kotek besi. Dari ke sembilan jurus dasar tadi digabung menjadi 5 jurus, yaitu langkah lima, beset, cetol, deprok, dan lima kurung. Jurus lima kurung dipecah lagi menjadi silem gebrak, silem, silem deprok sikun, silem siliwa, dan silem bolak balik. Dan, kelima silem tadi dibagi menjadi pamungkas dan buka lari.
Namun, Kong Nayih tidak menurunkan maenpo pada ketiga anak lelakinya, yaitu Baum, Iyan, dan Aryanto. Dia malah aktif mengajarkan maenpo silat sekojor pada para pemuda di kawasan Joglo. Hasilnya, setelah meninggal tahun 1991 warisan silat sekojornya dapat tetap lestari karena diteruskan oleh para muridnya, yaitu: G.J Nawi, Kong Simah, Kong Sadi Benjol, Baba Akel, Baba Abet, dan Baba Amir (site.google.com).
Dari kelima murid tadi hanya seorang yang masih aktif dan menjadi guru besar silat sekojor, yaitu Baba Amir. Baba Amir sendiri mulai belajar sekojor pada Kong Nayih sekitar tahun 1980. Waktu itu cara belajarnya masih tidak terang-terangan karena tidak bermaksud untuk dipublikasikan. Selesai berguru pada Kong Nayih tahun 1983 Baba Amir memperdalam ilmunya pada Baba Sa’adih bin Jenti hingga sekitar tahun 1986.
Berbekal kepandaian silat dari kedua guru tadi, tahun 2002 Baba Amir mulai mengajarkan ilmu silatnya pada beberapa pemuda di daerah Joglo, di antaranya: Marwan, Irwan, Dalih Daglog, Eman, dan Ipung. Tiga tahun kemudian beliau mengajarkan pula pada pemuda lain, yaitu: Kimung, Herman, Bahrudin, Sadelih, dan Irpan. Para murid inilah yang kemudian mengenalkan ilmu silat ajaran Baba Amir kepada khalayak ramai sebagai “Silat Sekojor Lima Kurung”.
Oleh karena semakin banyak peminat, mulai tahun 2010-2013 Baba Amir mengangkat beberapa murid lagi, di antaranya: Hadi, Totong, Oril, Bayu, Rangga, Sahlan, Pantek, Doni, Doni Arpas, Sidik, Adam, Imam, Rangga, Mia, Pa’I, Fadli, Alam, Rafli, dan lain sebagainya. Dan, dengan banyaknya murid tadi, atas prakrsa beberapa orang, perkumpulan Silat Sekojor Lima Kurung mulai mengembangkan sayap tidak hanya bergerak dalam bidang seni beladiri saja.
Mulai 11 Maret 2011, atas persetujuan Baba Amir, mereka membentuk sebuah sanggar yang diberi nama “Sekojor”. Berbekal izin resmi berbadan hukum Akte Notaris INA ROSIANA, SH. S.K Menteri Kehakiman & HAM RI No. C-723 HT.03.02-Th.2002 Tgl 27 Maret 2002 NOTARIS PASAR MODAL NO: 726/PM/STTD-N/2004. LKB No Pend. 032 11 02 09 B 16 Sanggar Sekojor tidak hanya bergerak dalam seni beladiri saja, melainkan juga lenong, palang pintu, dan gambang kromong. Adapun tujuannya adalah sebagai wadah bagi para pelaku seni dan tradisi Betawi di kawasan Joglo, Jakarta Barat. (Ali Gufron)