Kunyit Emas

(Cerita Rakyat DKI Jakarta)

Alkisah, tersebutlah seorang pemuda bernama Badu. Pekerjaannya sehari-hari adalah sebagai pencari kayu bakar di hutan. Suatu ketika dia bermaksud menjual kayu bakar di pasar. Hasil penjualannya dibelikan sekantung kecil beras yang bila ditanak hanya cukup untuk beberapa hari saja. Sesampai di rumah dia merasa luar biasa lelah dan dahaga karena matahari bersinar sangat terik. Tetapi ketika hendak menghilangkan rasa dahaga itu ternyata persediaan air telah habis. Sementara untuk mendapatkan air lagi dia harus pergi ke sumber mata air yang jauh letaknya. Sebagai jalan keluarnya dia meminta air ke tetangga sebelah rumah yang terkenal kikir.

"Enak aja. Lu cari aje sendiri!," kata Sang tetangga ketika Badu meminta setahang air.

"Kalo gitu, aye minta segelas aje. Buat pelepas dahage," tanya Badu.

"Kagak bisa. Gua juga jauh nyarinye. Capek! Lu mau bayar berape?" jawab Sang tetangga ketus.

"Baiklah kalo gitu. Makasih," jawab Badu lesu sambil berlalu pergi menuju sumber mata air.

Beberapa jam kemudian sampailah Badu di sumber mata air. Oleh karena rasa haus sudah tidak tertahankan lagi, dia langsung saja meminum air mentah yang keluar dari mata air. Selanjutnya, sebagian air ditampung dalam wadah bambu dan dibawanya pulang. Di rumah air itu digunakan untuk mencuci beras dan sisanya sebagai persediaan minum. Namun, sebelum sempat memakan nasi yang ditanak kepalanya terasa sakit seakan hendak pecah. Rupanya, akibat dehidrasi, kelelahan, serta meminum air mentah tidak higienis membuat Badu jatuh sakit. Dia hanya dapat berbaring tidak berdaya selama beberapa hari karena tidak memiliki uang untuk berobat ke tabib.

Mendengar kalau Badu sakit, Sang tetangga kikir datang menjunguk. Tetapi maksud kedatangannya bukanlah melihat kondisi kesehatan Badu, melainkan ingin membeli kapak yang biasa dipakai menebang kayu kering di hutan sebagai ganti membeli obat. Tentu saja penawaran itu ditolak, sebab apabila dijual maka dia hanya dapat mengumpulkan ranting kering yang harganya sangatlah murah.

Beberapa hari setelahnya, Badu sembuh sendiri tanpa diobati. Walau masih sedikit lemah, dia berusaha pergi ke hutan untuk mencari kayu lagi. Dengan berbekal sebuah kapak berukuran sedang Badu mulai mencari pepohonan kecil yang tidak membutuhkan banyak tenaga saat ditebang. Pepohonan kecil itu sebenarnya tidak terlalu mahal harganya, tetapi karena kondisi fisik belumlah seperti sedia kala maka dia terpaksa menebangnya agar dapat dijual dan uangnya dibelikan beras.

Setelah beberapa kali tebasan, mata kapak mulai melonggar. Dan, saat dia mengayunkan kapak itu pada sebuah pohon muda yang berada di dekat lubuk, mata kapak pun terlepas dan jatuh ke dalam lubuk. Cilakanya, ketika akan diambil ternyata di sekitar tepian lubuk penuh dengan buaya yang bergerombol menjemur diri. Situasi demikian membuat Badu bingung. Bila dia berenang mengambil kapak, kemungkinan besar akan menjadi santapan buaya. Namun bila tidak diambil, niscaya dia akan mati kelaparan karena kapak itu adalah alat penghidupannya.

Pertimbangan akan mati kelaparan inilah yang membuat Badu akhirnya memutuskan untuk nekad menyelam. Dengan sangat berhati-hati dia melangkah dan masuk ke dalam lubuk yang berair sangat keruh sehingga nyaris tidak dapat melihat benda apa pun di dalamnya. Yang dapat dia lihat hanyalah seberkas cahaya putih dan setelah dihampiri adalah sebuah goa besar di dasar lubuk.

Tanpa berpikir panjang Badu langsung memasukinya. Di dalam goa terdapat sebuah lorong menuju "dunia lain" dengan pemandangan berupa bentangan padang rumput luas. Tidak berapa lama kemudian datanglah seorang laki-laki tua berjubah putih menghampiri. "Apa yang engkau cari di dunia kami, hai manusia?" tanya laki-laki tua itu.

"Aye lagi nyari mata kapak yang tenggelam di lubuk. Tapi nyasar nyampe mari, Kong," jawab Badu lugu.

"Mata kapakmu telah berada di dalam perut buaya. Sebagai gantinya, aku akan memberimu karung ini. Ambil dan pulanglah engkau ke tempat asalmu," kata Sang laki-laki tua.

Singkat cerita, pulanglah Badu ke rumah. Sesampai di rumah karung pemberian Sang laki-laki tua segera dibuka dan ternyata berisi ratusan buah kunyit. Badu tersenyum bahagia, sebab apabila daging kunyit telah berwarna sangat kuning dapat dijual dan uangnya digunakan membeli kapak baru. Untuk itu, dia coba mengupas salah satunya. Dan, betapa terkejutnya dia karena di balik lapisan kunyit berisi emas 24 karat. Seluruh kunyit kemudian dikupas dan dijual ke kota. Si Badu pun menjadi kaya mendadak. Dia menjadi orang terkaya di desanya.

Kekayaan mendadak Badu membuat tetangganya yang kikir iri hati. Dia langsung mendatangi dan menanyakan perihal hartanya yang melimpah. Setelah dijelaskan tanpa berpikir panjang dia langsung menuju lubuk dan menyelam mendekati goa. Tetapi belum sempat mencapai bagian mulut goa tubuhnya tiba-tiba ditarik dan dimakan oleh seekor buaya besar. Si Tetangga kikir mati secara mengenaskan.

Diceritakan kembali oleh Gufron
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive