Bola Gebok

Bola Gebok adalah sebutan orang Betawi bagi sebuah permainan memasukkan bola dan menggebok atau menimpuk pemain yang tidak dapat melakukannya. Untuk dapat memainkan bola gebok dibutuhkan tempat atau arena relatif luas karena ada proses mengejar lawan yang akan digebok. Jadi, permainan ini hanya dapat dimainkan di tanah lapang, halaman sekolah atau halaman rumah yang cukup luas. Di dalam arena permainan nantinya akan dibuat sebuah lubang tempat memasukkan bola gebok dan sebuah garis anjak yang jaraknya sekitar 5 meter sebagai batas untuk melempar bola.

Permainan bola gebok memiliki lebih dari satu pola aturan. Misalnya, di daerah sekitar Ciracas, Pasar Rebo, Jakarta Timur, dilakukan dengan cara pemain harus memasukkan bola ke dalam lubang sebanyak tiga kali percobaan. Apabila si pemain tidak juga dapat memasukkan bola maka dia akan dikenai sanksi berupa “gebokan” dari pemain lain pada bagian pinggang belakang sampai kaki. Namun sebaliknya, apabila bola yang digebokkan dapat dijepit di kedua belah paha dan berhasil membawanya ke lubang, maka pemain yang menggebok dikenai sanksi balik berupa lima gebokan.

Sementara aturan permainan bola gebok di daerah Gandaria para pemain harus mengambil bajunya sendiri di atas pancak yang dijaga oleh seorang pemain yang “jadi”. Apabila para pemain dapat mengambil kembali baju mereka, maka si “jadi” akan tetap menjaga pancak pada permainan berikutnya. Namun, apabila ada pemain yang berhasil tertangkap maka dia harus siap disabet dengan baju dan menjadi penjaga pada permainan berikutnya.

Di Gandaria bola gebok dimainkan oleh 8-10 orang anak laki-laki berusia antara 7-14 tahun. Salah seorang dari para pemain nantinya menjadi penjaga baju yang digantungkan, sedangkan sisanya menjadi perebut baju. Peralatan yang digunakan dalam permainan adalah: (1) seutas tali rafia atau tambang plastik sepanjang 1,5-2 meter untuk mengikat baju pemain; (2) tiang pancak yang terbuat dari kayu dengan panjang sekitar 50 sentimeter. Pancak ini nantinya akan ditancapkan ke tanah sebagai tempat mengikat tali atau tambang plastik; dan (3) daun pisang kering yang dirobek sebanyak jumlah pemain sebagai alat pengundi. Salah satu dari daun pisang itu akan digulung atau dibundel ujungnya sebagai pembeda dari yang lain. Siapa mendapat daun bundel tersebut harus menjadi penjaga baju.

Adapun proses permainannya diawali dengan pengundian (suit atau gambreng) untuk menentukan siapa yang berhak memulai. Di Ciracas apabila pengundian selesai, pemain yang menang akan berdiri pada garis anjak guna melempar sebanyak 3 kali. Apabila dalam lemparan si pemain dapat mamasukkan bola ke dalam lubang maka dinyatakan menang dan memberi kesempatan bagi pemain lain melempar. Namun sebaliknya, apabila dalam tiga kali lemparan tidak berhasil memasukkan bola, maka dinyatakan kalah dan harus menerima gebokan dari pemain yang dapat memasukkan bola.

Dalam permainan ini sasaran gebokan adalah bagian tubuh dibawah pinggang belakang sampai kaki. Jika gebokan mengenai bagian tubuh lain, si pelempar akan mendapat denda satu gebokan dari orang yang digebok. Selain itu, si pelempar akan mendapat hukuman lima kali gebokan lagi apabila gebokannya dapat dijepit diantara paha dan berhasil dibawa dan dimasukkan ke dalam lubang. Begitu seterusnya hingga para pemain lelah dan berhenti bermain.

Sementara proses permainan di Gandaria dimulai dengan pengundian untuk menentukan pemain yang akan menjaga tiang pancak. Caranya, masing-masing harus mengambil secara acak daun pisang kering yang salah satunya telah dibundel. Apabila dalam pengundian ada pemain yang mendapat bundelan daun pisang, maka dia harus menjadi penjaga dengan berdiri sambil memegang ujung tali pancak.

Tahap berikutnya, para pemain (selain penjaga) akan melepas baju atau kaos mereka untuk digantungkan di atas tiang pancak. Setelah semua baju berada di tiang pancak, penjaga akan memberi aba-aba guna memulai permainan. Dan, apabila selama proses permainan berlangsung si penjaga tidak berhasil mempertahankan baju-baju yang dijaganya, dalam permainan berikutnya dia tetap menjadi penjaga. Namun sebaliknya, apabila berhasil menangkap pemain lain, maka pemain yang ditangkap harus menggantikan menjadi penjaga dan mendapat “bonus” berupa sabetan baju dari pemain lain yang tidak tertangkap. Begitu seterusnya hingga petang hari atau para pemain telah lelah dan berhenti bermain.

Nilai Budaya
Permainan bola gebok saat ini sudah mulai jarang dimainkan oleh anak-anak karena keterbatasan ruang (tempat) dan waktu. Padahal, apabila dicermati secara mendalam bola gebok mengandung nilai-nilai tertentu yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai itu adalah: kerja keras, keberanian, kerja sama, kecermatan, dan sportivitas.

Nilai kerja keras tercermin dalam usaha seseorang bermain sebaik mungkin agar tidak sampai menjadi sasaran gebok. Nilai keberanian tercermin dari para pemain yang harus memiliki keberanian mengambil bajunya sendiri dan siap menerima gebokan. Nilai kerja sama tercermin dalam proses permainan itu sendiri. Walau hanya sekadar permainan, bola gebok adalah suatu kegiatan yang melibatkan berbagai pihak, seperti pemain dan penonton. Pihak-pihak itu satu dengan lainnya saling bekerja sama sesuai dengan kedudukan dan peranan masing-masing agar permainan terselenggara dengan baik. Nilai kecermatan tercermin dari perlunya perhitungan yang tepat agar dapat memasukkan bola gebok ke dalam lubang. Dan, nilai sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada. (ali gufron)

Taman Bunga Matahari

Wardah Beauty House Yogyakarta

Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pijat Susu

Archive