Gerantang (Bali)

Gerantang adalah nama instrumen yang terbuat dari bambu yang secara khas ada dan mendominasi pada barungan gambelan Joged Bungbung. Seperti alat-alat gambelan bambu lainnya, gerantang dibuat dari bambu khusus dan cara pembuatan yang khusus pula. Bambu yang dipakai adalah yang berukuran sedang dan agak tipis, yaitu tiing tamblang. Jenis bambu ini langka, biasanya didapati di daerah Bali Utara dan Buleleng.

Proses pengeringan dan penghalusannya sama seperti proses pembuatan suling dan rindik. Sedangkan cara pembuatannya jelas berbeda. Gerantang adalah termasuk instrumen pukul yang mempergunakan resonator tetapi dibuat dengan cara khusus, yaitu resonator tersebut tidak terpisah dari instrimen pokok gerantang itu sendiri atau dengan kata lain menjadi satu. Alat ini sebagian berupa tabung, yaitu dibagian bawahnya dan sebagian lagi berupa bilahan yang agak melengkung di bagian atasnya.

Sebatang bambu panjang sebagai bahan gerantang itu harus diperhatikan keadaannya yang menentukan seperti bagian pangkal dan ujungnya, ruas-ruasnya dan buku-bukunya. Batangan bambu gerantang sebagai bilahan instrumennya atau “bungbungnya” juga mempunyai bagian pangkal dan ujung yang tidak secara otomatis mengikuti pangkal dan ujung bahan bambu yang panjang. Bila pada ruas-ruas bahan cembungnya ke arah ujung muka bagian ujung itu sekaligus menjadi bagian ujung dari bilahan bungbung dan bagian bawahnya sebagai bukunya. Demikian pula sebaliknya bila bahannya cembung ke bawah maka di bagian itu yang dijadikan bilahan bungbung, sedangkan bagian atas sebagai bukunya.

Panjang bungbung gerantang berkisar antara satu ruas sampai dengan tiga ruas, atau kurang antara 45 cm sampai 95 cm dari nada tertinggi sampai dengan terendah. Alat-alat yang perlu dipersiapkan untuk membuatnya adalah gergaji untuk memotong, parang untuk menebas, dan pengutik untuk menghaluskan.

Berbeda dengan rindik atau bilahan gambelan yang dipakai, maka bilahan bungbung gerantang ini dipasang dengan digantung. Yang dilubangi hanya bilahan bagian ujungnya saja yang cara menggantungnya sama dengan pada rindik gandrung. Sedangkan bagian pangkal atau bungbungnya hanya diikat saja sedemikian rupa dengan tali berupa jalinan yang teratur, kemudian digantung pada selewahnya.

Cara membuat lubang pada bilahannya yaitu dengan memegang pada titik yang berjarak kira-kira seperempat bagian panjang bambu keseluruhan, terhitung dari ujung bilahan. Cara memegangnya dengan mengepit memakai ujung dua jari, biasanya jari manis dan jari ibu. Setelah dipegang, dicoba suaranya. Bila semuanya bagus titik yang dipegang itulah dilubangi. Bila suaranya masih kurang baik maka pegangan bisa dioper ke arah ujung atau pangkal sampai mendapatkan suara yang diinginkan.

Selawah gambelannya dibuat dari kayu berkaki empat seperti kaki meja. Karena bilahannya yan terpasang dari kiri ke kanan makin lama makin pendek sesuai dengan tinggi rendah nadanya, maka baik penampang bawah maupun atas yang kita andaikan ada, yang dibuat oleh kaki-kaki pelawah tersebut berupa trapesium. Jadi badan pelawah itu berupa prismatrapesium terpacung. Biasanya juga pelawah itu di cat, digambari, atau kadang-kadang diukir.

Satu tungguh gambelan dipukul oleh satu orang sambil duduk bersila dengan memakai panggul dua batang. Panjang panggul lebih kurang 40 cm, tangkainya dibuat dari bambu. Sedangkan ujungnya yang akan mengenai bilahan gambelan bentuknya bundar pipih, dibuat dari karet yang agak keras atau kayu yang agak lunak. Yang dari karet biasa untuk memukul “gerantang pangede” atau yang berukuran besar, sedangkan yang bahannya kayu untuk memukul gerantang kantil atau yang berukuran kecil. Dalam memukul gerantang pamade, tangan kiri yang memukul daerah nada yang rendah menghasilkan melodi pokok saja, sedangkan tangan kanan yang memukul daerah nada yang tinggi menghasilkan variasi-variasi pukulan kotekan.

Gerantang tiap-tiap tungguh memiliki sebelas bilah nada, yaitu yang berlaras selendro. Dalam satu set gambelan Joged Bungbung ada delapan tungguh gerantang, yaitu empat tungguh atau dua pasang gerantang pamade dan dua pasang gerantang kantil. Dibuat berpasang-pasangan karena seperti jenis gambelan yang lain, ada yang memakai teknis pukulan “polos” dan yang lain pukulan sangsih.

Di samping berkomposisi dalam satu barungan gambelan, secara tersendiri satu atau dua tungguh gambelan dimiliki oleh perseorangan, dan dibunyikan semata-mata sebagai hiburan waktu senggang. Barungan gambelan lengkap dipergunakan untuk mengiringi tari Joged Bungbung yang berfungsi sebagai hiburan yang berciri khas tari pergaulan.

Sumber:
Triguna, Ida Bagus Gde Yudha, dkk,. 1994. Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive