Lain Eta

Pengarang : Moh. Ambri
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta,
cetakan pertama tahun 1935
cetakan kedua tahun 1940
cetakan ketiga tahun 1950
cetakan keempat oleh CV Pusaka Sunda, Bandung, tahun 1955
cetakan kelima oleh CV Geger Sunten, Bandung, tahun 1960


Ringkasan Cerita (berdasarkan cetakan kelima)
Neng Eha adalah seorang anak gadis remaja ‘ABG’ (Anak Baru Gede) anak dari seorang kalipah Cianjur yang ningrat pada waktu itu. Ketika dia sedang berbelanja di sebuah toko bertemu dengan seorang murid KWS Betawi yang bernama Mahmud yang sedang berlibur di kota itu. Dari pertemuan itu tumbuh rasa cinta di antara kedua remaja yang sedang mekar-mekarnya, maka terjalinlah percintaan antara keduanya. Hubungan itu tidak hanya hubungan cinta biasa, di antara keduanya sudah sama-sama untuk mengikat janji sehidup semati dan hrus memasuki jenjang perkawinan, maka untuk mengukuhkan hubungan itu, dilanjutkan dengan hubungan antara kedua orang tua. Orang tua Mahmud adalah seorang petani kaya di daerah Sukabumi, tapi dia bukan seorang ningrat, maka untuk mempermudah lamarannya ia meminta saudara seorang ningrat yang tinggal di Cianjur sebagai perantaraan. Dengan perantaraannya itu lamaran dapat diterima dengan lancar oleh orang tua Neng Eha.

Namun apa yang terjadi setelah orang tua Neng Eha mengetahui siapa sebenarnya orang tua Mahmud yang bukan keturunan ningrat, perjanjian lamaran itu langsung dibatal-kan tanpa melihat kedua anaknya yang sudah sangat saling mencintai. Peristiwa itu membuat kedua remaja itu sangat mengecewakan. Sejak itu putuslah hubungan cinta di antara mereka. Mahmud setelah putus hubungan itu mendapat pekerjaan di Semarang, kemudian tidak ada lagi kabar berita yang diterima Neng Eha. Sedangkan Neng Eha terus merana karena cintanya.

Oleh orang tuanya Neng Eha dikawinkan kepada seorang duda yang usianya dua kali lebih tua daripadanya. Perkawinan antara Neng Eha dengan duda tersebut merupakan perawinan yang dipaksakan, Neng Eha sama sekali tidak mau dan tidak mencintai suaminya. Tapi dengan sabar suaminya masih terus menunggu sampai Neng Eha mau menerima kenyataan itu. Sebaliknya Neng Eha melakukan pista selama 5 bulan, selama itu pula orang tua Neng Eha bersabar memberikan wejangan-wejangan dan bahkan sampai mencoba mengobatinya kepada orang-orang pintar. Kesabaran itu pada akhirnya menghasilkan juga, Neng Eha mau juga dibawa oleh suaminya ke Kuningan.

Perkawinan yang tidak dikehendaki, adalah perkawinan yang tidak akan sempurna, begitu pula dengan per-kawinan Neng Eha dan suaminya, rumah tangganya tidak rukun. Ketidakrukunan itu diperlihatkan oleh Neng Eha kepda suaminya, bahkan berani berbuat hal yang tidak disenangi dan tidak pantas dilakukan di depan suaminya bersama lelaki lain. Dan ketika hal itu diketahui oleh suaminya, maka Neng Eha segera melarikan diri ke Cianjur, dan bahkan ia ingfin segera diceraikan oleh suaminya. Karena merasa takut disusul oleh suaminya ke Cianjur, Neng Eha oergi ke Bandung. Di kota inilah Neng Eha mendengar bahwa Mahmud kekasih lamanya sudah beristri, maka putuslah segala harapan yang ada pada dirinya mengenai Mahmud.

Keadaan seperti ini -- Neng Eha yang kabur dari suaminya dan menuju Bandung -- diketahui oleh ayah dan ibu Neng Eha, maka kedua orang tua itu segera berangkat untuk menyusulnya, tapi Neng Eha lari dari rumah tempat menginap, kemudian ia bertemu dengan seorang laki-laki yang bernama Raden Kosim. Dan akhirnya ia tinggal serumah dengan laki-laki itu, mereka ingin menikah, tapi tak bisa sebab Neng Eha masih berstatus istri orang atau masih bersuami.

Melihat keadaan seperti itu, ayah Neng Eha sampai tidak mau menerima lagi dan tidak mau lagi mengakui Neng Eha sebagai anaknya, demikian pula dengan suaminya, ia tidak mau mengurus tetapi tidak bersedia menceraikannya, sebab Neng Eha telah melarikan diri dan kemudian hidup bersama laki-laki lain.

Suatu ketika, Neng Eha menderita sakit sayang sangat parah, ia menderita sakita tipes dan segera harus diopname di rumah sakit, Neng Eha diopaname di rumah sakit selama dua bulan. Kedua porang tua Neng Eha segera diberitahu oleh Raden Kosim, lalu mereka datang menje-nguknya ke rumah sakit. Setelah sakitnya sembuh, Neng Eha dibawa pulang boleh ibunya ke Cianjur. Ia meminta maaf kepada ayahnya, dan ayahnya mengampuni segala kesalah-annya. Begitu pula dengan suaminya, ia meluluskan permin-taan Neng Eha untuk segera menceraikan.

Kini Neng Eha hidup bersama kedua orang tuanya dan ia hidup dengan rajin beribadat, menempuh hidup de-ngan penuh ketawakalan. Kini Neng Eha hidup seakan kem-bali kepada masa-masa kecilnya kembali tanpa ada kenangan manis yang dilaluinya.

Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive