Tugu Pensil

Wikipedia.org mendifinisikan "tugu" sebagai bangunan menjulang besar/tinggi yang terbuat dari batu/batu bata atau bahan lain yang tahan rusak. Tugu dapat berfungsi sebagai: (a) peringatan suatu peristiwa bersejarah; (b) marka navigasi; (c) penanda kawasan, dan (d) peringatan untuk mengenang tokoh tertentu. Definsi ini senada dengan kbbi.web.id yang menyatakan bahwa "tugu" adalah tiang besar yang dibuat dari batu, bata, dan sebagainya untuk memperingati pahlawan (tugu pahlawan), menghormati orang yang berjasa atau pengingat peristiwa bersejarah (tugu peringatan).

Di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, ada sebuah tugu tinggi-runcing menyerupai pensil (alat tulis berupa kayu bulat berisi arang) yang alasnya berbentuk segitiga terbalik bertuliskan "Bebas dari Buta Huruf Latin, Kewedanaan Tanjung Pinang". Oleh masyarakat setempat tugu yang berada di tepi laut (Jalan Agus Salim) tersebut diberi nama sebagai Tugu Pensil. Tugu hasil rancangan Ir. Nizar Nasir ini merupakan simbol prestasi Kewedanaan Tanjungpinang yang berhasil memberantas buta aksara melalui program Pemberantasan Buta Huruf (PBH) pada sekitar tahun 1960-an (kompasiana.com). Adapun pembangunannya menurut paud-dikmas.kemdikbud.go.id, dilaksanakan pada pertengahan tahun 1962 dengan ditandai peletakan batu pertama oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu, Prof. Prijono.

Selesai dibangun, sama seperti kebanyakan tugu di Indonesia, Tugu Pensil dibiarkan begitu saja sehingga seolah-olah tidak terawat (hasil pengamatan saya dari tahun 1992-2005 ^_^). Ia baru mulai dilirik kembali setelah Kepulauan Riau beralih status dari kabupaten menjadi provinsi. Oleh pemerintah setempat Tugu Pensil dijadikan sebagai objek wisata dengan memberi sentuhan baru berupa taman dan beberapa faslitas penunjangnya, seperti: lapangan voli, jogging track, double seat pulling, double air walker, four post waist twitter, double bar leg lifter, double moon walker, ayunan dan sejumlah permainan lain, serta hotspot internet gratis (ksmtour.com).

Selain itu, agar telihat lebih menarik bagian taman yang berada di bibir pantai diberi tulisan besar "TUGU PENSIL", sebuah kecenderungan penanda area yang sedang "ngetren" di tanah air layaknya landmark "Hollywood" California ^_^. Pada bagian bawah tulisan dipahatkan sejumlah 12 buah prasasti berisi pasal-pasal dalam Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji yang diselesaikan di Pulau Penyengat pada tanggal 23 Rajab 1264 Hijriyah atau 1847 Masehi (id.wikipedia.org).

Hasilnya, saat ini Tugu Pensil menjadi salah satu kawasan yang banyak dikunjungi warga masyarakat Tanjungpinang dan sekitarnya. Pada pagi hari umumnya mereka ber-jogging sambil menikmati matahari terbit. Sedangkan sore harinya difungsikan sebagai: sarana berkumpul sembari melihat atlet voli lokal memperagakan keahliannya; berolahraga menggunakan fasilitas taman; menikmati indahnya pantai dan menunggu matahari terbenam di kejauhan; atau hanya sekadar berburu internet gratisan melalui sarana hotspot yang disediakan pengelola taman (bagi "fakir Wi-Fi") ^_^. (Ali Gufron)

Foto: https://id.wikipedia.org/wiki/Gurindam_Dua_Belas
Sumber:
"Tugu", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Tugu, tanggal 5 Desember 2017.

"Tugu", diakses dari https://kbbi.web.id/tugu, tanggal 5 Desember 2017.

"Tugu Pensil, Simbol Buta Huruf Kepulauan Riau", diakses dari https://www.kompasiana.com/lian_gayo/tugu-pensil-simbol-buta-huruf-kepulauan-riau_552cc03e6ea834c07e8b4595, tanggal 6 Desember 2017.

"Tugu Pensil, Simbol Bebas Buta Aksara Kepulauan Riau", diakses dari https://www.paud-dikmas.kemdikbud.go.id/berita/2079.html, tanggal 6 Desember 2017.

"Tugu Pensil Wisata Pantai Bersejarah di Tanjung Pinang Kep. Riau", diakses dari https://ksmtour.com/informasi/tempat-wisata/kepulauan-riau/tugu-pensil-wisata-pantai-bersejarah-di-tanjung-pinang-kep-riau.html, tanggal 7 Desember 2017.

"Gurindam Dua Belas", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Gurindam_Dua_Belas, tanggal 8 Desember 2017.

Gedung Gonggong

Gonggong atau Canarium Stroumbus adalah biodata endemik sejenis siput pemakan alga dan plankton. Menurut Prie (2013), gonggong merupakan spesies indo-pasifik yang hidup pada lumpur dan pasir di sekitar perairan Kepulauan Riau, khususnya Pulau Bintan. Binatang bertekstur kenyal ini sejak dahulu telah menjadi makanan sehari-hari karena mudah didapat serta memiliki kandungan protein tinggi bagi pelengkap kebutuhan gizi anak dan ibu hamil. Adapun cara memasaknya cukup direbus dan ditambah sambal sebagai pelengkap (Maharani, 2016).

Oleh karena endemik di perairan Pulau Bintan, pemerintah setempat menjadikan binatang gonggong ikon penanda Kota Tanjungpinang dalam bentuk sebuah tugu kecil di Tepi Laut (Jalan Hang Tuah). Beberapa tahun ke belakang, mereka membuat lagi sebuah "gonggong besar" yang bukan berbentuk tugu, melainkan bangunan menyerupai gonggong, berlantai dua, berwarna emas, dan sebagian besar dinding terbuat dari kaca (Movanita, 2017).

Sesuai dengan bentuknya, bangunan menyerupai gonggong ini dinamakan Gedung Gonggong. Letaknya di Tepi Laut, tidak begitu jauh dari Tugu Gonggong, Gedung Daerah dan Pelabuhan Sri Bintan Pura. Jadi, bagi wisatawan yang menggunakan perahu dari Batam, sebelum bersandar dari kejauhan akan melihat Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat (sebelah kiri) dan Gedung Gonggong di bagian kanan perahu.

Pembuatan Gedung Gonggong dilaksanakan oleh PT. Findomuda Desaincipta selaku pemenang tender. Adapun proses pengerjaannya berlangsung selama kurang lebih empat tahun dengan biaya sebesar Rp. 14,3 miliar. Selesai dibangun, gedung diresmikan oleh Menteri Pariwisata Republik Dr. Ir. Arief Yahya, M.Sc pada tanggal 29 Oktober 2016. Peresmian yang juga dihadiri oleh Gubernur Kepulauan Riau dan Walikota Tanjungpinang itu menandai Gedung Gonggong sebagai tempat tujuan wisata nonbahari sekaligus Tourist Information Center (TIC) atau pusat informasi pariwisata Tanjungpinang (Puputyuhara, 2016).

Agar sesuai dengan tujuannya, Gedung Gonggong dilengkapi dengan beberapa fasilitas penunjang TIC. Puputyuhara (2016) mencatat sedikitnya ada lima fasilitas penunjang kepariwisataan yang ada di dalam gedung, yaitu: (1) ruang resepsionis; (2) display informasi pariwisata Tanjungpinang dan sejumlah lukisan; (3) ruang ekspose bagi wisatawan yang dilengkapi dengan tempat duduk serta televisi layar lebar; (4) kantor manajemen; dan (5) basement.

Selain itu, menurut Wahyudi (2017) Gedung Gonggong juga berfungsi sebagai pusat penawaran investasi dan pengembangan di Kota Tanjungpinang. Oleh karena itu, gedung dilengkapi dengan ruang rapat VIP bagi para pengusaha (berkapasitas 12 orang) serta ruang semi pusat bisnis (pameran produk lokal dan kuliner). Kedua ruang tadi dapat dijadikan "ladang usaha" bagi pengelola guna menunjang biaya operasional gedung sehingga tidak terlalu membebankan APBD.

Saat ini, lepas dari letak yang strategis dan fungsinya sebagai pusat bisnis dan informasi kepariwisataan, Gedung Gonggong menjadi salah satu kawasan yang banyak dikunjungi warga masyarakat Tanjungpinang dan sekitarnya. Pada pagi hari umumnya mereka berolahraga sambil menanti matahari terbit. Sedangkan sore harinya menjadi sarana berkumpul sembari menunggu matahari terbenam di balik Pulau Penyengat. (ali gufron)

Foto: https://www.youtube.com/watch?v=YzAUaeiuvjQ
Sumber:
Prie, Mas. 2013. "Mungkin Gonggong adalah Salah Satu Ikon Batam", diakses dari http://gonggongbatam.blogspot.co.id/2013/06/apa-gonggong-canarium-stroumbus.html, tanggal 10 Desember 2017.

Maharani, Dian. 2016. "Gonggong, Makanan Laut Tinggi Kolesterol", diakses dari http://lifestyle.kompas.com/read/2016/04/25/180000823/Gonggong.Makanan.Laut.Tinggi.Kolesterol, tanggal 10 Desember 2017.

Movanita, Ambaranie Nadia Kemala. 2017. "Gedung Gonggong akan Dibuat Mirip Opera House di Australia", diakses dari http://travel.kompas.com/read/2017/05/17/100800927/ gedung.gonggong.akan.dibuat.mirip.opera.house.di.australia, tanggal 11 Desember 2017.

Puputyuhara. 2016. "Potret Gedung Gonggong di Laman Boenda Tanjungpinang", diakses dari https://puputyuhara.wordpress.com/2016/11/10/potret-gedung-gonggong-di-laman-boen da-tanjungpinang/, tanggal 11 Desember 2017.

Wahyudi, Sri. 2017. "Gedung Gonggong Ikon Wisata Tanjung Pinang", diakses dari https:// hangtuahnews.co.id/gedung-gonggong-ikon-wisata-tanjung-pinang/, tanggal 12 Desember 2017.

Mini Zoo Kijang

Di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, kata "Kijang" tidak selalu dikaitkan dengan binatang yang oleh kbbi.web.id didefinisikan sebagai menyusui, sebangsa rusa kecil, cepat larinya, dan bertanduk pendek. Kata "Kijang" juga merupakan ibu kota Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan. Di Kijang ada sebuah kebun binatang kecil (mini zoo) yang berlokasi di Jalan Tengiri, Kota Kijang (wartakepri.co.id). Untuk mencapainya (menggunakan kendaraan pribadi), baik dari Kota Tanjungpinang (ibu kota Provinsi Kepulauan Riau) mapun Tanjunguban (kecamatan Bintan Utara) relatif mudah karena kondisi jalan relatif baik.

Sesuai dengan namanya (mini zoo), objek wisata ini merupakan tempat untuk mempertunjukkan satwa liar yang dipelihara dalam lingkungan buatan berskala kecil. Adapun tujuannya, bagi masyarakat dapat sebagai tempat rekreasi maupun sarana pendidikan, riset, atau konservasi satwa yang terancam punah. Sementara menurut wisatastevenly.blogspot.co.id, oleh Pemerintah Kabupaten Bintan mini zoo ditujukan sebagai "aksesoris" kota di bawah pengawasan Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman (DKPP). Sedangkan versi lain berada di bawah Dinas Kehutanan dan Pertanian Bintan (batam.tribunnews.com).

Kebun binatang mini yang diresmikan pada tahun 2011 ini memiliki luas sekitar satu hektar. Walau berukuran relatif kecil Mini Zoo Kijang mengkoleksi beraneka macam satwa yang dipelihara dalam kandang atau sangkar, di antaranya: orang utan, tupai, ular, buaya, beruang, iguana, kakak tua, cendrawasih, elang, beruang madu, rusa tanduk cabang, elang laut, ikan, elang kepala putih, merak, kelinci, kelelawar, musang, tupai, dan kupu-kupu (sarahjalan.com).

Fasilitas Mini Zoo Kijang
Fasilitas penunjang objek wisata Mini Zoo Kijang tergolong lengkap, yaitu: toilet, tempat parkir yang relatif luas, mushola, ruang khusus bagi ibu menyusui, kantin, wahana permainan anak (ayudan dan perosotan), dan pondok-pondok sederhana (gazebo) yang berada di tepian danau (tempat.co.id).

Bagaimana? Anda berminat membawa keluarga berekreasi ke Mini Zoo Kijang sembari mengajari sang buah hati tetang keanekaragaman fauna dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan? Apabila berminat Mini Zoo Kijang dibuka gratis untuk umum dari hari Senin-Minggu mulai pukul 09.00-16.00 WIB. Pengunjung hanya dikenakan biaya parkir, bergantung dari kendaraan yang dibawa (roda dua atau empat).

Sebagai catatan, apabila belum puas, tidak berapa jauh dari mini zoo ada Kijang City Walk yang dibangun sekitar tahun 2015 sebagai area rekreasi bagi warga Kijang dan sekitarnya. Di kawasan ini, selain terdapat sebuah jembatan panjang yang dapat digunakan sebagai tempat"nongkrong", juga wahana permainan anak serta sarana berolahraga. (ali gufron)

Foto: http://wartakepri.co.id/2016/01/03/liburan-ke-bintan-lebih-lengkap-jika-bisa-berkunjung-ke-mini-zoo-kijang/
Sumber:
"Kijang", diakses dari https://kbbi.web.id/kijang, tanggal 23 November 2017.

"Kijang City Walk dan Mini Zoo Di Kijang Bintan - Kepulauan Riau", diakses dari http://www.sarahjalan.com/2017/02/kijang-city-walk-dan-mini-zoo-di-kijang.html, tanggal 25 November 2017.

"Mini Zoo Kijang", diakses dari https://www.tempat.co.id/wisata/Mini-Zoo-Kijang, tanggal 25 November 2017.

"Liburan ke Bintan Lebih Lengkap Jika Bisa Berkunjung ke Mini Zoo Kijang", diakses dari http://wartakepri.co.id/2016/01/03/liburan-ke-bintan-lebih-lengkap-jika-bisa-berkunjung-ke-mini-zoo-kijang/, tanggal 26 November 2017.

"Kebun Binatang Mini Zoo Kijang", diakses dari http://wisatastevenly.blogspot.co.id/2014/06/kebun-binatang-mini-zoo-kijang.html, tanggal 26 November 2017.

"Banyak Koleksi Satwa di Mini Zoo Kijang Berkurang, Ini Jawaban Kepala Dinas Bintan", diakses dari http://batam.tribunnews.com/2016/09/19/banyak-koleksi-satwa-di-mini-zoo-kijang-berkurang-ini-jawaban-kepala-dinas-bintan, tanggal 26 November 2017.

Raja Haji Fisabilillah

Tanah Melayu tidak hanya melahirkan pujangga sekaligus sejarawan setaraf Raja Ali Haji yang terkenal melalui Gurindam Dua Belas dan Tuhfat al Nafis-nya, melainkan juga para pejuang yang gigih berani melawan penjajah demi kemuliaan Islam dan bangsa Melayu. Salah seorang di antaranya, adalah kakek Raja Ali Haji sendiri yaitu Raja Haji Fisabilillah yang lahir di Kota Lama, Ulusungai, Riau, pada tahun 1725 (id.wikipedia.org).

Raja Haji Fisabilillah adalah "blasteran" Bugis-Melayu. Ayahnya (Opu Daeng Celak atau Engku Haji) mewarisi garis keturunan raja-raja Bugis di negeri Luwuk, sementara Sang ibu (Tengku Mandak) merupakan keturunan raja-raja Melayu (Abdullah, 2006). Menurut Isnaeni (2016), setelah bermigrasi ke tanah Melayu Opu Daeng Celak memperoleh gelar Yang Dipertuan Agung dari Kerajaan Riau-Johor.

Setelah Opu Daeng Celak wafat tahun 1744, Raja Haji yang waktu itu baru berusia 19 tahun diangkat menjadi Engku Kelana. Adapun tugasnya selain mengatur pemerintahan, juga menjaga keamanan seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Riau-Johor (Isnaeni, 2016). Pada masa kejayaannya, kerajaan ini memiliki cakupan wilayah cukup luas, meliputi: Johor, Pahan, Singapura, Kepulauan Riau dan beberapa daerah-daerah di Pulau Sumatera (Riau Daratan dan Jambi) (Dediarman, 2014).

Tiga dasawarsa kemudian, atau tepatnya tahun 1777 Raja Haji diangkat menjadi Yang Dipertuan Muda IV. Isnaeni (2016), mengutip buku Jejak Pahlawan dalam Aksara terbitan Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia dan Departemen Sosial Republik Indonesia, mengatakan bahwa sejak menjadi Yang Dipertuan Muda IV Kerajaan Riau-Johor mengalami kemajuan pesat dalam bidang ekonomi, pertahanan, sosial-budaya, dan spiritual.

Khusus dalam bidang pertahanan dan keamanan, perjuangan-perjuangan Raja Haji dilakukan hingga titik darah penghabisan. Adapun perjuangan setelah menjadi Yang Dipertuan Muda IV, antara lain adalah: (1) membantu Syarif Abdur Rahman al-Qadri memerangi Sanggau dari 24 Februari 1778 hingga 1 Maret 1778. Setelah berhasil, dia lalu melantik Syarif Abdur Rahman al-Qadri sebagai sultan pertama Kerajaan Pontianak (Abdullah, 2006); dan (2) mengadakan perjanjian-perjanjian dengan Belanda yang salah satu isinya berupa pembagian kapal asing hasil sitaan (Isnaeni. 2016).

Namun perjanjian-perjanjian tersebut tidak berjalan baik sehingga peperangan di antara keduanya tidak terhindarkan (Margana, 2016). Peperangan diawali 6 Januari 1784 ketika pasukan Belanda mendarat dan ingin menguasai Pulau Penyengat. Raja Haji berhasil menghalau sehingga Belanda terpaksa mundur ke Melaka tanggal 27 Januari 1784 (Isnaeni 2016). Tidak puas dengan kemenangan itu, pada 13 Februari 1784 Raja Haji bekerja sama dengan Sultan Selangor balik menggempur pasukan Belanda di Melaka.

Terdesak oleh pasukan gabungan tersebut pasukan Belanda segera meminta bantuan. Ada beberapa versi mengenai bala bantuan pasukan Belanda ketika diserang oleh Raja Haji dan Sultan Selangor. Versi pertama berasal dari Isnaeni (2016) dan Abdullah (2006), yang mengatakan bahwa pasukan Belanda di Malaka mendapat bantuan dari armana Jacob Pieter van Braam yang sedianya akan berlayar ke Maluku. Sedangkan versi lainnya dari Fathurrohman (2014) dan merdeka.com, mengatakan bahwa Belanda mendatangkan pasukan dari Pulau Jawa dalam jumlah besar.

Lepas dari berbagai versi di atas, dalam pertempuran yang meletus pada 18 Juni 1784, Raja Haji gugur bersama kurang lebih 500 orang pasukanya saat melakukan peperangan maritim di Teluk Ketapang (merdeka.com). Jenazahnya dimakamkan di Melaka. Beberapa dekade setelahnya, saat Raja Ja'afar (putera mahkota) diangkat sebagai Yang Dipertuan Muda, jenazah Raja Haji dipindahkan dari Melaka untuk selanjutnya dikebumikan di Pulau Penyengat Indrasakti (Sudrajat, 2016).

Sebagai catatan, semasa hidupnya Raja Haji banyak mendapat julukan atau gelaran, seperti: Engku Kelana (1747M-1777M), Pangeran Sutawijaya, Yang Dipertuan Muda Riau-Johor IV (177M-1784M), Raja Api1, Marhum Teluk Ketapang, Marhum Asy-Syahid Fisabilillah, dan yang terakhir sebagai Pahlawan Nasional Indonesia (memperoleh Bintang Mahaputera Adipradana tanggal 11 Agustus 1997) berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 72/TK/1997.

Untuk mengenang jasa, pihak pemerintah setempat (Provinsi Kepulauan Riau) mengabadikan namanya sebagai bandar udara di Tanjungpinang (Bandar Udara Internasional Raja Haji Fisabilillah), serta membuatkan monumen setinggi sekitar 28 meter di daerah Tepi Laut yang berhadapan langsung dengan Pulau Penyengat. Selain itu, kemenangan Raja Haji Fisabililah atas Belanda di Pulau Penyengat (6 Januari 1784) ditetapkan pula menjadi hari jadi Kota Tanjungpinang. (ali gufron)

Foto: https://pahlawancenter.com/raja-haji-fisabilillah/
Sumber:
"Raja Haji Fisabilillah", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Raja_Haji_Fisabilillah, tanggal 19 Desember 2017.

Abdullah, Wan Mohd. Shaghir. 2006. "Raja Haji Pahlawan Teragung Nusantara", diakses dari http://ww1.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2006&dt=0612&pub=Utusan_Malaysia&sec=Bicara_Agama&pg=ba_01.htm, tanggal 19 Desember 2017.

Isnaini, Hendri. 2016. "Cerita Kumis Pahlawan Nasional Raja Haji Fisabilillah", diakses dari http://historia.id/persona/cerita-kumis-pahlawan-nasional-raja-haji-fisabilillah, tanggal 20 Desember 2017.

Dediarman. 2014. "Sejarah Kerajaan Riau-Lingga Kepulauan Riau", diakses dari https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/2014/06/08/sejarah-kerajaan-riau-lingga-kepulauan-riau/, tanggal 20 Desember 2017.

Margana, Panjaitan. 2016. "Raja Haji Fisabilillah - Raja Kerajaan Melayu Riau", diakses dari http://sosok-tokoh.blogspot.co.id/2016/05/biografi-singkat-raja-haji-fisabilillah.html, tanggal 20 Desember 2017.

Fathurrohman, Muhamad Nurdin. 2014. "Biografi Raja Haji Fisabilillah - Pahlawan Nasional Indonesia", diakses dari https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id/2014/02/Biografi-Raja-Haji-Fisabilillah-Pahlawan-Nasional-Indonesia.html, tanggal 20 Desember 2017.

"Raja Haji Fisabilillah", diakses dari https://www.merdeka.com/raja-haji-fisabilillah/profil/, tanggal 20 Desember 2017.

Sudrajat, Ajat. 2016. "Raja Haji Fisabilillah", diakses dari http://biografi-pahlawan-nasional-indonesia.blogspot.co.id/2016/01/raja-haji-fisabilillah.html, tanggal 20 Desember 2017.

1. Abdullah (2006), mengutip Tuhfat an-Nafis (Naskah Terengganu, hlm. 151) karangan Raja Ali Haji, menyatakan bahwa riwayat gelaran Raja Api diberikan oleh Belanda atas dasar kejadian aneh pada peti jenazah Raja Haji yang semula akan dibawa ke Betawi. Malam sebelum keberangkatan peti jenazah memancarkan cahaya menyerupai api yang membuat gaduh banyak orang. Di tengah kegaduhan, perahu yang sedianya akan membawa peti jenazah terbakar. Niat untuk membawa jenazah Raja Haji pun terpaksa diurungkan.

Air Terjun Gunung Lengkuas

Di antara Kota Tanjungpinang dan Kota Kijang terdapat sebuah gunung atau lebih tepatnya bukit yang puncaknya berketinggian sekitar 200 meter di atas permukaan air laut. Oleh masyarakat setempat gunung itu disebut sebagai Lengkuas dan menjadi wilayah dari Kelurahan Gunung Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur, Kepulauan Riau. Walau berukuran relatif kecil, gunung ini memiliki daya tarik tersendiri berupa air terjun yang diberi nama sesuai dengan lokasinya, yaitu Air Terjun Gunung Lengkuas.

Untuk mencapainya, dari Kota Tanjungping relatif mudah karena berjarak hanya sekitar 22 kilometer. Adapun rutenya, bila telah berada di batu (kilometer) 10 mengambil arah kanan menuju Kijang. Setelah sampai di pertigaan dekat Masjid Nurul Huda belok kanan menuju Gang Wisata sejauh sekitar 500 meter ke sebuah pondok kecil di tengah ladang guna memarkirkan kendaraan bermotor (tanpa dipungut biaya). Dan, dari pondok tersebut dilanjut dengan berjalan kaki menyusur jalan setapak sejauh satu kilometer atau sekitar 30 menit menuju lokasi air terjun. Di sepanjang perjalanan tidak akan menemui warung atau toko, melainkan hanya lahan perkebunan serta hamparan tetumbuhan khas hutan.

Sesampai di lokasi, akan terlihat sebuah air terjun berketinggian sekitar 20 meter dengan debit air bergantung musim. Apabila musim penghujan, air yang berasal dari perbukitan di sekitarnya akan mengalir deras melalui sungai-sungai kecil menuju ke air terjun. Namun bila musim kemarau tiba, debit airnya relatif kecil.

Di lokasi ini pengunjung dapat menikmati indahnya curahan air yang terjun dan membentuk sebuah kolam kecil berukuran sekitar 6x10 meter dengan kedalaman hingga satu meter. Selain itu, di sekitar kolam dapat juga dijadikan sebagai tempat berkemah, berpetualang, atau hanya sekadar menikmati keindahan alam. Namun, karena lokasi air terjun yang cukup terpencil dan relatif sulit diakses, fasilitas penunjangnya tidak terawat baik, berupa dua buah balai beton dan sebuah toilet. (ali gufron)

Foto: https://www.tempat.co.id/wisata/Air-Terjun-Gunung-Lengkuas

Anjung Cahaya

Bagi masyarakat Tanjungpinang, Kepulauan Riau, walau daerahnya dikelilingi oleh laut, kata "tepi laut" secara umum ditujukan pada sebuah kawasan antara Jalan Agus Salim dan berakhir di ujung Jalan Hang Tuah yaitu di Pelabuhan Sri Bintan Pura. Semasa masih berstatus kabupaten, tepi laut hanyalah sebuah jalan yang berbatasan langsung dengan laut (pantai). Keramaian terpusat di ujung Jalan Hang Tuah dengan adanya akau yang beroperasi dari sore hingga tengah malam di dalam area Pelabuhan Sri Bintan Pura.

Setelah berpisah dengan Riau dan menjadi provinsi sendiri, aparat pemerintahan Kepulauan Riau segera membangun untuk mengejar ketertinggalan sekaligus menggali potensi guna dijadikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satunya adalah melakukan pelebaran kawasan tepi laut dan membangun Anjung Cahaya yang difungsikan sebagai pusat oleh-oleh bagi wisatawan saat berkunjung ke Tanjungpinang.

Di tempat ini, selain dijual bermacam jenis souvenir juga jajanan berupa makanan dan minuman. Adapun pendiriannya konon bermula dari keluhan wisatawan yang mengalami kesulitan ketika mencari oleh-oleh khas Tanjungpinang (tempat.co.id). Keluhan-keluhan tersebut diakomodir Pemko Tanjungpinang dengan membangun 12 buah kios berdempet menghadap laut yang dilengkapi dengan area parkir, arena bermain anak-anak, dan taman (haluankepri.com).

Menurut tanjungpinangpos.co.id, pengisi kios adalah para pedagang kaki lima yang terdampak proyek perluasan atau pelebaran tepi laut. Sebelum direlokasi mereka terancam tak bisa mengais rezeki karena lokasi berdagang dipenuhi tumpukan material pelebaran. Sebagai solusinya, Pemko Tanjungpinang melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang menggandeng Himpunan Pedagang Kaki Lima Tepi Laut (HPKLTL) memberikan izin sementara pada sejumlah 26 pedagang kaki lima tepi laut berdagang di Anjung Cahaya.

Hasilnya, saat ini Anjung Cahaya tidak hanya dijadikan sebagai pusat penjualan souvenir khas, melainkan juga tempat "nongkrong" warga Kota Tanjungpinang, terutama kawula mudanya. Para "penongkrong" ada yang datang untuk menikmati suasana senja khas tepi laut dan ada pula yang memang ingin menikmati sajian kopi o, teh obeng, atau nasi goreng sembari berdikusi segala macam hal hingga larut malam. (ali gufron)

Foto: https://www.tempat.co.id/wisata/Taman-Anjung-Cahaya-Kepulauan-Riau
Sumber:
"Anjung Cahaya Segera Grand Opening", diakses dari http://www.haluankepri.com/ekonomi-bisnis/bisnis/1864-anjung-cahaya-segera-grand-opening.html, tanggal 10 Desember 2017.

"Pedagang Digeser ke Anjung Cahaya", diakses dari http://www.tanjungpinangpos.co.id/pedagang-digeser-ke-anjung-cahaya/, tanggal 10 Desember 2017.

"Taman Anjung Cahaya, Nikmati Bersantai Ditemani Semilir Angin Laut", diakses dari https://www.tempat.co.id/wisata/Taman-Anjung-Cahaya-Kepulauan-Riau, tanggal 10 Desember 2017.

Bangau Tongtong

(Cerita Rakyat DKI Jakarta)

Alkisah, suatu hari ada seekor Bangau Tongtong tua sedang bertengger di pohon rindang dekat sebuah telaga yang jernih airnya. Di dalam telaga terdapat ikan yang berenang bergerombol mencari makan. Maksud hati Sang Bangau ingin menyantap satu atau beberapa ikan tersebut, namun karena sudah tua dan kurang bertenaga lagi dia hanya dapat menatap sembari meneteskan air liur.

Tidak berapa lama kemudian dia menemukan sebuah ide licik untuk mendapatkan ikan tanpa harus bersusah payah menangkapnya. Adapun caranya adalah dengan mengumpulkan binatang-binatang yang tinggal dan menggantungkan hidup di telaga. Setelah mereka berkumpul, Bangau Tongtong berkata bahwa telaga akan segera mengering karena musim kemarau berlangsung panjang.

Perkataan Bangau tongtong rupanya dapat mempengaruhi penghuni telaga. Mereka ada yang menangis ketakutan, ada yang mondar-mandir tak tentu arah, serta ada pula yang panik dan mengumpulkan anggota keluarganya. Untuk meredakannya Bangau tongtong menghimbau agar tidak panik karena di balik bukit ada telaga yang lebih luas lagi. Mereka dapat pindah ke telaga yang menurutnya tidak pernah mengalami kekeringan.

Bagi binatang air, berpindah ke telaga di balik bukit merupakan hal yang mustahil. Mereka hanya bisa berenang dan bukan berjalan atau terbang untuk dapat mencapainya. Oleh karena itu, dengan akal bulusnya, Bangau Tongtong menawarkan jasa mengantar dengan cara menaruh mereka di paruh dan membawa terbang menuju lokasi.

Tawaran Bangau Tongtong rupanya menarik minat binatang air. Mereka tidak perpikir panjang. Yang ada di benak adalah dapat mencapai telaga yang baru, sehingga tawaran yang tidak lain hanyalah akal bulus disambut dengan gembira. Secara bergiliran satu per satu ikan dibawa terbang oleh Bangau Tongtong.

Bagi ikan yang belum mendapat giliran percaya bahwa Bangau Tongtong akan membawa terbang ke danau di balik bukit. Sementara yang sudah dibawa menjadi sangat kecewa setelah dilemparkan ke sebuah kubangan kecil yang dangkal. Oleh Bangau Tongtong kubangan itu dijadikan sebagai tempat penyimpanan. Tujuannya, apabila dia lapar dapat dengan mudah mengambil beberapa ekor untuk disantap.

Menjelang senja seluruh ikan dan binatang air lain telah terangkat, kecuali seekor ketam yang dalam antrian berada pada posisi buncit. Bangau Tongtong yang sebenarnya sudah lelah tetap mendatanginya. Pikir Sang Bangau daging ketam sangat lezat dan sayang apabila dibiarkan lepas begitu saja.

Dia lalu mendekat dan membawa ketam menggunakan paruhnya. Di perjalanan Ketam mulai curiga karena Sang Bangau terbang bukan ke arah bukit melainkan menyusur danau menuju sebuah kubangan. Di sana teman-temannya berenang berdesakan dalam ruang yang relatif sempit. Sadar kalau dia dan teman-temannya telah ditipu oleh Bangau Tongtong, Ketam menjadi marah. Dengan capitnya yang besar dan tajam dicekiknya Bangau Tongtong hingga tewas. Ketamakan Sang Bangau akhirnya membawa malapetaka bagi diri sendiri.

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Warsa Si Juragan Kambing

(Cerita Rakyat DKI Jakarta)

Alkisah, ada tujuh orang gadis cantik jelita. Mereka adalah anak dari seorang hartawan. Ketika remaja, Sang ayah meninggal dunia. Tidak lama berselang ibu mereka juga meninggal dunia. Oleh karena masih tergolong muda, maka sebagian dari mereka belum memikirkan tentang masa depan. Setiap hari diisi dengan bersenang-senang bersama para pemuda dari kalangan bangsawan dan orang berada.

Hanya salah seorang dari adik-beradik ini yang tidak pernah turut bersenang-senang. Dia adalah Siti Zaenab. Di kala para saudarinya sedang berasyik ria dengan para pemuda, dia memilih memisahkan diri. Walhasil, Siti Zaenab pun seakan terabaikan. Padahal, sesungguhnya ada seorang kakak (bernama Siti Zubaidah) yang merasa kasihan padanya. Tetapi dia tidak berani terang-terangan menunjukkan perhatiannya pada Siti Zaenab karena takut akan murka Siti Zulaikha (sulung) yang bengis dan amat membenci adik bungsunya.

Adapun cara yang dilakukan oleh Siti Zubaidah agar tidak dicurigai oleh Siti Zulaikha adalah dengan memberi uang kepada seorang janda yang akrab disapa Bibi Kambing untuk membantu memasak dan mencuci pakaian Siti Zaenab. Walau upah yang diterima tidak seberapa tetapi Bibi Kambing bekerja dengan rajin dan tekun sehingga Siti Zaenab tidak terlantar karena tidak diperhatikan oleh para kakaknya.

Berkenaan dengan sebutan "Bibi Kambing" bagi dirinya, berawal dari anak satu-satunya bernama Warsa yang bekerja sebagai penggembala kambing. Oleh karena tiap hari Warsa selalu pergi menggembala kambing, maka masyarakat sekitar menyebutnya sebagai juragan kambing. Sementara sang ibu disebut dengan Bibi Kambing.

Awalnya Bibi Kambing setiap hari datang ke rumah Siti Zaenab membawa makanan dan pulangnya membawa pakaian kotor untuk dicuci di rumah. Lama-kelamaan karena melihat Siti Zaenab selalu seorang diri dan tidak ada yang mempedulikan, maka dia mengajak untuk tinggal di rumahnya. Pikir Bibi Kambing, tentu tidak akan ada yang "ngeh" bila Siti Zaenab tidak ada di rumah. Sebab, mereka sibuk mengurus diri sendiri agar terlihat cantik di hadapan para pemuda.

Tidak berapa lama tinggal di bilik sederhana milik Bibi Kambing, Siti Zaenab sudah merasa kerasan. Badannya terlihat berisi dengan wajah menampakkan keceriaan. Di rumah itu dia juga mulai akrab dengan Warsa Si Juragan Kambing. Bahkan, semakin hari meraka menjadi akrab sekali sehingga menimbulkan kekhawatiran pada Bibi Kambing. Sesuai dengan adat waktu itu, dia merasa pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang terlalu dekat kuranglah baik. Bila warga masyarakat melihat, maka sanksi sosialnya dapat berupa teguran atau bahkan sindiran yang tidak mengenakkan hati.

Sebelum terlanjur, Bibi Kambing memanggil dan menasihati Warsa. Sebagai solusi, dia menyarankan agar Warsa beralih pekerjaan menjadi seorang peniaga. Dengan begitu, dia dapat berniaga ke daerah lain yang selama ini belum pernah didatangi serta mencegah gunjingan tetangga karena kedekatannya dengan Siti Zaenab.

Menuruti kata Sang ibu, Juragan Kambing lalu menjual seekor anak kambing yang telah menjadi haknya. Sebagai penggembala kambing, upah yang didapat bukanlah sejumlah uang melainkan dalam bentuk sistem bagi-hasil. Apabila kambing yang digembalakan hamil, maka anak-anak kambing tersebut selanjutnya dibagi dua antara pemilik dan orang yang dipekerjakan untuk menggembalakannya. Kebetulan kambing yang digembalakan oleh Warsa baru saja melahirkan dua ekor, sehingga dia mendapatkan seekor anak kambing sebagai bagiannya.

Anak kambing upah menggembala itu rencananya akan dijual sebagai modal usaha membeli berbagai macam kebutuhan rumah tangga. Oleh karena setiap hari kerjanya hanya berurusan dengan kambing, ketika di pasar dengan mudah kambing terjual. Dia dapat menjelaskan secara detail kekurangan dan kelebihan kambingnya sehingga pembeli berminat untuk membeli. Dan, karena menjual kambing dirasa lebih mudah, maka dia memutuskan menjadi makelar kambing.

Transaksi awal yang dilakukan Warsa sebagai makelar adalah ketika dia berhasil menjualkan kambing milik seorang haji pada seorang pemilik warung sate kambing yang kebetulan kehabisan stok daging. Upah menjadi makelar kambing ini sebagian digunakan untuk makan dan berkelana mencari orang yang akan menjual kambing, sementara sisanya disimpan sebagai modal usaha.

Seiring waktu, simpanan Warsa bertambah banyak sehingga dia dapat membeli sejumlah kambing untuk dipelihara agar lebih sehat sebelum dijual dengan harga yang lebih tinggi. Dalam waktu yang tidak berapa lama Warsa benar-benar menjelma menjadi juragan kambing. Julukan yang mungkin merupakan olok-olok sewaktu kecil ternyata menjadi motivasi untuk mewujudkannya.

Setelah menjadi juragan kambing yang kaya raya, Warsa memutuskan pulang kampung. Sesampai di kampung halaman, Warsa segera merenovasi rumah hingga terlihat mewah dan mentereng. Walhasil, banyak orang terkesima. Tidak terkecuali para saudari kandung Siti Zaenab. Mereka, kecuali Siti Zubaidah yang telah menikah, beramai-ramai "tebar pesona" pada Warsa. Adapun tujuannya adalah agar Warsa terpikat dan mau mengawini salah seorang di antaranya. Bila hal itu terjadi, otomatis harta yang diperoleh Warsa dapat dikuasai.

Namun, hati Warsa rupanya telah tertambat pada Siti Zaenab. Demikian pula dengan Siti Zaenab. Dia yang kini tinggal bersama keluarga Siti Zubaidah juga memendam rasa pada Warsa. Mereka akhirnya mengikat diri dalam sebuah pernikahan. Acara resepsinya diadakan secara besar-besaran dengan menanggap berbagai macam kesenian. Hal ini tentu saja membuat saudari-saudari Siti Zaenab menjadi iri, marah, dan kesal, karena merasa salah seorang dari merekalah yang lebih berhak bersanding dengan Warsa. Dan, untuk melampiaskannya, mereka bersekongkol hendak mencelakakan Siti Zaenab.

Rencana mencelakakan itu dilancarkan ketika Warsa pergi berniaga ke negeri seberang. Mereka datang ke rumah Siti Zaenab dan mengajaknya pergi berpesiar naik sampan menuju tempat wisata di daerah seberang. Alasannya sebagai hadiah bagi Siti Zaenab yang baru menikah. Mereka bertingkah seolah-olah sayang terhadap si adik bungsu. Padahal, dibaliknya tersimpan rencana keji terhadap Siti Zaenab.

Usai menetapkan hari berpesiar mereka undur diri. Siti Zaenab yang merasa aneh dengan tingkah laku para kakaknya yang berubah 180 derajat segera melaporkan pada Siti Zubaidah. Oleh Siti Zubaidah dia dinasihati berhati-hati selama ikut berpesiar agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, dia juga memberi sebuah kantong berisi roti, cincin permata dan sebilah sekin sebagai bekal selama berpesiar.

Pada hari yang telah disepakati berangkatlah mereka menuju sampan yang telah ditambatkan di tepi sungai. Sepanjang perjalanan mereka saling bersenda gurau seakan menyambut gembira karena Sang adik bungsu telah berhasil menemukan tambatan hati. Ketika sampan merapat, satu persatu mereka turun ke darat. Terakhir, ketika Siti Zaenab hendak ikut ke darat tiba-tiba Siti Zulaikha melepas tambatan hingga sampan oleng dan terseret arus.

Pekikan minta tolong Siti Zaenab ditanggapi dengan tawa riang para kakaknya. Dan setelah sampan hilang dari pandangan mereka segera menaiki sampan milik nelayan setempat yang tertambat tanpa dijaga menuju rumah Siti Zaenab. Sesampai di sana, dipelopori Siti Zilaikha mereka menduduki rumah mewah itu. Bibi Kambing tidak dapat berbuat apa-apa dan memilih menyingkir ke rumah Siti Zubaidah.

Di lain tempat, Siti Zaenab terombang ambing hingga ke muara sungai (dekat pelabuhan) yang jauhnya puluhan kilometer dari rumah. Saat sampan hendak menuju laut lepas, beruntung ada seorang nelayan yang menariknya. Siti Zaenab diselamatkan dan diantar ke rumah Syahbandar. Di sana, dia "indekost" sembari menunggu perahu suami datang dari negeri seberang. Cincin permata pemberian Siti Zubaidah digunakan untuk membayar kamar serta makan sehari-hari.

Beberapa bulan kemudian datanglah Warsa dari negeri seberang. Ketika perahu mewah yang ditumpangi merapat di pelabuhan dia langsung disambut hangat oleh Siti Zaenab. Selanjutnya Siti Zaenab menceritakan bagaimana dia bisa menyambut kedatangan Warsa, mulai dari rencana berpesiar hingga "indkost" di rumah Syahbandar.

Mendengar penuturan isterinya, Warsa langsung naik pitam dan berniat membalas dendam. Tanpa menunggu lagi mereka langsung pulang naik bendi. Sesampai di batas kampung, Warsa menyuruh Siti Zaenab masuk ke dalam sebuah peti besar yang salah satu sisinya memiliki lubang sebesar kepalan tangan. Tiba di rumah Warsa disambut hangat oleh Siti Sulaikha. Dia seolah-olah bertindak sebagai pemilik rumah dan tidak sedikit pun bicara tentang Siti Zaenab atau Bibi Kambing. Hal pertama yang ditanyakan adalah apakah Warsa mendapatkan keuntungan besar dari hasil berniaga.

Warsa hanya menjawab bahwa seluruh keuntungan telah disimpan di dalam peti yang dibawanya. Siti Zulaikha dipersilakan mendekati peti besar berisi keuntungan yang telah didapat Warsa selama berbulan-bulan berniaga di negeri seberang. Bila tertarik, dia boleh mengambil barang sedikit melalui lubang yang ada di sisi peti.

Kesempatan itu tidak disia-siakan Siti Zulaikha. Dia lalu mendekat dan menjulurkan tangannya ke dalam peti. Ketika tangannya sudah berada di dalam, secepat kilat Siti Zaenab menikamnya pada bagian jantung dengan senjata skin pemberian Siti Zubaidah. Mayatnya kemudian disembunyikan oleh para pengawal Warsa ke dalam bendi. Begitu seterusnya, satu per satu kakak Siti Zaenab dipersilakan memasukkan tangan ke dalam peti lalu ditikam.

Setelah tewas, mayat mereka kemudian dikuburkan di halaman belakang rumah. Selanjutnya, Siti Zaenab dan Warsa si Jurgan Kambing dapat menempati kembali rumah mereka. Bersama dengan Bibi Kambing ketiganya hidup tenteram hingga akhir hayat.

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Jaka Pertaka

(Cerita Rakyat DKI Jakarta)

Alkisah, ada seorang penebang pohon. Suatu hari ketika sedang mencari pohon tua di tengah hutan, secara tiba-tiba dia diserang oleh seekor burung garuda. Tetapi karena serangan garuda demikian cepat, dia tidak sempat menghindar. Kedua matanya tersambar cakar tajam garuda hingga buta seketika dan tidak dapat berbuat apa-apa. Dia hanya bisa duduk bertafakur meminta pertolongan para dewa di kahyangan.

Doa Sang penebang ternyata dapat menggetarkan kahyangan dan didengar oleh Dewa Umar Maya. Dia lalu memerintahkan anaknya yang bernama Jaka Slaka untuk bertapa agar mendapatkan obat guna kesembuhan Sang Penebang. Tanpa membantah, Jaka Slaka pergi memunaikan perintah Umar Maya. Dia menuju ke suatu tempat khusus yang biasa digunakan oleh para dewa bila ingin bermeditasi atau bertapa.

Tidak berapa lama setelah Jaka Slaka bertapa, Sang isteri yang tengah hamil tua melahirkan bayi laki-laki. Oleh karena Jaka Slaka tidak bersamanya, maka Umar Maya yang memberi nama Sang cucu, Jaka Pertaka. Agar Jaka Pertaka tidak rewel, Umar Maya memberi mainan berupa boneka gajah putih berkepala empat.

Mainan tersebut rupanya tidak hanya membuat Jaka Pertaka senang dan tidak rewel. Ada orang lain yang juga ingin memilikinya. Dia adalah seorang puteri dari sebuah kerajaan. Awal mula ketertarikan Sang Puteri ketika dia bermimpi melihat seekor gajah putih berkepala empat. Dari mimpi itu dia menjadi resah dan meminta pada ayahanda Raja agar mencarikan gajah sesuai dengan mimpinya.

Alangkah terkejut Sang raja mendengar permintaan puterinya. Selama hidup dia sendiri belum pernah melihat ada gajah berwarna putih, apalagi memiliki empat kepala. Hewan itu hanya ada di kahyangan. Dan, tidak sembarang penghuni kahyangan dapat memiliki. Namun, karena rasa sayang dan tidak ingin mengecewakan Sang puteri, maka dia menyanggupi. Dititahnya patih kepercayaan yang sakti mandra guna mencari dan membawa gajah permintaan Sang Puteri ke kerajaan.

Tidak lama kemudian berangkatlah Sang Patih meninggalkan kerajaan. Sama seperti Sang raja, dia sendiri sebenarnya juga belum pernah melihat gajah putih berkepala empat. Oleh karena itu, dia selalu bertanya pada siapa saja di tempat-tempat yang di singgahi. Tetapi, hingga berhari-hari tidak ada yang tahu atau pernah melihat gajah putih berkepala empat.

Dalam keputusasaan, Sang Patih tiba di sebuah taman nan asri, indah, dan sejuk. Ketika hendak beristirahat, dia mendengar ada suara kanak-kanak yang tertawa riang gembira. Ketika didekati, dia melihat ada seorang di antara mereka yang menggenggam mainan berupa boneka berbentuk gajah putih berkepala empat. Pikirnya, apabila anak itu memiliki boneka gajah putih, kemungkinan besar dia pernah melihat wujud aslinya. Atau, paling tidak orang tua si anak dapat menunjukkanya.

Dia kemudian mendatangi si anak. Dengan nada ramah, ditanyanya dari mana boneka itu berasal dan apakah dia pernah melihat wujud asli binatangnya. Tetapi, mungkin karena dia anak dewa yang selalu dimanja, di luar dugaan pertanyaan Sang Patih dijawab dengan sangat ketus. Marahlah Sang patih kehabisan kesabaran. Dalam sekejap mata ditariknya tangan Jaka Pertaka dan dibawa pergi jauh dari taman.

Malam harinya, Ibunda Jaka Pertaka resah karena Sang anak belum juga kembali. Sambil menangis tersedu-sedu dia mendatangi Umar Maya dan menceritakan perihal ketidak pulangan Jakar Pertaka ke rumah. Padahal, biasanya menjelang senja dia telah pulang untuk membersihkan diri dan menikmati hidangan makan malam.

Menindaklanjuti "laporan" Ibunda Jaka Pertaka, Umar Maya segera bergegas mencari anak itu, baik di kahyangan maupun bumi. Namun setelah berhari-hari mencari, Jaka Pertaka tak kunjung ditemukan. Pikir Umar Maya, mungkin karena di dewa maka tidak ada yang berani mendekat. Oleh karena itu, dia memutuskan menyamar sebagai manusia dalam wujud seorang kakek dengan nama Kaki Jugil.

Tetapi, lagi-lagi dia tidak dapat menemukan keberadaan Jaka Pertaka kendati telah dicari selama berhari-hari bahkan sampai bertahun-tahun. Suatu saat, dia melihat ada seorang remaja yang diikat dan diseret oleh laki-laki tua. Merasa kasihan terhadap remaja itu, Kaki Jugil bertanya pada si penyeret mengapa dia diperlakukan demikian.

Biasanya, bila ada orang yang bertanya si penyeret yang tidak lain adalah Sang patih akan menjawab sekenanya. Tetapi melihat sosok Kaki Jugil yang terlihat berkharisma (karena dia dewa), maka Sang Patih menceritakan awal mula kejadian hingga dia harus mengikat dan menyeret si remaja ke mana pun mereka pergi.

Berdasar cerita Sang Patih tersebut tahulah Kaki Jugil bahwa si remaja adalah cucunya sendiri, Jaka Pertaka. Ada rasa sedih, duka, dan bersalah bercampur aduk dalam diri Kaki Jugil. Dia tidak menyangka kalau mainan yang diberikan agar tidak rewel malah menjadi malapetaka bagi Jaka Pertaka. Tentu saja Jaka Pertaka tidak akan tahu di mana keberadaan gajah putih berkepala empat yang dicari oleh Sang patih.

Oleh karena itu, Kaki Jugil berusaha membujuk Sang patih agar melepaskan Jaka Pertaka. Sebagai ganti dia akan menunjukkan dimana keberadaan gajah putih berkepala empat yang selama ini dia cari. Tanpa basa-basi tawaran itu ditolak oleh Sang patih sehingga terjadilah perkelahian dengan Kaki Jugil. Namun karena yang dilawan adalah dewa, dalam sekejap mata Sang patih dapat dikalahkan hingga lari tunggang-langgang meninggalkan Jaka Pertaka.

Selepas Sang patih melarikan diri Kaki Jugil lalu mengajak Jaka Pertaka berkelana. Kaki Jugil tidak memeritahu siapa dirinya, melainkan hanya berujar bahwa dia diutus untuk mendampingi Jaka Pertaka mengembara di dunia. Bila telah tiba waktunya, tentu Jaka Pertaka dapat kembali ke kahyangan dan berkumpul kembali bersama kedua orang tua serta sanak kerabat lainnya.

Selanjutnya, berkelanalah mereka ke ujung dunia. Jaka Pertaka yang terlihat sangat lelah karena selalu diseret ke mana pun Sang patih pergi, oleh Kaki Jugil diubah wujud sebagaimana layaknya dewa. Dia lalu dimasukkan dalam tusuk kondai ajrang yang selalu disematkan di kepala Kaki Jugil. Hanya sesekali saja Jaka Pertaka keluar dari kondai ajrang. Selebihnya, dia memilih untuk berdiam diri karena telah lelah diseret Sang patih selama bertahun-tahun.

Suatu hari, ketika sampai di sebuah desa, mereka mendapati ada empat orang bersitegang memperebutkan patung seorang perempuan. Perebutan patung itu bermula ketika salah seorang dari mereka menemukan sebatang kayu langka yang berkualitas tinggi. Sayang bila dijadikan perabot rumah tangga biasa, salah seorang saudaranya mengusulkan agar kayu dibentuk menjadi sebuah patung. Untuk itu, mereka kemudian menyerahkan pada saudara lain yang memiliki kepandaian dalam memahat kayu. Selesai dibuat, patung lalu diserahkan pada saudara lain lagi yang pandai melukis untuk diberi warna. Hasilnya, jadilah sebuah patung perempuan sangat cantik dan seolah hidup.

Mereka pun menjadi takjub dan masing-masing ingin memiliki sehingga terjadi keributan. Namun ketika akan saling baku hantam, datang Kaki Jugil melerai sambil bertanya mengapa mereka berbuat demikian. Salah seorang di antara mereka kemudian menceritakan secara kronologis sebab musabab mengapa mereka bertengkar. Selesai bercerita, yang lain menimpali dengan meminta Kaki Jugil yang dianggap bijaksana untuk memilih siapa yang paling berhak memiliki patung.

Kaki Jugil tidak mau menentukan siapa yang berhak memilikinya. Dia berkata bahwa yang berhak adalah si patung sendiri. Oleh karena itu, dia mengeluarkan tusuk kondai ajrang yang tersemat di kepala lalu mamasangnya pada patung. Sejurus kemudian hiduplah si patung yang langsung menari dengan lemah gemulai.

Ketika si patung berhenti menari, Kaki Jugil bertanya tentang siapa yang berhak memiliki. Si patung tidak memilih keempatnya karena mereka masih bersaudara. Singkat cerita, agar tidak berlarut-larut Kaki Jugil mengambil jalan tengah. Dia mengusulkan pada empat bersaudara itu ikut berkelana bersamanya dalam bentuk sebuah group. Keempat bersaudara menjadi panjak atau pemain waditra, si patung yang telah menjadi manusia berperan sebagai penari, dan Kaki Jugil bertindak sebagai dalangnya. Setelah dicapai kesepakatan, mereka pun berkelana dan ngamen di mana-mana.

Lalu bagaimana nasib sang penebang pohon yang buta matanya akibat cakaran burung garuda? Apakah dia telah diobati oleh Jaka Slaka dan sembuh seperti sedia kala? Entahlah......gelap...

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Si Monyet Malas

(Cerita Rakyat DKI Jakarta)

Alkisah, ada seekor monyet yang sangat malas. Kerjanya hanya makan, tidur, dan bermain di pepohonan. Suatu hari, ketika sedang bersantai di sebuah pohon rindang pandangannya diusik oleh aktivitas seekor tupai. Si tupai berjalan pulang-pergi mengangkut buah kenari ke dalam sarang yang berada tidak jauh dari Si monyet bersantai.

Aktivitas Si tupai tadi tentu saja membuat monyet terganggu. Perlahan dia bangkit mencari tempat baru yang lebih tenang. Baru beberapa kali berayun dilihatnya sebuah mempelam ranum tergeletak di tanah. Tanpa membuang waktu dia turun dari pohon untuk menyantap mempelam itu. Usai menyantap mempelam dia beranjak menuju ke pohon jambu yang sedang berbuah. Sambil menikmati buah jambu matanya tetap mengawasi aktivitas tupai.

Oleh karena Si tupai tidak berhenti hilir-mudik memasukkan buah-buah kenari ke dalam sarang, lama-lama risih juga Si monyet. Ditegurnya Si tupai agar tidak berjalan kesana-kemari. Hal itu dianggap mengganggu ketenangan hutan dan dapat membuat burung-burung berhenti berkicau.

Mendapat teguran Si Monyet, tupai menjelaskan bahwa dia sedang mengumpulkan makanan ke dalam sarang. Menurut monyet usaha Si tupai tadi hanyalah sia-sia belaka. Hutan sudah berlebihan makanan berupa buah-buahan. Bahkan, para penghuninya tidak perlu bersusah-payah memetik karena buah akan matang dan jatuh dengan sendirinya.

Penjelasan tadi hanya ditanggapi tupai dengan senyuman sambil kembali ke sarangnya. Dia memang tidak akan mencari buah kenari lagi karena hari telah menjelang senja. Sebagian kecil dari tumpukan buah kenari di dalam sarang cukup untuk mengganjal perutnya sepanjang malam. Esok hari dia akan kembali mencari buah kenari. Pikirnya, besok Si monyet pasti bertengger di pohon lain yang sedang berbuah.

Begitu seterusnya. Setiap hari tupai mengumpulkan buah kenari, sementara monyet berpindah dari satu pohon ke pohon lain yang sedang berbuah. Pada pertengahan musim kemarau tupai tidak perlu pergi jauh dari sarangnya karena persediaan buah kenarinya cukup hingga musim penghujan tiba. Lain halnya Si monyet yang kian hari semakin jauh dari Si tupai. Sebab, pepohonan mulai meranggas dan sebagian malah terlihat kering kekurangan air.

Dia harus mencari pepohonan yang masih tersisa yang biasanya berada di dekat aliran sungai. Setiap hari dia berjalan di bawah terik mata hari untuk mencari pepohonan yang masih berbuah. Sering kali ketika menemukan pohon yang masih berbuah, tidak lama kemudian binatang lain juga mendekat. Oleh karena pohon itu di luar daerah kekuasaannya, terpaksa dia harus mengalah dan pergi. Akibatnya, badan menjadi kurus kering kekurangan makan. Si monyet menyesal tidak mengikuti jejak tupai sehingga tetap asyik menikmati kenari walau kemarau melanda. Namun, penyesalan tinggallah penyesalan. Untuk memperbaikinya, terpaksa dia harus menunggu hingga musim penghujan tiba.

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Si Ucup dan Kelongwewe

(Cerita Rakyat DKI Jakarta)

Alkisah, ada seorang nenek yang memperingatkan cucunya agar tidak keluar rumah karena hati telah malam. Namun, Sang cucu menolak dengan alasan sedang terang bulan. Banyak anak-anak yang keluar rumah dan bermain di halaman rumah. Adapun permainannya bergantung pada gender yang bersangkutan. Bila anak perempuan, mereka bermain congklak, lompat karet, dan lain sebagainya. Sedangkan anak laki-laki umumnya bermain petak umpet.

"Kalo lu pergi nanti diculik Kelongwewe," ujar Sang Nyak tua (nenek) menakuti.

"Apaan tuh?" tanya Sang cucu.

"Setan", jawab Nyak tua singkat.

"Bentuknye?", Sang cucu penasaran.

"Serem! Rambutnye gimbal panjang, matanye belo kayak mau keluar, lidahnye juge panjang kayak ular. Rumahnya di pohon gede. Kalau habis magrib dia keluar nyariin anak-anak buat diculik", jelas Nyak tua.

"Wiiiiih, syerem banget!" seru Sang cucu sambil merapat pada Nyak tua.

Agar sang cucu lebih merapat Nyak tua mulai bercerita bahwa dahulu di kampung sebelah pernah ada anak kecil yang diculik kelongwewe karena selepas magrib masih asyik bermain dan belum mau pulang. Dia bernama Ucup. Si Ucup diculik dan dibawa ke rumah kelongwewe, sehingga orang tuanya kebingungan. Mereka mendatangi seluruh lokasi yang biasa disambangi Si Ucup untuk bermain serta ke rumah teman-temannya, namun tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaannya.

Hampir putus asa, mereka memutuskan datang ke Nyak Iden. Dia adalah "orang pintar" yang berprofesi sebagai dukun beranak. Menurut keterangan Nyak Iden, Si Ucup diculik dan disembunyikan Kelongwewe. Sambil membakar kemenyan dan berkomat-kamit membaca mantera dia mencari petunjuk keberadaan Ucup. Dan, setelah mendapatkan bisikan gaib dia lalu memerintahkan orang tua Ucup pergi ke sebuah pohon besar yang berada di batas kampung. Di sanalah Kelongwewe itu menyembunyikan Si Ucup.

Ucapan Nyak Iden ternyata benar. Sesampai di pohon besar keduanya bersama sebagian penduduk kampung melihat Si Ucup tengah duduk termangu dengan tatapan kosong. Ketika ditanya dia hanya membisu dan tidak membalas sedikit pun. Oleh karena itu, Nyak Iden dipanggil untuk mengobati. Dan, baru pada hari ketiga dia dapat berbicara kembali.

Menurut penuturan Si Ucup, sewaktu akan pulang terpisah dengan teman-teman yang lari berhampuran tanpa mempedulikan satu dengan lainnya. Di tengah perjalanan dia berjumpa dengan perempuan tua yang membujuk agar turut ke rumah. Sebenarnya dia ingin menolak, tetapi entah mengapa, tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya menurut saja ketika tangannya digenggam oleh perempuan itu. Mereka kemudian menuju pohon besar tempat dia duduk termangu sebelum ditemukan oleh orang tuanya.

Cerita Nyak tua tadi, entah benar atau hanya rekaan belaka, rupanya mampu mempengaruhi Sang cucu. Dia mengurungkan niat untuk bermain bersama teman-temannya di bawah sinar bulan purnama. Di dalam pikirannya sudah terbayang perempuan tua yang mengintai dari balik pepohonan dan siap untuk menculik siapa saja yang tengah lengah atau kosong pikirannya.

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Koleangkak

(Cerita Rakyat DKI Jakarta)

Alkisah, ada seorang janda miskin. Dia hanya memiliki seorang anak gadis yang telah bertunangan dengan anak seorang petani. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari Sang janda bekerja sebagai penumbuk padi. Oleh karena berupah tidak seberapa, dia dan anak gadisnya acapkali kekurangan makan hingga suatu saat sang janda jatuh sakit. Dalam sakitnya, dia sempat meminta buah pisang untuk mengisi perut. Namun, hingga ajal menjemput keinginan itu tidak terwujud. Tidak ada uang untuk membelinya.

Melihat Sang ibu meninggal, Sang gadis bingung hendak meminta pertolongan pada siapa. Dia berlari kesana-kemari mendatangi para tetangga, namun entah kenapa, tidak seorang pun mau menolong. Sementara bila meminta pertolongan pada calon suami serta mertua, dia tidak sanggup harus menempuh sekitar satu hari perjalanan.

Agar jasad Sang ibu tidak diganggu binatang, untuk sementara dibungkus menggunakan sehelai tikar kemudian disimpan di lesung yang biasa digunakan menumbuk padi. Malam harinya terdengarlah suara dari dalam lesung. Sang gadis yang berada tidak jauh dari lesung tidak berani mendekat. Sambil menangis terisak dia memegangi kedua lutut yang gemetar ketakutan.

Ketika matahari terbit barulah dia berani mendekati lesung. Tetapi alangkah terkejutnya Sang gadis karena jasad Sang ibu sudah tidak berada dalam lesung. Sambil menangis sesenggukan dicarinya jasad itu di seluruh penjuru rumah. Tiba di samping rumah terdengarlah suara koleangkak (sejenis burung) yang bertengger di salah satu cabang pohon kapuk. Konon, burung ini kegemarannya adalah mencari kutu untuk dijadikan cemilan ^_^.

Si koleangkak berkicau parau mirip seperti suara manusia. Dalam kicauannya dia memberitahu Sang gadis agar berhenti menangis karena Sang ibu telah pulang mengikuti bayang-bayang. Selain itu dia juga memerintahkan agar Sang gadis pergi ke rumah calon mertuanya.

Di lain tempat, Sang petani calon mertua juga didatangi burung koleangkak yang bertengger di genting rumah. Si koleangkak berkicau bahwa calon menantu akan datang seorang diri. Calon besan telah menitipkan. Terimalah sepenuh hati.

Esok harinya datanglah Sang gadis. Dia disambut hangat oleh keluarga calon suami. Ada perasaan kasihan sekaligus senang karena Sang gadis akan menjadi bagian keluarga. Tidak lama kemudian mereka menikah. Pasangan ini hidup aman, bahagia, dan sejahtera. Sang isteri (sudah tidak gadis lagi) tidak lagi kelaparan seperti ketika masih bersama ibunya. Oleh karena itu dia sangat mengasihi dan tulus ikhlas mengabdi pada suami.

Walhasil, kehidupan mereka pun terlihat harmonis hingga suatu hari ada sebuah kejadian yang mengubah segalanya. Kala itu Sang suami memintanya mencari kutu-kutu yang bersarang di kepala. Sang isteri merasa hal itu sebagai suatu hal biasa sehingga dia menurut tanpa membantah.

Tetapi ketika kutu-kutu mulai diambil, secara perlahan tumbuhlah bulu di sekujur tubuh Sang isteri. Kian lama bulu-bulu itu bertambah lebat dan tubuh Sang isteri akhirnya berubah menjadi burung koleangkak. Tanpa berkata apa-apa dia lalu terbang menuju bayang-bayang. Dan, sejak saat itu Sang suami tertekan batin, merasa bersalah telah memerintah Sang Isteri mencari kutu. Dia menjadi lupa ingatan. Setiap hari kerjanya hanya berkeliling mengejar bayang-bayang burung koleangkak.

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Kramat Tunggak

(Cerita Rakyat DKI Jakarta)

Ada dua orang adik-beradik bernama Aria Wiratanudatar dan Aria Prabangsa. Semenjak kecil hidup sebagai yatim piatu. Orang tua mereka tidak memberi warisan berupa harta benda sebagai bekal hidup. Adapun yang "diwarsikan" hanya sebuah pesan agar selalu tabah, jujur, dan berusaha keras dalam menjalani kehidupan.

Untuk memenuhi kebutuhan Aria Wiratanudatar dan Aria Prabangsa menjadi pekerja kasar. Setiap hari rutinitasnya hanyalah mencari kayu bakar, menjualnya di pasar, dan hasilnya digunakan membeli beras serta lauk-pauk untuk kebutuhan selama satu hingga dua hari. Setelah habis, mereka kembali lagi ke hutan mencari kayu atau benda apa pun yang dapat diperdagangkan atau dibarterkan di pasar.

Suatu hari, selesai menata kayu bakar di belakang rumah, mereka beristirahat di beranda yang relatif lebih bersemilir ketimbang di dalam. Tidak lama kemudian mereka tertidur. Di dalam tidur Aria Prabangsa didatangi seorang kakek berjenggot lebat dan berjubah putih. Sang Kakek berkata bahwa Aria Prabangsa akan menjadi raja, namun rakyatnya hanya satu orang yaitu Aria Wirayanudatar. Dia harus tabah dan sabar, sebab jika tidak demikian maka akan dikutuk menjadi lebih miskin dari sekarang.

Selain masuk dalam mimpi Aria Prabangsa, Kakek berjenggot juga menyambangi mimpi Aria Wiratanudatar. Pada Wirataudatar Sang Kakek berkata sebaliknya, yaitu Wiratanudatar diperintahkan menjadi rakyat yang mengabdi pada kerajaan yang "dipimpin" oleh adiknya sendiri. Dia harus melaksanakan seluruh tugas kerajaan. Apabila tidak tabah dan sabar dalam menjalankan peran, maka akan dikutuk menjadi miskin selamanya.

Setelah mendapat "wangsit", keduanya lantas terbangun hampir berbarengan. Sang adik mendahului menceritakan mimpi yang baru saja dialami. Selesai bercerita, Sang kakak menimpali bahwa dia juga didatangi Sang Kakek berjenggot dan berjubah putih. Dan, mereka berkesimpulan bahwa mimpi-mimpi tadi bukanlah "kembang tidur" biasa. Mereka lantas bersepakat menaati "perintah"nya agar dapat merubah nasib.

Malam harinya mereka disambangi Sang Kakek lagi. Tetapi mimpi kali ini sama. Dia memerintahkan agar mereka seolah-olah tidak saling kenal. Sebelum menghilang dari mimpi, Sang Kakek memperingatkan agar apabila salah seorang ada yang jatuh miskin, saudaranya tidak diperkenankan memberi bantuan.

Pagi hari, ketika bangun Aria Prabangsa mendapati diri berada di mahligai kerajaan. Dia telah mengenakan pakaian mewah nan indah laksana seorang raja. Di hadapan berdiri seorang kawula dengan air mawar dalam nampan di tangan. Kawula itu tidak lain adalah kakaknya sendiri, Aria Wiratanudatar. Dia tidak hanya bertugas membawakan air guna mencuci muka, mekainkan juga seluruh urusan rumah tangga kerajaan.

Di dalam hati Aria Prabangsa sebenarnya khasihan dan sedih melihat Sang kakak harus menjadi pelayan. Namun perasaan tadi dipendam karena "wangsit" Sang kakek berjenggot mengendaki agar dia tidak boleh mengakuinya sebagai kakak dan memberikan bantuan apapun pada Aria Wiratanudatar.

Demikian pula dengan Aria Wiratanudatar yang ingin memberontak karena setiap hari hanya melayani adiknya mulai dari bangun hingga beranjak ke peraduan. Hidupnya terasa getir, terhina, dan sengsara. Namun seperti Sang adik, dia hanya dapat memendam perasaan karena pesan "wangsit" dari Sang Kakek berjenggot.

Begitu seterusnya selama bertahun-tahun hingga suatu saat Aria Wiratanudatar tidak tahan lagi dan memohon pada raja agar diperkenankan meninggalkan kerajaan untuk mencari penghidupan baru. Alasannya, dia sudah tidak tahan lagi menjadi hamba sahaya yang harus mengurusi masalah kerajaan seorang diri.

Mendengar permintaan tersebut Aria Prabangsa kaget bukan kepalang. Dia tidak menyangka kalau kakaknya menyerah dalam menjalankan perintah "wangsit" Sang Kakek berjenggot. Namun, karena sudah diamanatkan agar tidak boleh saling mengenal dan membantu yang sedang berkesusahan, dia terpaksa merelakan kepergian Aria Wiratanudatar.

Keesokan hari Aria Wiratanudatar memulai perjalanan mencari penghidupan baru. Dia pergi berkelana selama berbulan-bulan keluar masuk hutan, menyusuri pantai, lembah, gunung, dan sungai menuju satu tempat ke tempat lain. Tetapi tidak ada satu lokasi pun yang dirasa cocok. Walhasil, Aria Wiratanudatar menjadi benar-benar miskin. Badannya kurus kering, kulit mulai berkeriput, dan kuit hitam legam terbakar matahari.

Di lain tempat, sepeninggal Sang Kakak Aria Prabangsa merasa kesepian tinggal seorang diri di kerajaan. Dalam benak sempat terpikir untuk mencari dan menolong Aria Wiratanudatar. Lagi-lagi, ketika akan menjalankan niat, di telinga terngiang wejangan Sang Kakek berjenggot sehingga dia ragu melaksanakannya. Tetapi setelah merenung beberapa lama akhirnya dia bertekat mencari Sang Kakak. Dia hanya ingin melihat kondisi Aria Wiratanudatar dan tidak untuk menolong.

Berbulan-bulan kemudian Aria Wiratanudatar tiba di sebuah daerah yang subur dengan ditumbuhi oleh bermacam-macam pepohonan yang berbuah lebat. Merasa cocok dengan tempat tersebut, dia segera mengeluarkan kapak, menebang beberapa buah pohon tua guna membangun rumah. Dalam benak, Aria Wiratanudatar yakin jika rumah selesai akan ada orang yang tertarik dan ikut membangun pula sehingga lambat laun akan menjadi ramai. Dan, sebagai orang yang pertama kali datang di tempat itu kemungkinan besar dia akan diangkat menjadi penguaasa atau bahkan raja.

Selesai membangun dan rumah akan ditempati, tiba-tiba datang Aria Prabangsa. Dia menegur Aria Wiratanudatar karena telah membangun di wilayah kerajaan tanpa izin. Dengan nada marah Aria Perbangsa lantas mengusir Sang Kakak keluar dari wilayah kerajaan. Padahal, sebenarnya dia tidak menghendaki Aria Wiratanudatar keluar dari rumah itu. Tetapi apabila dibiarkan dia takut Sang Kakek berjenggot mengganggap hal tersebut sebagai memberi bantuan pada Aria Wiratanudatar. Mereka bisa kena kutuk menjadi miskin.

Menyadari bahwa tanah tempat mendirikan rumah merupakan bagian dari wilayah kerajaan Aria Prabangsa, Aria Tanudatar tidak membantah. Dia segera mengemasi barang bawaannya dan siap berkelana lagi. Sebelum berangkat dia meminta izin pada Aria Prabangsa untuk menancapkan tunggak di depan rumah yang tidak jadi ditempati. Alasannya sebagai bukti bahwa dia pernah ke tempat ini sekaligus bertemu dengan Raja Aria Perbangsa.

Oleh karena yang diminta hanyalah menancapkan sebuah tunggak, tanpa banyak bicara Aria Perbangsa mengizinkan. Begitu tunggak ditancap, seketika itu juga Aria Wiratanudatar hilang dari pandangan. Di suatu tempat dia tiba-tiba saja duduk di singgasana dikelilingi oleh banyak kawula. Dia telah menjadi raja seperti Aria Perbangsa. Kedua adik-beradik ini telah menepati janji pada Sang Kakek berjenggot dan hidup sejahtera sampai akhir hayat. Dan, tempat ditancapnya tunggak Aria Wiratanudatar itu oleh masyarakat sekitar kemudian dinamakan sebagai Kramat Tunggak.

Diceritakan kembali oleh Ali Gufron

Ariah

(Cerita Rakyat DKI Jakarta)

Alkisah, sekitar medio tahun 1800-an di Kampung Sawah, Kramat Setiong, hidup sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ibu dan dua anak perempuannya. Sang ibu bernama Mak Emper sedangkan anak bungsunya bernama Ariah atau biasa disapa Arie. Suami Mak Emper telah lama meninggal dunia.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup Mak Emper dan anak pertamanya (kakak Ariah) bekerja sebagai penumbuk padi pada seorang saudagar. Sementara Ariah sendiri ditugasnya oleh Mak Emper mencari kayu bakar, sayur-mayur, dan telur ayam di hutan Ancol. Oleh karena bekerja pada sang saudagar, ketiga anak-beranak ini diperbolehkan tinggal di emperan rumahnya dalam bentuk bangunan kecil yang menempel di bagian belakang rumah.

Begitu seterusnya hingga bulan demi bulan dan tahun demi tahun berlalu. Ariah pun tumbuh besar dan menjadi seorang gadis cantik jelita. Kecantikannya membuat mata setiap lelaki tidak berkedip jika melihatnya. Begitu pula dengan mata Saudagar yang mempekerjakannya. Bahkan, merasa telah memberi budi, Sang Saudagar datang pada Mak Emper meminang Ariah.

Lamaran Sang Saudagar tentu saja membuat bingung Mak Emper. Apabila ditolak, kemungkinan besar dia dan anak-anak akan terusir dari rumah sekaligus menjadi pengangguran. Tetapi apabila diterima, dia kasihan terhadap Airah karena hanya akan dijadikan sebagai isteri muda. Hidup sebagai isteri muda tidak akan leluasa, apalagi jika tinggal berdekatan dengan isteri tua.

Mak Emper tidak langsung menjawab lamaran Sang Saudagar. Dia meminta izin menanyakan terlebih dahulu pada Ariah. Alasannya, Ariah masih terlalu kecil. Jangankan berumah tangga, menjalin hubungan dengan laki-laki pun belum terlintas di benaknya. Perlu waktu bagi Mak Emper untuk memberi penjelasan yang sangat detil agar Ariah mau menerimanya.

Setelah Sang Saudagar pulang, tidak berapa lama kemudian Ariah datang dari mencari kayu bakar di hutan. Mak Emper langsung mengikutinya ke dapur membantu menaruh kayu bakar. Selesai menata kayu bakar, tanpa berbasa basi Mak Emper mengutarakan niat Sang Saudagar. Dia bingung apa yang harus diperbuat karena merasa bergantung hidup pada Sang Saudagar. Oleh karena itu, Mak Emper menyarankan Ariah menerima pinangannya agar mereka tidak terusir dari rumah yang selama ini ditempati.

Di luar dugaan Ariah langsung mengambil sikap berkenaan dengan pinangan Sang Saudagar. Dia menolak kawin sebab kakaknya masih belum menemukan jodoh. Sang kakak yang kebetulan mendengar percakapan tersebut lalu mendatangi Ariah dan menyatakan bahwa dirinya ikhlas apabila dilangkahi. Kakak Ariah juga merasa berhutang budi pada Sang Saudagar dan memilih mementingkan kelangsungan hidup keluarga ketimbang harus terusir dari rumah menjadi gelandangan.

Tetapi, sambil menangis tersedu, Ariah berargumen bahwa hal itu oleh masyarakat dianggap tidak baik. Seandainya Sang Kakak bersedia dilangkahi, di dalam perjalanannya nanti pasti hati akan terluka bila melihat Ariah diarak dalam baju pengantin, dikerumuni banyak tamu undangan, diberi mas kawin yang berharga mahal, dan dihibur oleh berbagai macam kesenian yang salah satunya adalah orkes hermunium.

Usai berkata demikian, Ariah bergegas meninggalkan ibu dan kakaknya menuju pangkek untuk menenangkan diri. Tidak lama berselang, Mak Emper datang menghampiri lalu duduk di samping Airah. Tanpa berkata apa-apa Mak Emper mengusap ramput Airah hingga dia tertidur di pangkuannya.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Ariah pergi mencari kayu bakar, sayur-sayuran, dan telur ayam hutan. Namun tidak seperti biasanya, sebelum berangkat dia mencium dengan hikmat tangan Mak Emper dan kakak perempuannya. Selanjutnya, dia memandang lama wajah mereka dan tanpa berkata-kata berlalu meninggalkan emperan rumah menuju arah utara.

Dalam perjalanan menuju hutan Ancol dia sempat lama mengamati para pekerja yang sedang membuat jalan kereta api. Sesampai di daerah Bendungan Melayu yang dekat dengan pantai Ariah menghentikan langkah. Dia beristirahat sambil menikmati bekal berupa nasi timbel buatan Mak Emper. Selesai makan, dia kembali melanjutkan perjalanan menuju hutan Ancol.

Menjelang senja dia tiba di Ancol. Tetapi ketika akan mulai mencari kayu bakar, dari balik pepohonan muncul dua sosok laki-laki berpakaian hitam-hitam. Mereka bernama Pi'un dan Sura, antek dari pemuda ganteng kaya raya namun bertabiat buruk bernama Tambahsia atau Oei Tambah Sia. Dia memiliki hobi aneh yaitu menculik dan memperkosa perempuan di bungalow miliknya yang diberi nama Bintang Mas. Pi'un dan Sura adalah orang kepercayaan Tambahsia yang ditugasi menculik anak gadis, janda, atau bahkan isteri orang untuk dibawa ke Bintang Mas.

Saat akan dibawa paksa, Ariah meronta-ronta tak terkendali hingga kedua centeng itu terkena tendangannya. Mereka marah dan menghempaskan tubuh Ariah ke tanah. Namun Ariah tetap saja melawan dan membuat Pi'un serta Sura habis kesabaran. Golok mereka akhirnya "berbicara" dan mengakhiri hidup Ariah. Mayatnya kemudian dilemparkan ke laut Ancol.

Di lain tempat, Mak Emper menunggu gelisah. Biasanya sebelum senja Ariah telah sampai ke rumah. Tetapi ditunggu hingga malam, sosoknya tidak juga muncul. Begitu seterusnya, hari-hari berlalu berganti bulan dan tahun. Ariah tidak pernah lagi pulang ke rumah. Mak Emper hanya bisa pasrah karena tidak tahu harus berbuat apa.

Suatu hari giliran kakak Ariah yang dilamar orang. Tidak seperti Ariah, Sang kakak dilamar oleh pemuda dari keluarga orang kebanyakan. Walau si pemuda sudah menyanggupi akan menanggung seluruh biaya perkawinan, hati Mak Emper tetap merasa resah. Sebab, dia berkewajiban menyediakan makanan, terutama saat menyambut calon besan yang akan datang mengajukan lamaran secara resmi.

Lelah memikirkan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut (menyambut besan), Mak Emper mencoba tidur. Di dalam tidurnya, Mak Emper mimpi didatangi Ariah yang terlihat sangat cantik, berseri, dan sehat walafiat. Ketika ditanya kemana saja selama ini, dia tidak menjawab. Ariah hanya berkata bahwa Mak Emper tidak perlu resah memikirkan hidangan apa yang akan disajikan dalam acara penyambutan calon besannya nanti.

Kaget didatangi anak yang telah lama menghilang, Mak Emper langsung terbangun. Antara sadar dan tidak dia bergegas mencari ke seluruh penjuru gubuknya. Ketika berada di dapur Mak Emper kaget bukan kepalang. Entah dari mana datangnya, di area dapur telah penuh dengan berpikul-pikul ikan laut serta sayur mayur yang sangat cukup bila dijadikan sebagai suguhan bagi calon besan. Walau hanya bertemu di dalam mimpi, tetapi Ariah telah menepati janjinya untuk tidak membuat Mak Emper resah menghadapi kedatangan calon besannya.

Sebagai catatan, kisah Ariah ini telah menjadi sebuah folklor di kalangan masyarakat Betawi pesisir. Orang tidak hanya menyebut namanya sebagai Ariah, melainkan juga Maria, Mariah, atau Mariam. Adapun arwahnya, oleh sebagian orang dianggap beralih ujud menjadi setan Ancol. Sementara sebagian lainnya meyakini kalau Ariah menjadi makhluk gaib penguasa laut utara. Dia tidak disebut dengan nama aslinya, melainkan "Si Manis". Konon Si Manis mempunyai pengawal gaib yang bernama Si Kondor (siluman monyet), Si Gempor, Si Gagu, dan Tuan Item.

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Pencak Silat Cingkrik

Pencak Silat merupakan salah satu bagian dari kesenian, yaitu seni beladiri. Kesenian yang digunakan untuk mempertahankan diri ini berkembang luas di berbagai sukubangsa Nusantara, mulai dari Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, Filipina selatan hingga Thailand. Menurut id.wikipedia.org, istilah pencak silat sendiri baru digunakan sejak tahun 1948 dengan tujuan mempersatukan berbagai aliran seni beladiri tradisional yang berkembang di Indonesia. Sebelumnya pencak silat merupakan dua kata yang terpisah. Kata "pencak" adalah sebutan bagi beladirinya orang Jawa yang lebih mengedepankan unsur seni dan keindahan gerak, sedangkan orang-orang di Sumatera, semenanjung Malaya, dan Kalimantan menyebutnya dengan istilah "silat".

Salah satu aliran dalam pencak silat adalah Cingkrik dari daerah Rawa Belong, Jakarta Barat. Menurut forumsilat.blogspot.co.id Cingkrik diciptakan oleh seorang petani bernama Ki Maing pada sekitar tahun 1817-an. Waktu itu secara tidak sengaja tongkatnya direbut oleh seekor monyet milik Nyi Nasare/Nyi Saereh. Ketika akan ditangkap, dengan lincah dan sigap si monyet cingkrak-cingkrik menghindar.

Gerakan cingkrak-cingkrik si monyet tadi menimbulkan inspirasi bagi Ki Maing. Dia mengolah sedemikian rupa menjadi gerakan-gerakan atau jurus-jurus silat/maenpukulan. Jurus-jurus maenpukulan ini diajarkan pada tiga orang yang akhirnya menjadi murid, yaitu Ki Ali, Ki Ajid, dan Ki Saarie. Mereka tidak hanya menerima, tetapi juga mengembangkan dan memperkaya jurus yang diperoleh dari Ki Maing. Bahkan, ketiganya juga menularkan pada generasi berikutnya. Ki Saarie misalnya, menularkan Cingkrik pada Ki Wahab. Ki Yazid/Ki Ajid mengajarkan pada Bang Ayat, Bang Uming, Bang Acik (Munasik), dan Bang Majid. Sementara Ki Ali menularkan Cingkrik pada Ki Sinan dari Kebon Jeruk, Ki Goning dari Kemanggisan, dan Ki Legok dari Muara Angke (Rimbang, 2008).

Jurus-jurus Cingkrik
Jurus-jurus awal ciptaan Ki Maing, menurut Siddiq (2011), hanya berjumlah lima buah dengan urutan langkah satu hingga langkah lima. Oleh Ki Maing, gabungan jurus-jurus tersebut belum dinamakan cingkrik. Penamaan maenpukulan cingkrik sendiri baru dikenal pada masa Ki Saari, Ki Ajid, dan Ki Ali (silatindonesia.com). Adapun asal katanya dari ungkapan Betawi jingkrak-jingkrik atau cingkrak-cingkrik yang berarti gesit, lincah, dan atraktif (Siddiq, 2011).

Di tangan ketiga murid Ki Maing jurus-jurus dasar meanpukulan cingkrik bertambah menjadi delapan dan akhirnya dua belas jurus. Jurus-jurus dasar tersebut adalah: Keset Bacok, Keset gedor, Cingkrik, Langkah 3, Langkah 4, Buka Satu, Saup, Macan, Tiktuk, Singa, Lokbe, dan Longok (id.wikipedia.org). Gabungan dari ke-12 jurus disebut bongbang yang biasanya dimainkan sebagai atraksi panggung. Selain itu, ada pula tiga jurus sambut atau perkelahian berpasangan dengan tujuan melatih refleks dalam menghadapi serangan, yaitu: Sambut Gulung, Sambut Tujuh Muka, dan Sambut Habis atau Sambut Detik (Rimbang, 2008).

Menurut Rimbang (2008), aplikasi dari jurus-jurus dasar cingkrik dapat berlainan gaya, bergantung pada pengajarnya. Misalnya, Bang Wahab (murid Ki Saarie) mengajarkan jurus cingkrik yang menitikberatkan serangan pada bagian atas tubuh dengan sasaran pada ulu hati, dada, leher, dan muka. Sementara Bang Uming (murid Ki Ajid) lebih mengembangkan gerak kombinasi beset-gedor dengan serangkan ke empat penjuru.

Sedangkan Kong Acik (Munasik bin Hamim) mengembangkan jurus-jurus yang dinamainya Cingkrig Gerak Cipta (Siddiq, 2011). Jurus-jurus Kong Acik berjumlah tujuh belas, yaitu: Beset Tarik, Beset Gedor, Pasang Pukul, Cingkrik, Sangkol, Rambet, Bacok Rimpes, Saup, Kodek, Seser, Kosrek/Gobrek, Tiktuk, Bendrong, Lokbe, Sikut Atas, Cakar Macan, dan Longok. Adapun gerak sambut yang baru diajarkan setelah menguasai delapan jurus adalah: Sambut Gulung, Sambut Rimpes, dan Sambut Pintas.

Nilai Budaya
Cingkrik sebagai suatu seni bela diri yang tumbuh dan berkembang di daerah Rawa Belong, Jakarta Barat, jika dicermati mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain: kesehatan, kerja keras, kedisiplinan, kepercayaan diri, dan sportivitas.

Nilai kesehatan tercermin dari gerakan jurus-jurus dan teknik-teknik yang dilakukan, baik ketika sedang berlatih maupun bertanding. Dalam hal ini, gerakan-gerakan Pencak Silat Cingkrik harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga otot-otot tubuh akan menjadi kuat dan aliran darah pun lancar. Nilai kerja keras tercermin dari usaha untuk menguasai jurus-jurus dan teknik-teknik yang ada dalam seni bela diri Cingkrik. Tanpa kerja keras mustahil jurus-jurus dan teknik-tekniknya yang rumit dapat dikuasai secara sempurna.

Mempelajari Cingkrik diri juga memerlukan kedisiplinan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap aturan-aturan persilatan. Tanpa kedisiplinan diri dan taat serta patuh kepada aturan-aturan persilatan, akan sulit bagi seseorang untuk menguasai jurus-jurus Cingkrik secara sempurna. Selain itu, sebagaimana seni bela diri lainnya, mempelajari cingkrik berarti juga mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan, baik demi keselamatan dirinya maupun orang lain yang memerlukan pertolongannya. Dengan menguasai Cingkrik seseorang akan menjadi percaya diri dan karenanya tidak takut gangguan dan atau ancaman dari pihak lain.

Untuk “mengasah” ilmu Cingkrik setiap muridnya, sebuah perguruan seni bela diri pada umumnya mengadakan latih-tanding dan pertandingan. Dalam latih-tanding atau pertandingan tersebut tentu diperlukan adanya sikap dan perilaku yang sportif dari para pelakunya, sebab akan ada pesilat yang kalah dan menang. Nilai sportivitas tercermin dari pesilat yang kalah akan mengakui keunggulan lawan dan menerimanya dengan lapang dada. (ali gufron)

Foto: http://www.viva.co.id/foto/berita/14235-melihat-anak-anak-berlatih-silat-cingkrik-goning
Sumber:
"Silat Cingkrik", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Silat_Cingkrik, tanggal 10 Agustus 2017.

"Pencak Silat", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pencak_silat, tanggal 10 Agustus 2017.

Rimbang. 2008. "Cingkrik, Maenpukulan Khas Betawi Rawa Belong", diakses dari http://www.silatindonesia.com/2008/12/cingkrik-maenpukulan-khas-betawi-rawa-belong/, tanggal 15 Agustus 2017.

Siddiq, Zay Ibnu. 2011. "Cingkrig Gerak Cipta - Maenpukulan Khas Betawi Rawa Belong", diakses dari http://www.silatindonesia.com/2011/05/cingkrig-gerak-cipta-maenpukulan-khas-betawi-rawa-belong/, tanggal 22 Agustus 2017.

"H. Nunung Pendekar Betawi Rawa Belong", diakses dari http://forumsilat.blogspot.co.id/2012/08/tokoh-pencak-silat-betawi.html, tanggal 7 Juli 2017.

Alya Rohali

Alya Rohali merupakan salah seorang perempuan Betawi yang namanya malang melintang di jagad hiburan tanar air. Dia dikenal sebagai bintang film, iklan, dan sinetron Sekaligus pembawa acara televisi. Bersama Helmi Yahya, Alya sukses memandu acara secara live kuis "Siapa Berani?" yang pernah tayang setiap pagi di stasiun televisi Indosiar (jakarta.go.id).

Putri dari pasangan Rohali Sani dan Atit Tresnawati ini lahir di Jakarta pada tanggal 1 Desember 1976 (wowkeren.com). Dia mengawali karir melalui kontes kecantikan sebagai none Jakarta Barat tahun 1994. Kemudian mengikuti kontes None Jakarta 1994 dan terpilih sebagai juara Harapan I. Dua tahun berselang dia ikut kontes Puteri Indonesia 1996 dan dinobatkan sebagai pemenang. Konsekuensinya, dia menjadi wakil Indonesia pada ajang Miss Universe 1996 yang diselenggarakan di Amerika Serikat (kapanlagi.com).

Menurut kapanlagi.com, setelah tugas sebagai Puteri Indonesia usai, Alya mencoba peruntungan di dunia hiburan Indonesia. Dia mendapat tawaran untuk bermain dalam beberapa sinema elektronik. Selain itu, bersama Helmi Yaya dia juga didaulat memandu acara kuis "Siapa Berani?" yang ditayangkan Indosiar. Di acara inilah namanya mulai melejit dan sempat mendapat penghargaan sebagai Presenter Kuis Terfavorit dalam Panasonic Award 2002 (wowkeren.com).

Beberapa tahun sebelumnya, tepatnya tanggal 4 Maret 1999 Alya melepas masa lajang dan menikah dengan Eri Surya Kelana. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai seorang anak perempuan bernama Namira Andjani Ramadina yang lahir pada bulan Desember 1999. Namun, pernikahan itu tidak berlangsung lama. Mereka resmi bercerai pada 13 Agustus 2003 (id.wikipedia.org).

Keretakan hubungan rumah tangga tidak mempengaruhi pekerjaan Alya dalam dunia entertainment. Hal ini terbukti dengan adanya tawaran membawakan membawakan program religi "Catatan Sergap" dalam Hikmah Fajar di stasiun televisi RCTI. Bahkan, dia juga sempat bermain dalam sitkom Kejar Kusnadi yang ditayangkan di RCTI tahun 2005 (id.wikipedia.org).

Beberapa tahun setelah menjanda, Alya kembali menambatkan hati pada seorang pengusaha asal Madura bernama Faiz Ramzy Rachbini. Mereka menikah pada 23 Juli 2006 (kapanlagi.com). Hampir satu tahun kemudian, tepatnya tanggal 29 Agustus 2007 buah perkawinan mereka melahirkan seorang anak melalui proses caesar di RS Pondok Indah. Ia dinamai Diarra Annisa Rachbini. Selanjutnya, anak ketiga pun menyusul pada 10 Oktober 2010 berjenis kelamin perempuan dan diberi nama Savannah Nadja Rachbini (jakarta.go.id).

Selepas menikah untuk yang kedua kali, kesibukan Alya semakin bertambah. Menurut jakarta.go.id, tahun 2006 dia mulai merambah dunia musik dengan memproduseri album berjudul Alika, sebuah album yang dinyanyikan oleh keponakannya sendiri bernama Alika. Album Alika terdiri dari 12 buah lagu berbuansa musik R&B, salah satu di antaranya berbahasa Inggris.

Sebagai catatan, selama meniti karir di dunia hiburan Alya telah memerankan berbagai macam karakter dalam sinetron dan film. Adapun judulnya antara lain: Meniti Cinta, Istri Impian, Kejar Kusnadi, Buah Hati Mama, Jalan Lain ke Sana, Emak, Dunia Tanpa Koma, Andini, Malin Kundang, Suami Istri dan Dia, Serpihan Mutiara Retak, Moga Bunda Disayang Allah, dan Di Balik 98. Sedangkan tayangan komersial (iklan) yang pernah dibintangi, di antaranya: Sunsilk, Neril, Oxone, dan Sajiku (profilseleb.blogspot.co.id). Khusus untuk film berjudul Di Balik 98, Alya mendapat nominasi dalam kategori pemeran pendukung wanita terbaik dari Indonesia Box Office Movie Awward 2016 (id.wikipedia.org).

Segala aktivitas dalam berakting tersebut ternyata tidak mengurungkan niat Ayla melanjutkan pendidikan formalnya. Setelah memperoleh gelar Sajana Hukum dari Universitas Trisakti misalnya, Alya mengambil program S2 Magister Hukum dan S2 Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ilmu-ilmu tersebut merupakan bekal untuk mencari nafkah sebagai notaris.

Foto: http://www.tribunnews.com/seleb/2015/01/10/cara-alya-rohali-rawat-rambutnya-saat-berhijab
Sumber:
"Alya Rohali" diakses dari http://www.jakarta.go.id/v2/dbbetawi/detail/74/Alya-Rohali, tanggal 7 Agustus 2017.

"Alya Rohali" diakses dari https://www.kapanlagi.com/alya-rohali/profil/, tanggal 7 Agustus 2017.

"Alya Rohali" diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Alya_Rohali, tanggal 8 Agustus 2017.

"Profil Alya Rohali", diakses dari http://www.wowkeren.com/seleb/alya_rohali/bio.html, tanggal 8 Agustus 2017.

"Alya Rohali Profil", diakses dari http://profilseleb.blogspot.co.id/2009/02/alya-rohali-profil.html, tanggal 9 Agustus 2017.

Erlina

Dalam sistem kekerabatan masyarakat Lampung Saibatin di Pesisir Barat yang bersifat parilineal, peran laki-laki sangatlah dominan. Kaum laki-laki selalu memiliki peran lebih dibanding perempuan, seperti: pemimpin keluarga, penerus garis keturunan, pewaris harta warisan, dan pengambil keputusan di sektor publik (dalam kegiatan sosial, politik, maupun budaya). Sementara kaum perempuan ditempatkan dalam sektor domestik. Adapun perannya hanya sebagai konco wingking (Jawa) yang selalu berkutat dengan urusan seputar dapur, sumur, dan kasur.

Konstruksi sosial demikian membuat ruang gerak kaum perempuan Saibatin sangat terbatas. Semenjak kecil mereka telah dikondisikan oleh keluarga dan lingkungan sekitar untuk menaati segala aturan adat yang dibuat oleh laki-laki untuk mengekalkan kekuasaan mereka. Dan, karena telah berlangsung sejak lama, maka dianggap sebagai suatu kebiasaan turun-temurun dan tidak dipersoalkan lagi sebagai tindakan ketidakadilan dan subordinasi gender. Atau dengan kata lain, posisi subordiasi ini diterima sebagai ketentuan adat yang harus ditaati.

Namun tidak semua laki-laki Saibatin Pesisir Barat menerapkan aturan adat pada perempuan. Azharuddin misalnya, walau hanya bekerja sebagai seorang petani tetapi tidak serta merta menerapkan hak dan kewajiban pada anak-anaknya berdasarkan gender yang ditetapkan oleh adat. Buktinya, salah satu dari enam orang anaknya, bernama Erlina (berjenis kelamin perempuan) saat ini berhasil menembus "barikade patriarki" dengan menjadi Wakil Bupati Pesisir Barat periode 2016-2021. Dia adalah perempuan pertama yang menduduki pos jabatan tersebut setelah bersama pasanganya (Agus Istiqlal) memenangi Pemilihan Umum Kepala Daerah Pesisir Barat pada 9 Desember 2015 (wikiwand.com).

Erlina lahir di Penengahan Krui 18 Agustus 1975. Masa kecilnya dihabiskan di Krui dengan bersekolah di SD Negeri 1 Panengahan Krui (1982-1988) dan SMP Negeri 2 Krui (1989-1992). Ketika menginjak masa remaja Erlina hijrah ke Bandarlampung dan bersekolah di SMA Negeri 3 Tanjungkarang (1992-1994). Lulus SMA meneruskan pendidikan di Universitas Lampung mengambil jenjang D3 Penyuluh Pertanian (1994-1997). Selanjutnya, menempuh jenjang Strata 1 di universitas yang sama dengan mengambil jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (1997-2001). Terakhir, dia berhasil menamatkan jenjang S-2 di Magister Hukum Universitas Bandar Lampung (2012).

Keberhasilan Erlina hingga menjabat sebagai Wakil Bupati tentu tidak terlepas dari sepak terjangnya selama bersekolah. Berdasarkan data yang diperoleh dari kpud-lampungbaratkab.go.id, riwayat keorganisasian yang digeluti Erlina cukup beragam, yaitu: (1) Ketua Korp Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) Komisariat Brojonegoro Universitas Lampung (1998-1999); (2) Ketua Korp Pergerakan Mahasiswa Islan Putir (KOPRI) Cabang Lampung (1999-2000); (3) Pembina Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Kota Bandarlampung (2008-2010); (4) Sekretaris Fatayat Nahdlatul Ulama Provinsi Lampung (2000-2009); Wakil Ketua DPD KNPI Provinsi Lampung (2010-2013); (5) Pengurus Karang Taruna Provinsi Lampung (2013-sekarang); (6) Pimpinan Wilayah Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Nahdlatul Ulama Provinsi Lampung (2010-2012); (7) Ketua Pemberdayaan Perempuan KNPI Provinsi Lampung (2014-2017); dan (8) Pimpinan Wilayah Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama Provinsi Lampung (2013-2017).

Sedangkan data pengalaman pekerjaan yang pernah dilakukannya adalah: (1) Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Kabupaten Lampung Barat (2004); (2) Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Provinsi Lampung (2005-2008); (3) Anggota KPU Kota Bandarlampung (2008); (4) Ketua KPU Kota Bandarlampung (2010); (5) Ketua Pokja Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih KPU Kota Bandarlampung dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (2009); (6) Ketua Pokja Sosialisasi KPU Kota Bandarlampung pada Pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota (2009); (7) Divisi Teknis dan Humas KPU Kota Bandarlampung (2011); (8) Ketua Pokja Sosialisasi KPU Kota Bandarlampung (2012); (9) Ketua Pokja Pemutakhiran Data dan Sosialisasi untuk Pemilu Kepala Daerah, Walikota dan Wakil Walikota Bandarlampung (2013-2014); (9) Ketua Pokja Sosialisasi KPU Kota Bandarlampung pada Pemilu DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden (2013-2014); dan (10) Ketua Pokja Pemutakhiran Data Pemilih untuk Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden (2013-2014).

Segudang pengalaman tersebut tidak lantas membuat Erlina dapat melenggang dengan mudah menjadi orang nomor dua di Pesisir Barat. Bersama Agus Istiqlal, dia harus bahu-membahu menggalang massa agar memenangkan Pemilukada. Salah satunya adalah beradu visi dan misi melawan tiga pasang calon Bupati dan Wakil Bupati Pesisir Barat lainnya, yaitu Aria Lukita Budiwan-efan Tolani, Jamal Naser-Syahrial, dan Oking Ganda Miharja-Irawan Topani. Debat diselenggarakan oleh KPU Kabupaten Lampung Barat di GSG Selalaw dan disiarkan langsung melalui Radio Republik Indonesia (harianlampung.com).

Dalam debat yang dimoderatori Juwendra Adriyansyah tersebut Erlina dan Agus Istiqlal berjanji mewujudkan Pesisir Barat yang religius, menciptakan pemerintahan bersih, mengoptimalkan kekayaan potensi laut, pertanian, serta meningkatkan infrastruktur guna mendukung kemajuan pariwisata (harianlampung.com). Mereka mengusung visi "Terwujudnya Kabupaten Pesisir Barat yang Adil, Makmur, Sejahtera, Maju dan Modern". Dan untuk mewujudkannya mereka merumuskannya ke dalam delapan misi, yaitu: (1) Mengembangkan, memanfaatkan dan menggali sumber daya alam yang ada sebagai modal dasar pembangunan di daerah Kabupaten Pesisir Barat; (2) Meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, penguasaan iptek dan nilai-nilai ketaqwaan, mengembangkan kreativitas seni dan budaya serta meningkatkan prestasi olahraga; (3) Mengembangkan Kabupaten Pesisir Barat sebagai pusat budidaya flora dan fauna; (4) Meningkatkan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat; (5) Meningkatkan daya dukung sarana prasarana yang berbasis penataan dan pengembangan pariwisata; (6) Meningkatkan pelayanan publik dan peningkatan kinerja birokrasi yang bersif, profesional, dan berorientasi kewirausahaan serta bertatakelola yang baik; (7) Penataan, pembenahan, pengaturan lembaga fisik kabupaten sejalan dengan "land use planning" yang ada pada RUTRKIRIK dan RBWK serta RDTRK; dan (8) Mewujudkan sarana dan prasarana pembangunan infrastruktur pemerintah Kabupaten Pesisir barat (kpud-lampungbaratkab.go.id).

Visi dan misi Erlina-Agus Istiqlal ternyata sejalan dengan keinginan sebagian besar masyarakat Pesisir Barat sehingga mereka pun terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati. Mereka dilantik bersama tujuh pasang bupati/walikota se-Provinsi Lampung oleh Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo di kantor DPRD Lampung tanggal 17 Februari 2016 (nyokabar.com). Sedangkan serah terima jabatannya sendiri dilakukan sehari setelah pelantikan bertempat di ruang rapat Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat. Sertijab dihadiri oleh Staf Ahli Gubernur Lampung Bidang Kemasyarakatan, anggota Forkopimda Pesisir Barat dan Lampung Barat, ketua dan anggota DPRD Pesisir Barat, Sekda Pesisir Barat, Staf ahli bupati, SKPD, pimpinan tokoh politik, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat Pesisir Barat (pesisirbaratkab.go.id).

Setelah menjabat sebagai wakil bupati, perempuan yang bersuamikan Muhidin dan ibu dari Syam Permana P. Gemilang serta Aleshia Samita ini langsung tancap gas memenuhi janji pada warga masyarakat yang memilihnya. Bersama Agus Istiqlal dia mulai bergerak menjalankan roda pemerintahan dengan membangun sarana dan prasarana guna kesejahteraan masyarakat. Agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal, mereka melakukan restrukturisasi organisasi pemerintahan, revitalisasi birokrasi, refungsionalisasi seluruh lembaga pemerintahan, dan mereposisi seluruh pimpinan aparat pemerintahan.

Foto: "Erlina (Wakil Bupati)", diakses dari http://www.wikiwand.com/id/Erlina_(wakil_bupa ti), tanggal 27 Juni 2017.

Sumber:
"Erlina (Wakil Bupati)", diakses dari http://www.wikiwand.com/id/Erlina_(wakil_bupati), tanggal 27 Juni 2017.

"Data Pasangan Calon No Urut Pendaftaran 82", diakses dari http://www.kpud-lampungbarat kab.go.id/2015/08/data-pasangan-calon-no-urut-pendaftaran_82.html, tanggal 27 Juni 2017.

"Empat Paslon Pesisir Barat Adu Visi dan Misi", diakses dari http://www.harianlampung .com/m/index.php?ctn=1&k=politik&i=16628-Empat-Paslon-Pesisir-Barat-Adu-Visi-dan-Misi, tanggal 27 Juni 2017.

"Chusnunia & Erlina Bupati dan Wakil Bupati Wanita Pertama di Lampung" diakses dari http://www.nyokabar.com/berita-1873-chusnunia--erlina-bupati-dan-wakil-bupati-wanita-pertama-di-lampung.html, tanggal 28 Juni 2017.

"Serah Terima Jabatan Pj Bupati Dengan Bupati Dan Wakil Bupati Periode 2016-2021", diakses dari http://Www.Pesisirbaratkab.Go.Id/?P=16533, tanggal 29 Juni 2017.

Nasi Goreng Daun Mengkudu

Bila mendengar kata nasi goreng, maka yang terbayang di benak kita adalah sebuah masakan berupa nasi yang digoreng bersama telur, suwiran ayam, dan beberapa macam bumbu yang telah dicampur sedemikiran rupa dan ditambah dengan kecap serta minyak ketika proses penggorengan sedang berlangsung. Agar terlihat menarik dan bervariasi di dalamnya dicampur berbagai macam bahan makanan sesuai selera pembuatnya, seperti petai, teri, sosis, jagung, kunyit, daging kambing, cumi-cumi, udang rebon, dan lain sebagainya (cookpad.com).

Bagi sebagian masyarakat Betawi, selain dikenal bahan-bahan tambahan seperti di atas ada sebuah bahan lagi yang mungkin tidak pernah digunakan oleh etnis lain yang ada di Indonesia, yaitu daun mengkudu. Daun dari tanaman yang buahnya biasa digunakan sebagai obat-obatan karena mengandung vitamin A, Fosfor, kalsium, dan selenium ini ternyata tidak kalah lezat jika dijadikan sebagai bahan nasi goreng bila dicampur dengan bumbu-bumbu racikan tertentu ketika memasaknya (pesona.co.id).

Di Jakarta ada sebuah resto yang salah satu menunya menyajikan masakan nasi goreng daun mengkudu. Lokasinya di Eat & Eat Mall Kelapa Gading 5 Lantai 3 Jakarta Utara. Resto yang buka tiap hari dari pukul 10-00-22.00 WIB ini diberi Dapur Mak Haji. Namun, tidak seperti kebanyakan restoran atau rumah makan lain yang bila mencantumkan nama seseorang, maka dialah pemiliknya. Mak Haji bukanlah nama sang pemilik. Menurut janna.co.id, pemilik sebenarnya adalah orang Betawi asli bernama Hamdani Masil atau akrab disapa Dani.

Nasi goreng mengkudu yang ada di Dapur Mak Haji merupakan resep warisan orang tua Hamdani Masil. Nasi goreng tersebut dapat langsung dinikmati hanya dengan diberi irisan daun mengkudu saja atau tambahan lauk lain, seperti: krewedan (tumis daging atau tetelan) dan telur dadar yang dicampur dengan irisan daun nangka agar aromanya lebih membangkitkan selera dan tidak berbau amis (pesona.co.id).

Hamdani Masil sendiri bukanlah orang sembarangan. Dia merupakan salah seorang tokoh intelektual Betawi yang saat ini bekerja sebagai dosen di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Dani lahir di Meruya, Jakarta Barat, pada tanggal 5 Februari 1965 (jakarta.go.id). Semenjak kecil, anak dari pasangan H. Masil dan Hj. Sobriyah telah menunjukkan keaktifan serta kecerdasan dalam menempuh pendidikan formal.

Oleh karena itu, tidak mengherankan ketika masih kuliah dia telah dipercaya menjadi asisten dosen di Jurusan Ilmu Komunikasi UI. Dedikasinya untuk terus mentransfer ilmu kepada generasi penerus bangsa dibuktikan dengan keseriusannya meneruskan pendidikan hingga mencapai jenjang Strata 2 pada tahun 2007. Setelah lulus Hamdani mengajar lagi di almamaternya untuk mata kuliah: Teknik Penulisan Efektif, Pemasaran Program Televisi, dan Penjualan Program Televisi.

Menurut jakarta.go.id, untuk memperkaya wawasan serta pengetahuan tentang pertelevisian, penyiaran, media massa, dan pemasaran agar dapat dikembangkan dalam pengajaran, Dani aktif mengikuti kegiatan seminar, pertemuan, dan workshop, di antaranya: Study Visit TVB Hongkong (1994); Going Deep with Media Research for Effective Communication (2003); Markplus Conference (2008); Getting Out of the Price War: Is It Possible (2007); Mind Technology for Sales (2005); Marketing Conference (2008); Life Revolution by Tung Dasem Waringin (2008); Asia Pasific Media Forum (2008); Markplus Conference (2009); Reading the New Wave Marketing (2008); Study Visit to Astro, Malaysia (2011); IP7TV World Forum London (2012), dan lain sebagainya.

Berkat keahlian serta pengalaman dalam bidang pertelevisian tersebut Dani kemudian diangkat menjadi Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jakarta. KPID adalah sebuah lembaga independen yang didirikan di setiap provinsi dengan tujuan sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2002 (id.wikipedia.org).

Sementara di kalangan orang Betawi sendiri Dani tidak hanya dikenal sebagai pengajar, pebisnis, dan ketua KPID, tetapi juga budayawan yang berusaha mengangkat citra masyarakat Betawi. Hal itu dilakukannya ketika diberi kepercayaan menjabat sebagai Sekretaris Umum Lembaga Kebudayaan Betawi periode 1993-1995. Selanjutnya, dia juga aktif di Badan Musyawarah (Bamus) Betawi dari tahun 1995 hingga 2000.

Foto: http://bukan-kuliner.blogspot.co.id/2014/12/nasi-goreng-daun-mengkudu-khas-betawi.html
Sumber:
"Hamdani Masil, Drs. M.Si", diakses dari http://www.jakarta.go.id/v2/d bbetawi/detail/156/ Hamdani-Masil-DRS.-M.SI, tanggal 10 Juli 2017.

"Uniknya Nasi Goreng Daun Mengkudu", diakses dari http://www.pesona.co.id /article/uniknya-nasi-goreng-daun-mengkudu?p=3, tanggal 10 Juli 2017.

"Khasnya Dapur Mak Haji", diakses dari http://janna.co.id/khasnya-dapur-mak-haji/, tanggal 11 Juli 2017.

"Resep Nasi Goreng 6.337", diakses dari https://cookpad.com/id/cari/nasi %20goreng?page =2, tanggal 12 Juli 2017.

"Komisi Penyiaran Indonesia Daerah", diakses dari https://id.wikipedia.org/ wiki/Komisi _penyiaran_Indonesia_daerah, tanggal 12 Juli 2017.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive