Baksa, akronim dari Babak Iyasa atau yang pertama berjasa merupakan tarian yang menggambaran keperkasaan, kesiagaan dan tanggung jawab prajurit atas rajanya. Pertunjukan tarian khas Cirebon ini dilakukan oleh minimal 17 orang penari mengenakan busana ikat kepala, rompi warna hitam, celana singke warna hitam, kain bait liris warna putih, sampur berwarna kuning, dan pumping melati di telinga kanan.
Para penari diiringi oleh 8 orang nayaga yang memainkan 2 rancak bonang renteng, 1 rancak bonang panglima, 1 rancak bonang besar, 1 buah gendang kecil, sepasang gong besar dan kecil, sepasang tutukan, san sepasang kecrek.
Berokan adalah sebuah kesenian khas masyarakat Sunda, khususnya yang berada di daerah Karawang. Kesenian ini mulai dikembangkan serta dikenal oleh masyarakat sekitar tahun 1925. Penciptanya adalah seorang seniman bernama Kesol. Waktu itu kesenian berokan tidak hanya digunakan sebagai sarana hiburan saja, melainkan juga sebagai media penangkal gangguan makhluk gaib.
Kesenian ini konon diadopsi dari kisah cucu Raden Arjuna, yaitu Raden Parikesit sewaktu memerintah Kerajaan Astinapura. Adapun kisahnya sebagai berikut.
Ketika Raden Parikesit memerintah, kerajaannya diserang oleh Gedeng Permoni dari Setra Gandamayit. Penyerangan didasari oleh rasa dendam Gedeng Permoni karena cintanya tidak dibalas Raden Arjuna, kakek Raden Parikesit. Penduduk Kerajaan Astinapura menjadi geger, termasuk ketiga anak Raden Parikesit (Kusa Sengsaya, Kuda Jaka, dan Kuda Wisesa).
Kuda Wisesa yang ketakutan memilih pergi menuju ke suatu tempat terpencil jauh dari Kerajaan Astinapura. Dalam perjalanannya dia tiba di sebuah perkebunan yang dijaga oleh sepasang suami-isteri tua renta. Singkat cerita, karena merasa cocok akhirnya Kuda Wisesa memilih tinggal bersama si kakek dan nenek penjaga kebun.
Untuk mengisi waktu, selama tinggal bersama kakek dan nenek penjaga kebun, Kuda Wisesa menyalurkan bakat dengan melukis. Ternyata, hasil-hasil lukisannya dapat dikatakan nyaris sempurna seperti bentuk aslinya sehingga mengundang perhatian warga disekitar perkebunan.
Keindahan lukisan Kuda Wisesa rupanya terdengar pula oleh raja yang berkuasa di daerah tersebut. Sang raja kemudian mengirimkan utusan menemui Kuda Wisesa untuk memintanya melukis kerajaan beserta seluruh isinya. Kuda Wisesa dapat memenuhi permintaan sang raja dengan hasil lukisan yang sangat detil.
Masih penasaran dengan hasil karya Kuda Wisesa yang tidak mungkin dapat dibuat oleh orang biasa, Sang raja lalu menyuruh melukis laut beserta seluruh isinya. Lukisan laut berhasil dibuat oleh Kuda Wisesa. Hanya saja, ada satu binatang laut yang hanya terlukis kepalanya saja, sedangkan anggota badannya sama sekali tidak dapat diterawang. Binatang itu sebenarnya adalah binatang sakti yang disebut sebagai Hyang Baruna. Hanya orang-orang tertentu saja dapat menyaksikan wujud utuh dari Hyang Baruna.
Untuk mengatasi kebingungan Kuda Wisesa, sang Kakek penjaga kebun menyarankan agar menempelkan kulit kambing dan waring sebagai badan Hyang Baruna serta sebatang tongkat sebagai ekornya. Akhirnya lukisan pun jadi. Dan setelah diserahkan kepada Raja, Sang pelukis kemudian diberi julukan Sungging Perbangkara, sedangkan binatang Hyang Baruna dinamakan Berokan yang berasal dari kata Berok (bahasa Jawa).
Dalam pementasan berokan, binatang berok digambarkan memiliki wujud sangat mengerikan namun suaranya kecil “empet”. Sedangkan orang yang memainkannya haruslah mempunyai keahlian khusus serta mampu mengobati orang sakit atau mengusir dan menangkal serangan makhluk halus.
Nilai Budaya
Kesenian Berokan perlu dilestarikan karena di dalamnya tidak hanya mengandung nilai estetika sebagai ekspresi jiwa semata, melainkan juga nilai-nilai lain yang apabila dicermati dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain adalah kerja sama, kekompakan, ketertiban, dam ketekunan. Nilai kerja sama terlihat dari adanya kebersamaan dalam melestarikan warisan budaya para pendahulunya. Nilai kekompakan dan ketertiban tercermin dalam suatu pementasan yang dapat berjalan secara lancar. Nilai kerja keras dan ketekunan tercermin dari penguasaan dalam mementaskan binatang berok.
Seni bordir di Tasikmalaya sudah dikenal lama, baik di lingkup nasional maupun mancanegara, seperti: Kanada, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Jerman Inggris, Arab Saudi, Brunei Darussalam, Malaysia, Siangapura, Mesir, Inggris, dan lain sebagainya. Bidang usaha yang telah menjadi komoditas industri perdagangan ini telah menyerap tidak kurang dari 14.325 orang yang tersebar pada 2.728 unit usaha di 24 desa dan 12 kecamatan.
Bordir sendiri memiliki sejarah yang sangat panjang yaitu sejak zaman Byzantium sekitar 330 M (Rusyaman, 2013: 60). Di sana awalnya para pembuat hiasan bordir merajut sendiri secara manual menggunakan tangan. Seiring perkembangan industri, kemudian muncul berbagai alat yang digunakan untuk mempermudah proses membordir yang berupa mesin jahit berpenggerak pijakan kaki.
Masih menurut Rusyaman (2013:60), kemunculan kerajinan bordir di Tasikmalaya tidak lepas dari peran perusahaan Amerika bernama Singer yang memberdayakan penduduk lokal sebagai karyawannya. Salah seorang di antaranya adalah HJ. Umayah, seorang warga Tasikmalaya. Ketika tidak bekerja lagi di Singer dia pulang ke kampung halaman di Kawalu dan merintis usaha bordir sendiri. Lambat laun, seiring besarnya perhatian pemerintah daerah Tasikmalaya untuk memberdayakan dan mengembangkan industri kerajinan bordir, usaha Hj. Umayah mulai mengalami perkembangan pesar dan signifikan. Bordir pun mulai bermunculan dan menyebar ke hampir seluruh wilayah Tasikmalaya.
Proses Pembuatan Bordir Saat ini proses pembuatan bordir tidak lagi menggunakan peralatan tradisional. Tuntutan pasar yang semakin luas membuat perajin harus beradaptasi dengan peralatan modern yang telah terkomputerisasi. Walau harganya relatif mahal (sekitar Rp. 200 juta), mereka berusaha membelinya agar dapat memenuhi kebutuhan pasar. Adapun caranya adalah dengan memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disediakan oleh bank-bank pemerintah.
Proses pembuatan bordir memakai peralatan modern secara umum sama dengan menggunakan alat bordir tradisional. Ada beberapa tahap dalam pembuatan sehelai kain bordir. Tahap awal, menggambar model atau desain motif yang bergantung pesanan atau kreativitas si pembordir. Desain motif bordir dilakukan dengan menggambar sketsa hitam putih menggunakan media kertas. Setelah terbentuk, kertas bergambar tadi diserahkan pada Tukang Pancing guna dialihmediakan menjadi digital. Istilah tukang pancing mungkin ada kaitannya dengan proses digitalisasi motif yaitu “film punching” yang diIndonesiakan menjadi “pancing”.
Sketsa Hitam Putih Motif Bordir
Melalui komputer, Tukang Pancing menggambar ulang motif (film punching) tadi dengan program khusus (software) wilcom embrioidery studio e2, sebuah aplikasi perangkat lunak multi decoration khusus untuk desain bordir yang menggabungkan aplikasi wilcom dan corel draw x5. Lama pengerjaan film punching bergantung pada tingkat kesulitan motif. Apabila motifnya sederhana, maka waktu pengerjaan antara satu hingga dua jam. Namun, apabila motifnya rumit maka pengerjaannya dapat memakan waktu antara dua hingga empat hari.
Hiasan Bordir Motif Flora pada Lembar Kerja Wilcom
Mengenai ide penciptaan desain bordir, dapat dikelompokkan menjadi beberapa motif, yaitu: motif naturalis dan geomteris. Motif naturalis terdiri atas flora (daun, batang, rumput, buah-buahan, pohon), fauna (burung merak, kupu-kupu, burung gereja, ayam), pemandangan, awan, bintang, dan bulan; motif geometris didominasi oleh bentuk-bentuk yang dapat diukur dan simetris seperti lingkaran dan persegi; motif dekoratif; motif benda (logo institusi atau komunitas); motif kaligrafi, dan motif abstrak.
Beragam motif tadi selalu digabungkan dengan pola hias tertentu, seperti: pola pinggiran, pola mengisi bidang, pola berangkai, pola tabur, dan pola bebas. Adapun warnanya merupakan kombinasi warna monokromatik dan polikromatik. Pilihan warna sesuai dengan selera desainer atau permintaan konsumen yang kebanyakan senanda dengan kain yang akan dibordir.
Sebagai catatan, motif, pola serta warna bordir Tasikmalaya kebanyakan sudah tidak mengandung makna-makna simbolis tertentu dan hanya dibuat untuk memenuhi permintaan konsumen atau mengikuti perkembangan dan selera pasar (bersifat komersil). Atau dengan kata lain, motif, pola dan warna bordir hanya mengedepankan segi tampilan estetisnya saja tanpa ada makna simbolis tertentu di baliknya.
Setelah gambar acuan motif berbentuk file format jpg, png, atau bmp yang telah disimpan dalam flashdisk jadi, kemudian dimasukkan ke mesin bordir komputer. Di dalam gambar acuan motif telah diprogram sedemikian rupa sebagai perintah bagi mesin bordir, meliputi: jenis tutupan, objek jahitan, jalan benang, titik awal-akhir, dan lain sebagainya.
Ketika flashdisk terpasang, operator tinggal memberi perintah pada mesin agar bekerja mengikuti motif yang telah dibuat dalam jumlah tertentu. Mesin akan merespon dengan membuat jahitan sesuai dengan motif yang diinginkan pada bentangan kain sepanjang 6 meter. Setiap setengah meter ada sebuah mesin bordir, sehingga motif akan terbentuk sejumlah 12 buah untuk sekali membordir. Operator hanya bertugas mengawasi jalannya mesin, mengganti benang yang habis, atau menyambungkan benang putus.
Mesin Bordir Komputer
Mesin Bordir Komputer
Operator Mesin Bordir Komputer
Operator Mesin Bordir Komputer
Apabila motif selesai dibuat, maka kain bordir selanjutkan diserahkan pada tukang soder untuk dipotong dan dibuat kerancang menggunakan solder. Pemotongan kain tidak menggunakan gunting karena jika tidak benar-benar akurat akan menyebabkan bordiran akan terlepas. Jika menggunakan solder kain akan terbakar tanpa memutus benang-benang hasil bordiran. Selain itu, solder juga berguna sebagai pembersih sisa-sisa benang bordir yang masih melekat di balik permukaan kain. Pengerjaan solder umumnya dilakukan oleh kaum perempuan yang dianggap lebih telaten dan teliti.
Tukang Soder
Tukang Soder
Motif yang telah disoder selanjutkan dibawa ke tukang jahit guna ditempelkan pada bahan jadi, seperti: mukena, baju gamis, baju koko, kerudung, peci, blouse, selendang, taplak meja, renda, kebaya, tunik, sprei, sarung bantal, hiasan dinding, busaha sehari-hari, hingga kain penutup keranda.
Penjahitan Bordir pada Kain
Penjahitan Bordir pada Kain
Hasil Bordiran pada Kain
Hasil Bordiran pada Kain
Dan, tahap terakhir dalam proses pembuatan bordir adalah pengemasan. Apabila bordir diperuntukkan bagi perseorangan, maka ketika selesai akan digantung di hanger dan diletakkan dalam lemari. Ia baru dikeluarkan ketika sang pemesan datang mengambilnya atau dibungkus dan dikirim ke tempat tujuan pemesan. Sedangkan apabila pesanan dalam partai banyak, hasil bordir dilipat, ditumpuk, dan diikat dengan rafia untuk selanjutnya dimasukkan dalam karung dan dikirim ke tempat pemesan.
Pengemasan
Pengemasan
Pengemasan
Pengemasan
Pemesan bordir Tasikmalaya sebagian besar berasal dari Kota Bandung dan Jakarta. Di Bandung berpusat di Pasar Baru sementara untuk daerah Jakarta di Pasar Tanah Abang. Dari kedua tempat ini, barulah bordir dikirim lagi ke berbagai daerah di Indonesia hingga ke mancanegara.
Khusus bagi para pembordir Tasikmalaya yang memiliki modal besar, mereka akan menyewa toko di Pasar Baru dan atau Pasar Tanah Abang. Jadi selesai produksi, barang akan dikemas dan dikirim ke tokonya sendiri yang dikelola olah kerabat atau anak-anaknya. Dengan demikian, keuntungan dapat menjadi berlipat ganda karena tidak melalui orang lain yang menjual produknya.